Bab 08 | Gagah

265 11 0
                                    



Jika ini adalah kumpulan orang-orang yang berisi Prisa, Mily, Vegar, Martin dan Smail, pastilah isi obrolannya akan terdengar unfaedah serta banyaknya umpatan dan kata kasar. Namun berbeda dengan hari ini.

Sejenak Prisa merasa seperti orang yang linglung ataupun orang yang nyasar salah alamat. Bagaimana tidak? Sejak detik pertama dirinya ikut duduk di bangku kantin, Prisa diam seribu bahasa. Hanya jadi pendengar dari obrolan orang-orang yang semeja dengannya. Ingin nimbrung tapi merasa topik pembahasannya bukanlah jalurnya.

Prisa hanya diam menunduk sambil mengaduk-aduk baksonya. Dapat digambarkan jika Prisa adalah orang asing yang dicampakkan.

Bodoh.

Satu kata yang tepat untuk tindakan Prisa kali ini, yang mau-maunya saja sejak tadi diajak oleh Nazwa. Tadi diajak ke musala nurut. Sekarang diajak ke kantin juga nurut.

Tapi tunggu dulu! Prisa mau ikut ke kantin semata-mata bukan hanya karena ajakan Nazwa melainkan Prisa punya alasan lain.

Cowok itu.

Iya, cowok itu. Prisa mau ikut ke kantin karena alasan utamanya adalah cowok itu. Tadi cowok itu benar-benar menagih janjinya pada Nazwa untuk minta ditraktir bakso di kantin. Dan ternyata Nazwa juga tidak berbohong. Cewek berhijab itu mengajak semuanya ke kantin. Bahkan Nazwa tidak hanya mentraktir cowok itu saja tetapi semua yang ikut dengannya ia traktir termasuk Prisa.

"Tumben sih nraktir?" tanya cowok bernama Roma.

"Iya dong," jawab Nazwa. "Nazwa traktir kalian karena hari ini Nazwa ulang tahun," sambungnya dengan suara pelan.

"Kok cuma kita aja? Yang lainnya enggak?"

"Uang jajan Nazwa, 'kan, terbatas. Udah jangan keras-keras ngomongnya. Namti yang lain bisa denger. Nazwa enggak enak."

Roma menurut dan melanjutkan makannya.

"Prisa enggak suka bakso, ya? Kok dari tadi belum dimakan?"

Prisa menoleh pada Nazwa yang duduk di sampingnya. Belum Prisa menjawab, suara lain sudah mendahuluinya.

"Doyannya spaghety kali." Rara yang angkat bicara sambil menambahkan beberapa sendok sambal pedas ke dalam mangkuk baksonya.

"Masa sih?" tanya Nazwa pada Rara lalu beralih pada Prisa. "Emang iya Prisa enggak suka bakso?"

"Udah sih biarin aja, Naz. Kalau dia tahu artinya bersyukur pasti bakalan dimakan kok," sela Wini tanpa menatap Prisa maupun Nazwa.

Prisa meletakkan sendok serta garpunya dengan cukup keras sampai menimbulkan bunyian yang beradu dengan mangkuknya. Ditatapnya tajam Wini yang masih tidak menatapnya meskipun semua menoleh ke arahnya dengan kaget dan juga bingung.

Nazwa panik dan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Bertengkar misalnya. Itu sama sekali tidak lucu.

"Udah gini aja Prisa mau makan apa biar Nazwa pesenin lagi," ucapnya cepat-cepat bahkan sudah berdiri.

Cukup lama Nazwa menunggu Prisa bersuara tetapi Prisa tidak kunjung menjawab. Daripada kelamaan akhirnya Nazwa memutuskan untuk keluar dari meja menuju salah satu stand makanan yang menurutnya ada makanan kesukaan Prisa walaupun ia tidak tahu apa makanan kesukaan cewek itu.

Wini ikut berdiri. Ia tidak terima jika Nazwa diperlakukan semena-mena oleh Prisa. "Naz--," panggilnya namun terpotong oleh kalimat Prisa.

"Gue suka bakso. Lo enggak perlu repot-repot pesenin makanan lain buat gue, Naz."

Gue Prisa [Complete]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang