Jika saja Agra bukan adiknya, Prisa sudah pasti menghajar bocah tengik itu.
Karena ternyata pelaku/perampok ponselnya itu adalah Agra--- adik sialannya sendiri.
Prisa misuh-misuh dan sudah gatal saja sebenarnya tangannya ini.
"Hahaha." Mily saja masih ngakak. "Lo emang gila, Ag. Untung kakak lo nggak lapor polisi."
"Lapor juga nggak masalah. Toh kalau gue buka topeng dan tinggal ngaku kalau gue ini adiknya Prisa, tuh polisi nggak bakal jadi nangkep gue."
"Oh ya? Percaya diri sekali Anda." Prisa memutar malas kedua bola matanya.
"Oh ya jelas dong. Emang lo bakal tega ngepenjarain adek lo sendiri?"
Iya juga sih.
"Udah ah gue cabut dulu."
Suasana mendadak hening setelah kepergian Mily.
Prisa yang sejak tadi misuh yang diselingi dengan sedikit tawa, kini berubah diam seribu bahasa membuat sang adik berkerut alis.
"Lo kenapa dah? Nggak ikhlas hapenya buat gue?"
Prisa menatap Agra agak lama lalu tak lama ia menggeleng pelan. "Ikhlas," jawabnya.
Agra tambah bingung. Geleng kepala tapi jawab ikhlas. Kok tidak nyambung.
"Kenapa sih? Mau nyusul Mily ke kelab? Apa galau diputusin sama pacar lo? Kalau iya, sini biar gue kasih pelajaran orangnya. Enak aja bikin kakak gue sedih."
"Apaan sih lo?"
"Nah gitu kek jawab."
Padahal barusan Agra tidak bersungguh-sungguh dengan ucapannya.
"Ceritalah kalau ada masalah. Gue bukan orang lain."
"Apa lo kangen Papa?"
Sepersekian detik Agra yang semula tak menatap Prisa, kini jadi menatap cewek itu. Perlahan tatapannya berubah jadi lekat.
"Kenapa?"
"Jawab dengan jawaban!"
Agra menghela napas.
"Buat apa? Emang Papa kangen sama kita?"
"Iya atau enggak?"
"Ck. Iyalah. Biar pun Papa udah jahat sama kita, tapi gue tetep kangen."
Prisa mengangguk. Agra memang bukan tipe cowok gengsi yang malu mengakui perasaannya.
"Papa juga kangen sama lo."
"Lo yang barusan ngomong?" Agra tertawa menganggap Prisa bercanda.
"Papa pengin ketemu sama lo."
"Pris---"
"Sekarang? Atau kapan?"
Agra pindah posisi menempati ruang kosong di sebelah Prisa. Cowok itu sentuh kedua pundak kakaknya.
"Gue nggak paham," ujar Agra lembut. "Coba lo tenangin diri dulu. Bicara yang bener."
Rasanya, tidak ada yang salah dengan ucapan Agra barusan. Toh ia mengatakannya dengan ekstra kelembutan. Tapi kenapa Prisa malah menangis?
"Papa sakit," cicit Prisa.
Agra tersentak mendengarnya. Dari mana Prisa tahu?
"Gue udah ketemu sama Papa."
Fakta apa lagi ini?
"Lo juga kangen, 'kan? Lo mau ketemu Papa sekarang?"
Agra mengembuskan napasnya panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Prisa [Complete]✓
Teen FictionGue Prisa. Hidup gue udah rusak sejak SMP. Puncaknya saat gue kelas 10. Gue hamil. Gue benci. Gue aborsi. Dan cuma bisa meringis saat benar-benar merasakan jatuh cinta pada salah satu cowok di sekolah gue, yang sangat-sangat gue sadari bahwa gue eng...