Giliran Nazwa yang tidak menampakkan wujudnya di sekolah. Bahkan hampir dua minggu lamanya. Dan sekarang usut punya usut dari gosip yang beredar, Nazwa sudah pindah sekolah.
Prisa menghela napas. Jujur ia masih kepikiran dengan kalimat Nazwa waktu itu yang mana cewek itu menyalahkan dirinya atas sakit yang dialami oleh Papa Nazwa.
Bukan hanya Prisa, Agra dan Mily pun demikian. Namun Agra yang lebih dominan sering bertanya apa maksud ucapan gadis jahat itu.
"Apa lo pernah nyakitin bokapnya?" tanya Agra kala itu di suatu hari.
Menyakiti Ayahnya?
Oh ... kenal saja tidak. Toh Prisa juga belum lama kenal dengan Nazwa saat itu meskipun mereka satu kelas.
"Ini bakal terdengar buruk tapi apa kira-kira lo mau coba saran dari gue?" tanya seseorang di hadapan Prisa dengan hati-hati.
Cewek itu dongakkan kepalanya. Terdiam sebentar sebelum akhirnya memberi tanggapan.
"Saran apa?"
Gagah berdeham. Sebenarnya cowok itu takut kalau Prisa akan marah atau apa padanya setelah ia mengatakan ini.
"Lo temuin Nazwa," ujarnya sekali lagi kini lebih hati-hati.
Kerutan samar tercetak di dahi Prisa.
Gagah melanjutkan. "Kalau misal lo nggak berani nemuin dia sendirian nanti gue temenin."
"Maksudnya gue takut kalau bakal terjadi hal buruk lagi kayak kemarin."
Prisa menopang dagunya dengan kedua tangannya.
"Buat apa gue temuin dia?"
"Buat menemukan jawabannya. Daripada lo uring-uringan terus kayak gini."
"Jujur gue udah muak banget sama dia, Gah. Gue nggak sudi ketemu sama dia. Terus gue harus ngobrol gitu sama dia?" Prisa tertawa hambar.
"Ya oke kalau lo nggak mau." Gagah tidak memaksa. Dia tersenyum tipis.
"Ya ampun. Saya benar-benar tidak menyangka loh, Nak Prisa."
Bunga muncul dari dalam. Tangannya membawa nampan berisi dua gelas minuman dan stoples camilan yang lalu diletakkannya di atas meja teras.
Prisa membalasnya dengan senyuman hangat. Hatinya terkekeh kecil dengan sambutan yang diberikan oleh Bunga.
Wanita itu ikut duduk bergabung dengan dua sejoli di sana.
"Tapi kamunya nggak apa-apa 'kan?" tanya Bunga. Dari nada bicara dan raut wajahnya, sepertinya Bunga khawatir dengan Prisa.
"Nggak pa-pa kok, Bunga. Waktu itu saya juga syok sama kayak Bunga."
Bunga mengangguk-anggukkan kepalanya. Benar. Ia syok saat mendengar cerita dari anaknya. Bagaimana bisa seorang gadis baik dan lugu seperti Nazwa ternyata bisa melakukan hal mengerikan seperti itu?
Ketika mengetahui bahwa keadaan Prisa selamat dan baik-baik saja, Bunga merasa sedikit lega. Setelahnya ia meminta pada Gagah untuk mengajak Prisa main ke rumah. Rasa-rasanya Bunga belum 100% lega kalau belum melihat langsung keadaan Prisa.
"Ibu pasti lagi goreng tempa, 'kan?"
"Astaghfirullah." Wanita itu menepuk jidatnya lalu tergopoh kembali masuk ke dalam rumah.
Bisa bahaya ini kalau tempe yang sedang digorengnya gosong. Bunga 'kan sedang masak untuk makan siang dengan Prisa dan Gagah tentunya.
Keduanya tertawa dengan tingkah Bunga. Ada-ada saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Prisa [Complete]✓
Teen FictionGue Prisa. Hidup gue udah rusak sejak SMP. Puncaknya saat gue kelas 10. Gue hamil. Gue benci. Gue aborsi. Dan cuma bisa meringis saat benar-benar merasakan jatuh cinta pada salah satu cowok di sekolah gue, yang sangat-sangat gue sadari bahwa gue eng...