"Ternyata benar kamu."
Prisa memutar malas bola matanya. Langsung memasang wajah jutek plus menyilangkan tangan. Bukannya bertemu Gagah ini malah Prisa bertemu dengan seseorang yang paling malas ia temui di SMA DJ.
"Kamu mau salat?"
"Harus banget saya jawab pertanyaan Ibu?"
"Lalu ada apa kamu ke musala kalau bukan mau salat, Prisa?"
"Bukan urusan Ibu."
Setelahnya Prisa melangkah pergi meninggalkan guru BK-nya tersebut. Namun tiba-tiba tangannya ditahan membuatnya berdecak tidak suka.
"Sebentar lagi masuk waktu salat asar," ujarnya masih terdengar lembut. "Lebih baik kamu ikut salat berjemaah."
"Ada urusan lain yang lebih penting dari salat." Berbeda dengan Prisa yang selalu berucap dengan nada ketus.
Bu Wika mengerjapkan matanya dan menghela napas sabar. "Urusan lain apa yang lebih penting dari salat, Prisa?" tanyanya. Mereka saling beradu tatapan. "Salat itu tiang agama. Sudah menjadi kewajiban kita sebagai umat muslim untuk menjalankannya."
"Ibu ceramah?" Prisa tertawa sinis. "Bagus deh mumpung lagi di musala. Tapi maaf-maaf aja saya enggak butuh ceramah Ibu."
Prisa memutar tubuhnya kembali ingin melanjutkan langkahnya. Ia akan mencari Gagah di tempat lain.
"Ini bukan sekadar ceramah, Prisa. Saya hanya ingin kamu bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Punya akhlak yang mulia. Dan supaya hidup kamu terarah."
Prisa berhenti. Tangannya terkepal marah. Namun ia tetap pada posisinya. Prisa tahu guru itu masih ada di belakangnya sambil menatapnya. Prisa menarik napas panjang. Tidak ada gunanya meladeni guru itu. Dengan cepat Prisa melanjutkan jalannya sampai ke luar musala.
Gadis berambut panjang itu duduk di lantai teras musala. Bertopang dagu sembari memikirkan ke mana lagi ia harus mencari Gagah. Di musala jelas-jelas tidak ada. Apa sudah pulang?
Akhirnya Prisa memakai cepat sepatunya. Mungkin Gagah memang sudah pulang. Hari ini belum beruntung. Besok Prisa harus berangkat dan tidak boleh terlambat.
"Loh Prisa ...."
Saat Prisa sudah akan benar-benar meninggalkan area musala, suara seseorang yang dikenalinya memanggil namanya.
"Nazwa?" Prisa kaget sendiri.
"Prisa bolos, ya? Kok tadi enggak ada di kelas. Terus sekarang malah ada di sini."
"Gue--"
"Salat woi salat malah ngerumpi. Eh, ada Prisa ternyata."
Roma muncul membangkitkan harapan Prisa yang sempat surut. Kalau ada Roma pasti ada Gagah. Tanpa sadar Prisa celingak-celinguk ke arah belakang Roma.
"Prisa kenapa?"
"Cari Gagah?"
Tanya bersamaan Roma dan Nazwa. Prisa berjengit kaget. Apa ia ketahuan?
"Gagah masih di atas lagi piket. Bentar lagi nyusul kok," jelas Roma.
"Di atas? Lagi piket?" tanya Prisa tidak mengerti.
Nazwa mengangguk. "Iya. Kita, 'kan, habis rapat di lantai tiga," ujarnya.
"Rapat? Di lantai tiga?"
"Iya biasa hari Senin jadwal ekskul anak rohis di lantai tiga." Giliran Roma yang menjelaskan.
Prisa mendengkus pelan. Pantas saja ia tidak ketemu-ketemu dengan Gagah. Ternyata cowok itu rapat di lantai 3. Lagipula kenapa Prisa sebodoh itu ya sama sekali tidak kepikiran untuk mencari Gagah di lantai 3? Bodoh memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Prisa [Complete]✓
Teen FictionGue Prisa. Hidup gue udah rusak sejak SMP. Puncaknya saat gue kelas 10. Gue hamil. Gue benci. Gue aborsi. Dan cuma bisa meringis saat benar-benar merasakan jatuh cinta pada salah satu cowok di sekolah gue, yang sangat-sangat gue sadari bahwa gue eng...