4//

4.9K 471 57
                                    

Jangan lupa tinggalkan vote dan koment~

Jangan lupa tinggalkan vote dan koment~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

😭

-

Aku mengunyah tteobokki-ku dengan semangat, membiarkan lidahku menerima ledakan rasa lezat yang sedikit membuncah. Sementara Hani di sampingku masih setia dengan lolipopnya yang tidak kunjung habis sedari tadi. Hari ini—lebih tepatnya malam ini pasar kuliner yang aku dan Hani kunjungi terlihat sedikit ramai. Cukup menyenangkan sebab memiliki banyak jenis makanan dimana-mana. Belum lagi ada perasaan sedikit bahagia saat aku dengan sengaja mengajak setiap penjual yang aku kunjungi berbicara. Hitung-hitung menyombongkan diri kalau aku bisa menguasai bahasa mereka.

"Aku tidak tahu. Semuanya terjadi begitu saja! Hoseok mengirimiku pesan lalu menelponku dengan nomor Yoongi. Ah, aku bahkan lebih merasa takut dibanding senang," ucapku lalu memasukkan sesuap tteobokki lagi ke dalam mulutku.

Hani mengangkat sebelah alisnya. "Aku pribadi juga terkejut mendengar ceritamu. Mendengar kau dinotice oleh Hoseok itu benar-benar hal yang mengejutkan. Bukankah terlalu tidak masuk akal?" Hani menghisap lolipopnya lalu kembali menatapku. "Tapi, kalau tidak karena idemu yang sederhana itu, kau tidak akan di notice seperti itu. Berterimakasihlah pada dirimu sendiri."

Aku tersenyum. Memang dengan Hani sudah seperti berkonsultasi dengan psikolog paling bagus sepenjuru dunia. Benar-benar jujur, netral, dan tidak menggurui. Selalu paham dan selalu seakan berada di posisi si pencerita. Sangat baik. Tidak akan dilepaskan, jarang sekali ada teman yang seperti ini.

"Lalu, apa yang kau takutkan?" tanya Hani heran.

Aku mengangkat kedua bahuku. "Aku tidak tahu. Aku hanya merasa takut saja."

Hani mengangguk paham lalu berucap, "Itu karena kau terlalu bahagia dan berlebihan, makanya kau merasa takut."

Aku mencelupkan kembali tteobokki yang tadinya ingin aku makan. Tiba-tiba merasa tidak nafsu saja ketika rasa takut menyelimutiku kembali. "Ah, semoga saja begitu." Tentu banyak ketakutan yang menyerangku. Tidak dipungkiri bagaimana jika seluruh dunia tahu kalau aku sempat berbincang melalui telepon dengan Hoseok? Tidakkah cukup berbahaya mengingat ia memiliki banyak penggemar? Iya. Berbahaya. Menakutkan.

Hani mengangguk. "Baiklah, lupakan itu dulu. Jadi, apa rencanamu selanjutnya?"

"Rencana apa?"

"Rencana masa depanmu." Hani menatapku sebentar. "Seperti novelmu atau apapun itu."

Aku mengulum bibirku, mencoba berpikir untuk menjawab pertanyaan dari Hani. "Sepulang dari sini, yang pasti aku ada pertemuan dibeberapa gramedia dan mungkin aku akan membuat novel baru lagi."

Hani mengangguk, tangannya terangkat untuk menepuk kepalaku. Mengusaknya sejenak sembari tersenyum hangat. "Aku bangga punya sahabat penulis sepertimu. Setiap karyamu selalu terjual habis di pasaran dan setiap berjalan bersamamu di Indonesia pasti akan risih karna fansmu itu selalu meminta foto. Tidak apa-apa. Menjadi terkenal memang banyak resikonya."

ROUND✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang