Ayo, vote ke berapa kalian?
Jangan lupa vote dulu sebelum baca, habis itu komen banyak2 ya!
Jangan lupa baca author note di bawah~
--
"KAU BODOH?!"
Kyei reflek menutup kedua matanya rapat. Matanya semakin memanas kala mendengar tendangan keras pada kursi di samping ranjangnya. Jemarinya saling mencengkram erat di balik selimut guna menghalau takut. Deru napas penuh emosi menjadi anak panah tersendiri di lubuk hatinya, memancing air mata yang sedari tadi ditahan untuk segera meluap dan meluruh. Takut sekali.
"Ma-maaf, Bi—"
"Apanya maaf?! Mau mati saja?!" bentak Bima lagi. Laki-laki itu mengusak rambutnya kasar lalu meremas rambutnya erat. Gertakan kuat tercetak jelas di rahang tegasnya.
Sekali lagi Bima menendang barang di sekitarnya, kali ini jatuh pada lemari di dekatnya. "Harusnya kau tahu batasanmu, Kyei!" teriaknya.
Hani segera bangkit dan memeluk Bima saat laki-laki itu berjalan mengikis jarak dengan Kyei. Takut kalau sampai-sampai Bima melukai Kyei. Mengelus rambut lepek penuh keringat itu lembut dan turun ke punggung tegapnya, menepuk-nepuk memberi ketenangan. Wajah Bima yang memerah dan penuh air mata membuat Hani khawatir. Bima sudah sampai batasnya semenjak menahan mati-matian sedari tadi malam.
Kemarin. Tengah malam, Bima mendadak menelpon Hani. Di ujung sana, Hani sudah mati-matian berteriak pada Bima pasalnya laki-laki itu menelepon tetapi hampa yang didapat Hani—hening. Masih dalam keheningan, deruan serta desisan angin malam yang terdengar samar oleh Hani semakin membuatnya paham kalau Bima sedang tidak baik-baik saja. Terus bertanya dan mendesak saat isakan kecil mulai terdengar oleh rungunya. Bima menangis dan itu membuat tubuh Hani membeku.
Hani dengan segera mematikan panggilan dan beralih melepon taksi. Melacak posisi Bima dan dengan segera menyusul laki-laki itu. Di atap sebuah rumah sakit, dipojokan penuh sesak dan gelap laki-laki itu meringkuk. Bahunya naik turun menahan isakan. Hani melangkahkan kakinya mendekati Bima, mengusap rambutnya penuh sayang hingga laki-laki itu mendongak menatapnya. Kacau sekali. Matanya dan bibirnya memerah bengkak.
"Bim—"
Mata Hani membola kala tubuhnya terhuyung dan jatuh ke pelukan Bima. Canggung sekali tapi terasa nyaman. Klason mobil di tengah malam seakan menjadi pertanda kalau Hani harus tersadar dari keterpakuannya. Gadis itu mengusap kepala Bima yang terbenam di ceruk lehernya. Membiarkan laki-laki itu menangis tanpa bertanya. Meluapkan semua yang terasa di hatinya dan memilih untuk tidak menuntut. Ketenangan adalah kuncinya di sini.
Hani tahu bagaimana memperlakukan Bima dengan baik. Lihat, laki-laki itu mengangkat wajahnya, melepaskan pelukannya lantas membuang pandang, pasalnya sedikit malu memperlihatkan sisi lemahnya, terlebih di depan gadis yang disukainya. Hening sebentar menyelimuti mereka, Bima sendiri sepertinya bingung harus bercerita dari mana. Niat awalnya tidak ingin mengabari siapapun, tapi setelah mendengar semuanya—Bima kacau. Berdeham memecah hening, mulut Bima terbuka memulai ceritanya tanpa sembunyi sedikit pun.
Hani membeku. Ponsel yang sedari tadi ia pegang sontak terjatuh dan melebur tanpa dipedulikan. Katakan Hani bodoh karena awalnya ia beranggapan Bima menabrak orang dan ketakutan sebab ia belum lama berada di Korea. Tapi, setelah ia mendengar semuanya, Hani tahu. Bukan hanya Bima yang digerogoti ketakutan, dirinya pun mulai digerogoti. Barang sedetik Hani dapat merasakan jantungnya berhenti berdetak dan udara tidak bisa memasuki paru-parunya. Pengap sekali.
Perlahan Hani mendudukan dirinya di samping Bima. Pandangan kosong itu menembak lurus pada titik pandang terjauhnya. Salivanya membatu sebab sulit sekali ditelan. Masih dikuasi keterpakuan Hani menoleh susah payah pada Bima, membuka mulutnya sejenak lalu berujar, "Yoongi—apa dia tahu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ROUND✔
Fanfiction(FOLLOW DULU SEBELUM DIBACA) "Bagaimana rasanya bertemu dengan idol yang kau kagumi?" Mencintai sesuatu yang agaknya terlihat mustahil dimiliki memang bukan hal yang jarang lagi. Berderetan populasi di dunia ini melakukan hal yang sama. Tapi, tidak...