Bab 35 | Pada Akhirnya ...

240 17 2
                                    

"Lo bertindak tanpa memberitahu gue. Kalau udah begini, ya udah jangan nyesel," tukas Alin.

Nazwa menunduk. Ini memang kesalahannya yang bertindak gegabah ingin segera menghancurkan Prisa.

Suara deru motor membuat Alin mengalihkan perhatiannya, namun tidak dengan Nazwa. Gadis itu masih tertunduk seolah tak peduli lagi dengan apa pun.

Detik berikutnya Nazwa merasakan jika Alin pergi meninggalkannya entah ke mana. Bersamaan dengan itu, terdengar bunyi pintu yang diketuk beberapa kali.

Ucapan salam dari seseorang yang terdengar tidak asing suaranya membuat Nazwa perlahan mengangkat pandangan.

Senyum ramah orang itulah yang menyambut wajah sendu Nazwa. Gadis itu diam terpaku.

"Apa gue boleh masuk?"

"Loh ada temannya kenapa enggak disuruh masuk, Nazwa?"

"Tante," sapa orang itu sedikit membungkukkan tubuhnya.

"Ayo, silakan masuk! Maaf ya. Nazwanya malah bengong."

Orang itu masuk lalu duduk di sofa lain. Sepeninggalan Mama Nazwa, orang itu berdeham untuk memulai percakapan.

Belum ia bicara, Nazwa sudah bersuara lebih dulu dengan nada datarnya.

"Mau apa ke sini?"

"Gimana kabar lo?"

"Mau ngetawain gue?"

Gagah menghela napas. Kenapa Nazwa bisa berubah sedemikian rupa? Dan sepertinya untuk saat ini gadis itu tidak bisa diajak basa-basi.

"Ada yang mau ngobrol sama lo."

Nazwa membuang muka tidak menjawab. Hingga seseorang masuk setelah Gagah tadi keluar sebentar.

"To the point aja."

Di balik pintu, Gagah meringis. Semoga Prisa bisa menahan segala bentuk emosi. Cowok itu memilih menunggu di teras. Membiarkan dua cewek itu menyelesaikan masalahnya.

Prisa tak ingin berlama-lama di sini. Apalagi ditambah dengan Nazwa yang sejak tadi membisu dan sama sekali tidak menatapnya.

"Jelasin apa maksud lo waktu itu!"

Selama beberapa menit, Nazwa tak kunjung bersuara membuat Prisa berdecak.

Baru akan mengulangi kalimatnya lagi, Nazwa sudah menghadap ke arah Prisa dan menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Papa kangen sama lo."

Bukan ekspresi kaget yang Prisa berikan. Namun wajah datar yang kentara. Kenapa dadanya mendadak sesak hanya karena mendengar kata 'Papa'?

"Awalnya cuma demam biasa." Nazwa mulai bercerita. "Setiap malem Papa selalu meracau nyebut nama lo dan Agra."

Papa Nazwa memanggil namanya dan juga Agra?

Apa hubungannya?

Kenapa pria itu bisa ada di sini--- menjadi Papa Nazwa?

Seketika pertanyaan-pertanyaan itu muncul dalam benak Prisa.

"Hingga pada suatu hari, Papa pergi ke kamar mandi dan kepleset. Entah apa yang ada dalam pikiran Papa waktu itu. Papa sakit. Papa lagi lemah. Papa lagi nggak punya energi. Tapi Papa maksain diri ke kamar mandi tanpa minta bantuan siapa pun."

Prisa membuang pandangan saat dilihatnya Nazwa mulai menangis. Ia tak ingin tertipu untuk yang kedua kalinya. Bisa saja air mata itu hanyalah sekadar air mata buaya saja.

Gue Prisa [Complete]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang