Bab 18 | Cobaan

132 13 0
                                    

Waktu sudah berlalu, namun Mily masih belum mau berhenti tertawa jika mengingat semua tingkah Prisa yang menurutnya lucu dan konyol. Ditinggal pergi liburan baru seminggu saja Prisa sudah bertingkah demikian.

Prisa cuek tidak peduli. Ia sudah mengatakan yang sejujurnya pada Mily tentang semuanya yang dilakukannya akhir-akhir ini termasuk dirinya yang naksir Gagah.

Sama seperti Prisa, Mily juga tidak kenal siapa itu Gagah. Ketika Prisa menunjukkan foto Gagah hasil curiannya di akun instagram cowok itu, barulah Mily mengenalnya walau hanya sebatas wajah. Bagi Mily, wajah Gagah tidak terlalu asing. Mily pernah melihatnya di sekolah.

Sebagai sahabat yang baik Mily menghargai serta mendukung keputusan Prisa.

"Tapi kali ini lo bener-bener suka Pris sama dia?" Mily memberi jeda sejenak pada ucapannya. "Maksudnya enggak kayak yang dulu-dulu, 'kan?"

Dulu-dulu Prisa memang sering gonta-ganti pacar. Pacaran dengan sembarang orang, Prisa tidak peduli. Dari dulu ia memang tidak pernah seserius ini suka pada laki-laki. Namun, saat bertemu Gagah, rasa itu benar-benar muncul. Rasa suka yang nyata bukan sekadar main-main.

Toh kalau Prisa tidak benar-benar suka, dirinya tidak akan mungkin segila itu melakukan berbagai macam hal demi bisa lebih dekat dengan Gagah. Termasuk Prisa yang rela masuk organisasi rohis.

Hal tersebut bisa dikatakan menyimpang dari kehidupan Prisa selama ini yang dunianya serba gelap. Oleh karena itu Mily saja sampai tidak percaya pada awalnya. Namun ketika Prisa memperlihatkan seragam sekolahnya yang baru, yang mana berupa kemeja putih panjang dan rok abu panjang, barulah Mily percaya. Mily pikir Prisa memang seserius itu untuk bisa mendapatkan Gagah.

"Tapi saran dari gue, lo jangan terlalu banyak berharap juga deh, Pris. Maksud gue ... orang yang kelihatannya baik belum tentu baik. Lo paham itu, 'kan?"

Prisa mengangguk mengiyakan.

"Iya sih dari cover-nya enggak ada tanda-tanda kalau Gagah itu orang jahat. Tapi lo juga harus tetep waspada. Jangan sampai lo ngulang kesalahan masa lalu. Okay?"

"Thanks, Mil."

"Lo berhak bahagia."

Prisa terharu lantas memeluk erat Mily yang duduk di sampingnya. Mily adalah satu-satunya keluarga yang Prisa miliki saat ini. Biarpun kelakuan Mily minus sama seperti dirinya, tapi Mily masih punya sisi baik dalam dirinya. Buktinya Mily mau menolong serta menampung Prisa selama kurang lebih sudah setengah tahun ini.

"Ih anjir. Hape lo udah baru aja."

"Iya dong. Mily gitu."

"Enggak terima nih gue. Pokoknya gue mau juga yang kayak gitu."

"Tenang aja ntar gue beliin."

"Kapan? Jangan pehape lo ya."

"Kapan sih Mily pernah pehape? Lo mau kapan? Sekarang?"

"Ayo, gue siap-siap nih."

"Ada syaratnya."

"Apaan?"

"Beli hape baru sekarang tapi kita libur makan enak, libur nyalon, libur perawatan, libur shopping, sekolah naik angkot, libur ngedugem, libur party. Gimana?"

"Apaan banget sih syaratnya? Jangan bilang lo sekarang udah kere!"

"OMG, Prisa. BIG NO! Mily tuh anti kere. Tapi cuma kalau sekarang fee-nya belum cair. Gue duit masih punya tapi ya itu tadi. Kalau lo terima semua persyaratan sih oke. Cus .. cabut sekarang!"

"Lagak lo sok banget sih? Kayak lo sanggup aja hidup tanpa hura-hura."

"Nah itu lo pinter, bondon ...."

"Anjing! Lo yang bondon bego!"

*

Berhubung jumlah anggota baru hanya ada 4 orang, maka acara pelantikan ditiadakan. Prisa juga sudah menerima jabatannya yaitu sebagai bendahara. Dan hari ini Prisa mendapat tugas untuk menarik uang kas di semua kelas 11, namun hanya kelas 11 IPS saja karena kelas 11 IPA sudah ada jatahnya sendiri.

Penarikan uang kas tidak dipatok dalam jumlah nominal tertentu. Anak rohis menggunakan sistem seikhlasnya. Jika tidak ada yang memberi ya tidak masalah.

"Silakan masuk!"

Prisa masuk ke kelas pertama yaitu 11 IPS 1 setelah mengetuk pintu plus mengucap salam. Jujur Prisa masih sangat canggung. Tapi Prsa cuek seperti biasanya.

"Kamu sekarang ikut rohis, Prisa?"

Apa pertanyaan itu terdengar penting?

"Wow ... ada cabe alim guys!"

Seluruh pasang mata menatap ke arah sumber suara termasuk Prisa. Prisa menatap tajam ke arah cewek itu, Alin. Ini dia bitch yang waktu itu mengerjainya.

Prisa masih diam. Mari kita lihat dulu seberapa jauh makhluk itu mengoceh mengatai Prisa.

"Awas ntar kotak amalnya meledak," tambah Finda lalu terbahak disusul yang lainnya.

"Kedok doang dia. Orang di sekolah aja udah terkenal kelakuan busuknya, eh ini sekarang sok-sokan berubah."

"Oke, guys. Di sekolah sekarang mau sok belaga alim. Padahal kalau malem ... uh kelayapan di kelab. Dugem, mabok-mabokan."

"Hahaha!"

"CUKUP! JAGA BICARA KALIAN BERDUA! ALIN, FINDA."

"Ah Ibu enggak tahu sih--"

"CUKUP, ALIN!" peringat Bu Nenden sekali lagi. "Silakan lanjutkan tugas kamu, Prisa!"

Prisa mulai berkeliling dengan kotak amalnya. Ada yang memberi ada yang tidak.

"Songong banget lo ya cabe!" sarkas Finda. "Lo pikir gue enggak mampu kasi duit? Main lewatin kita gitu aja."

"Emang lo cabe anjing!" sambung Alin tak kalah sengit.

Prisa tidak menggubris. Kembali melewati kedua cewek itu begitu saja namun tiba-tiba satu tangannya yang memegang kotak amal dicekal oleh Alin dan kotak amal yang terbuat dari kayu itu jatuh menimpa kaki Prisa yang terbalut sepatu.

"BANGSAT!" teriak Prisa marah sudah tidak bisa lagi menahannya. Kakinya terasa nyut-nyutan. "Apa mau lo anjing?!"

"Prisa!"

Mufid memanggil nama Prisa bermaksud untuk mengingatkannya agar tidak sembarangan berbicara kasar. Apalagi sedang ada guru. Namun Prisa tidak memedulikannya.

"Enggak usah banyak bacot lo berdua!" sentak Prisa dengan mata memerah. "Kalau mau ngasih tinggal ngasih dan enggak usah ba-nyak ba-cot!"

"Prisa," panggil Mufid sekali lagi.

"Ada apa ini?" Bu Nenden mendekat. "Prisa, tidak baik kamu bicara kasar seperti itu."

Prisa mengabaikannya. Pandangannya masih lurus pada Alin dan Finda.

"Mufid-Mufid ... bisa-bisanya ya lo masukin cewek sinting kayak dia." Finda tak gentar.

"Udah stop! Gue mohon juga jaga ucapan kalian!" Mufid menunjuk kedua cewek itu.

"Anjing lo berdua!" desis Prisa lalu meninggalkan kelas begitu saja tanpa membawa kotak amalnya yang masih tergeletak di lantai.

"Astaga, Prisa." Bu Nenden menggelengkan kepalanya dan meminta Mufid untuk mengurus kotak amalnya.

Pada akhirnya Mufidlah yang menggantikan tugas Prisa, yang belum selesai. Ia akan membicarakannya ini nanti pada cewek itu saat kumpul rohis.

Sejujurnya Mufid malu atas tindakan Prisa barusan. Selain bicara kasar itu tidak diperbolehkan, apalagi ini yang mengucapkannya adalah perempuan, jelas itu sama sekali tidak mencerminkan bahwa Prisa adalah anggota rohis.

Gue Prisa [Complete]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang