"Lo udah jadi?"
"Belum ini kurang lima soal lagi."
Sejurus kemudian Prisa langsung pindah tempat duduk ke sebelah orang yang barusan ia tanyai.
Keberuntungan hari ini berpihak pada Prisa. Prisa baru ingat jika bukan hanya dirinya saja yang tidak ikut ulangan melainkan ada satu orang lagi.
"Prisa Selasa kemarin juga enggak berangkat, ya?"
"Berangkat," jawab Prisa sambil menyalin jawaban.
"Tapi kok bisa enggak ikut ulangan?"
"Gue telat."
Terdengar gumaman "oh" dari cewek di samping Prisa. Lalu setelahnya cewek itu fokus lagi pada soal-soal Matematika yang belum terselesaikan.
Prisa khusyuk dalam menyalin jawabannya. Sebentar ekor matanya melirik pada cewek di sebelahnya. Tak lama ia meringis karena tidak ingat siapa nama cewek itu padahal mereka satu kelas.
Masih ada sisa waktu 45 menit dan Prisa sedang memainkan gawainya sembari menunggu jawaban berikutnya. Semudah itu.
Cewek yang masih Prisa lupa siapa namanya itu sama sekali tidak menolak saat dirinya menyalin jawabannya begitu saja. Entah dia takut pada Prisa atau memang dasar orangnya yang tidak pelit.
Entahlah.
"Kok enggak nyalin lagi?"
Prisa menoleh.
"Ini jawabannya kurang dua lagi kok," lanjutnya tersenyum.
"Ya udah lo rampungin dulu aja sekalian," sahut Prisa.
Cewek itu mengangguk patuh kembali pada buku tulis yang digunakannya untuk memecahkan rumus.
Dari duduk tegak, bersandar pada punggung bangku panjang perpustakaan, menopang dagu dengan dua tangan, menelungkupkan kepala di atas meja, akhirnya Prisa selesai menyalin semua jawaban.
"Inget ya jangan ember mulut lo!" ancam Prisa.
Cewek itu malah tersenyum. "Iya tenang aja," katanya. "Tapi kalau ada yang salah enggak apa-apa, ya? Soalnya Nazwa juga kurang pintar Matematika."
"Jadi nama lo Nazwa?" Prisa hanya menanggapi siapa nama cewek itu. Urusan jawaban mau benar berapa mau salah berapa, Prisa tidak peduli. Tinggal menyalin jawaban tanpa harus repot berpikir itu sudah lebih dari cukup untuknya.
"Astaghfirullah," respons Nazwa agaknya kaget. "Prisa baru tahu nama Nazwa?" Matanya mengerjap tidak percaya.
"Emang penting banget ya gue harus tahu nama lo."
"Ya lucu aja sih. Masa sama temen sekelas enggak tahu namanya. Nazwa aja tahu nama Prisa."
"Itu, 'kan, lo."
"Iya-iya. Ya udah deh yang penting sekarang Prisa udah tahu nama Nazwa."
"Gue cabut duluan." Prisa bangkit dari duduknya. "Lo baru boleh balik ke kelas kalau udah selisih waktu sepuluh atau lima belas menitan. Gue enggak mau Pak Sod ngira kalau gue udah nyontek," jelasnya panjang lebar.
"Oke deh, Prisa."
Baru beberapa langkah Prisa berjalan lantas ia berbalik badan. Dilihatnya Nazwa sedang merapikan buku-bukunya.
"Betewe thanks, Najwa."
Nazwa mendongak mengerutkan keningnya. "Nazwa bukan Najwa," ralatnya membenarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Prisa [Complete]✓
Fiksi RemajaGue Prisa. Hidup gue udah rusak sejak SMP. Puncaknya saat gue kelas 10. Gue hamil. Gue benci. Gue aborsi. Dan cuma bisa meringis saat benar-benar merasakan jatuh cinta pada salah satu cowok di sekolah gue, yang sangat-sangat gue sadari bahwa gue eng...