Bab 23 | Kado Ulang Tahun

119 14 0
                                    

Malunya Prisa pada diri sendiri. Untung saja adegan-adegan yang akan terjadi dan yang sudah terekam dalam bayangannya tidak terealisasi. Prisa sudah punya rencana untuk mengancam Bunga. Kalau Bunga melawan, Prisa akan memberi pelajaran. Menjambak, memukul atau menampar misalnya.

Namun siapa sangka jika Bunga adalah singkatan dari Ibu Kenanga. Jelas pemikiran Prisa tidak sampai ke sana. Setidaknya Prisa bisa bernapas lega karena tidak jadi mempermalukan dirinya sendiri.

Acara syukuran ulang tahun Gagah dimulai setelah salat isya'. Ini pengalaman pertama Prisa menghadiri pesta ulang tahun semacam ini. Menggelar acara doa bersama dan diadakan dengan cara sederhana. Semua nampak bahagia dan menikmati acaranya. Memang benar adanya jika ternyata bahagia itu sederhana.

Tamunya juga tidak banyak. Teman-teman anggota rohis meskipun tidak semuanya hadir, seorang ustad yang katanya masih bertetangga dengan Gagah dan keluarga Gagah sendiri hanya ada Ibunya saja.

Prisa sedikit dirundung rasa penasaran akan keluarga Gagah. Tidak ada foto yang menunjukkan anggota lengkap keluarganya. Hanya ada foto Gagah dan Bunga, itu pun hanya ada 2 foto yang terpajang di dinding ruang tengah. Di ruang tamu hanya ada beberapa lukisan kaligrafi dan jam dinding.

Rumah Gagah sederhana dan walaupun hanya tinggal berdua mereka terlihat bahagia. Setidaknya itulah penilaian Prisa untuk saat ini.

Tidak ada acara tiup lilin dan potong kue. Momen tersebut diganti dengan acara potong tumpeng. Prisa jadi ragu untuk memberikan kue ulang tahun yang sudah dibelinya tadi pada Gagah. Seandainya ada acara tiup lilin pun Prisa akan tetap memberikannya karena kue itu Prisa beli khusus untuk Gagah. Namun acara potong tumpeng di depan sana mengurungkan niatnya.

Acara terakhir adalah makan bersama. Menu makanannya pun sederhana semua tapi terlihat menggugah selera. Prisa mengambil nasi, sayur sop serta telur ceplok balado tidak lupa dengan sambal pedasnya. Bukan hanya demi kesopanan karena sudah dijamu oleh tuan rumah melainkan karena memang kebetulan Prisa lapar.

"Kok cuma telur aja?" tanya Bunga yang duduk tak jauh dari Prisa.

Prisa mendongak. "Iya ini udah cukup kok, Tante," jawabnya.

"Panggil aja Bunga kayak yang lainnya. Enggak usah sungkan," ujar Bunga. "Saya ambilin ikannya ya."

Prisa menahan napasnya ingin menolak. Tapi sungguh untuk kali ini Prisa tidak berani menolak seperti biasanya. Dan ikan yang paling tidak Prisa sukai pun kini sudah nangkring di tepian piringnya.

"Ayo, semuanya silakan nambah ya makan yang banyak jangan malu-malu." Bunga berujar dengan senyumnya yang lebar.

Dan benar saja. Mereka makan dengan lahap bahkan tidak sungkan untuk nambah ini itu. Mungkin karena sudah kenal lama dan akrab jadi mereka tidak canggung.

Prisa makan dengan pelan. Ikan di tepian piringnya terasa menganggu. Ingin membuangnya tapi jelas tidak mungkin. Memilih pasrah dan membiarkannya saja. Prisa menghabiskan makannya tanpa nambah meskipun memang benar jika masakan Bunga itu enak.

"Jangan!" titah Prisa pelan menahan tangan Nazwa.

"Kenapa?" tanya Nazwa bingung.

"Ini aja ambil punya gue." Prisa menyendok ikannya lalu dipindahkan ke piring Nazwa.

Nazwa diam tidak menolak kemudian tersenyum. "Beneran ikannya buat Nazwa?"

Prisa mengiyakan tanpa mengatakan alasannya. Untung Nazwa tidak banyak tanya dan malah mengucapkan terima kasih. Cewek berjilbab hijau muda itu terlihat senang sekali menerima ikan pemberian Prisa. Entahlah kenapa bisa seperti itu. Prisa tidak ingin pusing memikirkannya. Dan lalu bisa bernapas lega setelahnya. Prisa tidak bingung lagi harus mengapakan ikan itu. Lebih untungnya lagi Bunga tidak melihat aksinya barusan.

Gue Prisa [Complete]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang