Sementara Mily sedang jalan-jalan ke Bali, selama empat hari ini Prisa menghabiskan waktunya di sekolah bersama Vegar dkk. Masih sama seperti biasanya berkumpul di markas. Beberapa kali Prisa juga ikut dengan Nazwa. Tentunya jika ia sedang bersama Nazwa akan melakukan kegiatan yang positif.
Selama empat hari ini pula hidup Prisa jadi terkesan setengah-setengah. Setengah jadi orang baik dan setengah jadi orang tidak baik.
Ketika bersama Vegar dkk sudah pasti di sekolah merokok. Malam harinya pergi ke club dan mabuk. Sama sekali tidak bermanfaat namun Prisa dengan senang hati melakukannya karena sudah menjadi kebiasaannya.
Jika gabung dengan Nazwa, Prisa akan ikut salat zuhur di musala. Saat hari Rabu kemarin saja Prisa rela menunggu Nazwa selesai dengan ekstrakurikulernya sampai menjelang asar, lalu ikut salat berjemaah lagi di musala. Tujuan utamanya ya supaya bisa dekat dengan Gagah. Supaya bisa melihat wajah teduh cowok itu lebih dekat. Supaya bisa ngobrol bareng. Dan Prisa ingin lebih akrab dengan Gagah.
Tanpa sengaja sewaktu hari Senin kemarin Prisa mengantar Nazwa pulang, cewek berhijab itu menawari dirinya apakah mau ikut masuk ke ekstrakurikuler rohani islam.
Mulanya Prisa langsung menolak. Tidak ada dalam daftar kamus hidupnya bahwa Prisa harus ikut ekstrakurikuler di sekolah. Cewek itu malas dan sama sekali tidak minat. Mengikuti pelajaran setiap hari di kelas saja Prisa sudah malas dan lelah. Apalagi jika ia tiba-tiba ikut ekstrakurikuler? Rohani islam pula, yang bahwasanya kegiatannya bersinggungan dengan keagamaan.
Namun sejauh Prisa memikirkan berbagai macam cara agar bisa dekat dengan Gagah, jalan satu-satunya memang harus ikut organisasi rohis.
Kalau tidak dengan cara itu toh selama ini Prisa hanya bisa diam-diam memperhatikan Gagah dari jarak jauh. Dan Prisa sangat tidak puas.
Beberapa hari ini semenjak Prisa tahu di mana kelas Gagah, ia rela jalan sendirian sampai ke koridor depan kelas 11 IPS 2 karena kelas itu tepat berhadapan dengan kelas 11 IPA 2.
Sama seperti murid laki-laki lainnya, terkadang Gagah nongkrong di depan kelas dengan teman-temannya saat istirahat. Kalau tidak ya pergi ke kantin atau baca buku di musala. Untung Gagah baca bukunya di musala, coba kalau di perpustakaan, auto Prisa malas ikut masuk ke tempat penyimpanan buku-buku itu. Dan lagi Prisa lebih merasa nyaman mengintip Gagah di balik pohon dekat musala.
Sebenarnya bisa saja Prisa langsung maju mendekati Gagah di mana pun cowok itu berada. Tapi Prisa gengsi nanti dikira sok kenal sok dekat walaupun sesungguhnya memang pengin dekat.
Sekali lagi Prisa berpikir. Apa sebaiknya ia terima saja tawaran Nazwa? Tapi di sisi lain Prisa malas kalau nantinya akan melakukan kegiatan ini dan itu. Baru memikirkan serta membayangkannya saja sudah membuat Prisa bergidik ngeri.
Prisa harus meluangkan waktunya untuk menghadiri ekstrakurikuler, yang kata Nazwa dilaksanakan setiap tiga kali dalam seminggu.
Prisa harus salat dan ngaji. Ya lord, apakah sebentar lagi Prisa akan benar-benar bertobat?
Lalu apa Prisa akan bisa jauh dari ingar bingar lampu disko?
Apa Prisa bisa kalau tidak minum minuman keras?
Dan satu lagi. Bagaimana dengan nasibnya yang menjadi perokok berat?
Semua itu sudah menjadi kebiasaan hidup Prisa. Semua itu sudah melekat erat dalam diri Prisa.
Prisa tidak bisa jauh dari rokok.
Prisa tidak bisa jauh dari minuman keras.
Prisa tidak bisa jauh dari club malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Prisa [Complete]✓
Roman pour AdolescentsGue Prisa. Hidup gue udah rusak sejak SMP. Puncaknya saat gue kelas 10. Gue hamil. Gue benci. Gue aborsi. Dan cuma bisa meringis saat benar-benar merasakan jatuh cinta pada salah satu cowok di sekolah gue, yang sangat-sangat gue sadari bahwa gue eng...