"Ide yang bagus, 'kan?"
"Ya. Sekali lagi makasih. Untuk sekarang Prisa emang masih aman. Tapi gue nggak akan tinggal diam gitu aja. Dia harus malu sama anak satu sekolah dan guru-guru."
Cewek bersoflen hitam itu menyeringai. Ketidaksukaannya pada Prisa sudah ia lampiaskan dengan memanfaatkan orang yang saat ini masih berdiri di depannya.
"Tapi apa yang harus gue lakuin supaya Prisa malu? Maksudnya gimana caranya?"
"Santai aja nggak perlu buru-buru. Gue cabut. Ntar gue kabarin lagi."
Dan seseorang yang sejak tadi sembunyi di balik dinding berhasil merekam aksi kedua iblis itu. Ya, tak ia sangka bahwa ternyata salah satu di antara mereka bukan manusia. Tapi iblis yang menyerupai manusia. Sedangkan satu orang lainnya memanglah iblis.
Ia harus segera menyerahkan bukti ini pada orang yang tepat. Kasihan sekali nasib Prisa. Sekali lagi ia meringis sebelum memasukkan ponselnya ke dalam saku rok.
"Prisa, lo disuruh menghadap Kepsek sekarang di ruangannya."
Prisa mendongak saat namanya disebut oleh si ketua kelas.
"Ada apaan?" Justru Mily yang menyahut.
"Gue enggak tahu. Gue bukan Kepsek."
"Aish songong lo. Kira-kira kenapa, Pris?"
Prisa menghela napas sembari mengedikkan bahunya. Entah kenapa perasaannya jadi tak tenang.
Apa ...?
Ia gelengkan pelan kepalanya lalu bangkit dari kursi.
"Gue temenin ya?"
"Enggak usah, Mil. Thanks."
Mily menurut. Jujur ia kepo. Tapi yang dipanggil Kepsek cuma Prisa.
"Tuh anak bikin salah apaan ya?"
Tok. Tok. Tok.
"Masuk!"
"Ah, silakan duduk Prisa!"
Prisa duduk di kursi seberang Bu Wahyu.
"Ada apa ya, Bu?"
"Sebelumnya, jujur saya senang karena ada siswi Dharma Jaya seperti kamu."
Prisa mencoba menautkan kedua alisnya.
"Jujur saya juga baru tahu kalau murid Dharma Jaya bertambah satu lagi yang seperti kamu."
Apa bisa to the point saja?
"Jujur ... di satu sisi saya kecewa dengan kamu. Tapi di sisi lain saya sangat menghargai dan senang dengan perubahan sikap kamu. Kamu mau berubah menjadi lebih baik."
Bu Wahyu tersenyum manis. Sejenak ia seruput secangkir kopi beraroma vanila miliknya. Ia tatap lagi Prisa.
"Ah iya," ucapnya lantas membuka laci meja kerjanya.
Sebuah amplop putih Bu Wahyu sodorkan ke arah Prisa.
Prisa arahkan pandangannya pada amplop itu.
Uang?
Haha. Mana mungkin. Uang apa coba? Memangnya Prisa siswi pintar yang mendapat beasiswa begitu?
"Silakan kamu buka!"
Oh, ayolah! Tidak perlu pura-pura bodoh Prisa! Kamu jelas tahu apa isi dari amplop tersebut.
Yayaya. Prisa tahu. Dan sebentar lagi ia akan di-DO.
Tarik napas dalam-dalam sebelum membukanya.
Tanpa sadar Prisa mengucap basmallah saat akan membukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Prisa [Complete]✓
Novela JuvenilGue Prisa. Hidup gue udah rusak sejak SMP. Puncaknya saat gue kelas 10. Gue hamil. Gue benci. Gue aborsi. Dan cuma bisa meringis saat benar-benar merasakan jatuh cinta pada salah satu cowok di sekolah gue, yang sangat-sangat gue sadari bahwa gue eng...