Dua Puluh Tujuh (Re-Publish)

6.6K 547 21
                                    

Berita kehamilan Marinka akhirnya tiba juga di telinga Abel dan Dito. Tak bisa dipungkiri jika mereka senang akan menambah cucu lagi dari Rafka. Tapi lagi-lagi sifat keras kepala Abel seolah menutup matanya. Hari itu Dito dan Abel pergi menuju rumah baru Rafka. Putranya itu menggelar syukuran rumah baru mereka sekaligus syukuran kehamilan Marinka. Setibanya disana, aeperti biasa Abel tak banyak bicara. Hanya Dito yang berbasa-basi dengan orang tua Marinka. Abel lebih memilih menyibukkan diri dengan mengasuh Cantika.

Angga putra Marinka dari suami pertamanya tampak senang saat melihat kedatangan opa dan omanya. Meski baru pertama kali bertemu, Angga terlihat senang dan tak canggung saat Dito menggendongnya. Tapi lain hal dengan Abel yang hanya tersenyum singkat tanpa berniat menggendong atau bahkan memeluk Angga. Hal itu tak luput dari penglihatan Rafka, Marinka dan kedua orang tua Marinka. Meski terlihat ceria, Rafka yakin putranya itu merasa sedih karena tak bisa memeluk neneknya. Ia memilih bermain sendiri di sofa bersama sepupu-sepupunya.

"Sayang kamu kan udah janji ngga akan bersikap kayak gini." bisik Dito saat keduanya tengah menyantap makan siang selesai pengajian. "Kayak gini gimana?" tanya Abel pura-pura tidak mengerti.

"Papa yakin kamu mengerti apa yang papa maksud. Tolonglah Ma jangan bersikap seperti ini. Marinka dan Rafka sudah menikah. Mau seperti apapun tidak bisa sayang. Tolong akui Marinka sebagai menantu kita. Papa sampai malu gara-gara Mama ngga mau basa basi sama orang tua Marinka." ucap Dito menahan marahnya.

"Terus itu tadi mama acuhin Angga. Dia juga cucu kita, meski cucu kita masih dikandung mamanya. Tolonglah jangan seperti ini sayang. Dirumah mama janji ngga akan bersikap kekanak-kanakan kayak gini." pinta Dito melembut.

Abel merasa dipojokkan oleh suaminya sendiri. Kehadiran Marinka menyita perhatian seluruh keluarganya termasuk sang suami. Abel jadi kesal sendiri karena memiliki saingan. Ia sedikit membanting sendok dan garpunya di meja. Dito kaget melihat istrinya kembali emosi seperti itu. Untungnya mereka duduk di pojokan jadi tak ada yang menyadari kalau ada sedikit percekcokan diantara mereka.

"Bukannya dia udah papa akui jadi menantu. Ya sudah ngapain butuh pengakuan mama. Terus soal Angga yang papa anggap cucu, silahkan mama ngga melarang. Cucu mama baru satu yaitu Cantika. Kalaupun nanti bertambah cucu mama cuma dari kakak dan dedek. Diluar itu, itu semua cucunya papa." ucap Abel kesal sambil beranjak meninggalkan suaminya. Dito menahan tangan istrinya. Lagi-lagi Dito harus menggunakan cara yang lebih halus lagi agar istrinya bisa menerima kehadiran Marinka dan Angga dalam keluarga besar mereka.

***

Marinka tidak begitu lama menyapa tamu yang hadir. Rasa mual yang dialaminya membuatnya berbaring diranjang. Rafka tampak kebingungan sendiri karena kondisi istrinya yang tidak stabil karena muntah sepanjang hari membuat tubuhnya lemas. Ia meminta istrinya untuk beristirahat dikamar. Di dalam kamar, Rafka menemani istrinya hingga terlelap. Marinka mengeluh sakit kepala dan sedikit keleyengan.

Dengan perlahan Rafka memijat kepala istrinya hingga terlelap. Rafka tersenyum. Ia mengecup lembut bibir dan dahi istrinya. Tangannya mengulur ke arah perut sang istri. Dirabanya pelan dan sangat hati-hati. "Baik-baik di dalam sana ya anaknya ayah. Jangan bikin ibu muntah-muntah terus ya dek. Ayah, ibu dan kakak Angga sayang sama dedek." bisik Rafka. Dikecupnya perut Marinka yang tertutup gamis berwarna salem. Lalu ia pun meninggalkan kamar.

Baru saja menutup pintu kamar, Rafka bertemu dengan mertuanya yang tampak kebingungan. "A lihat Angga ngga? Itu anak pergi kemana ya. Mau mama suapin. Pasti dia udah kelaperan." ucap Mama Maya mertuanya.

"Tadi sih Aa lihat Angga lagi main sama sepupu-sepupunya. Terus belum lihat lagi keburu anter Ririn ke kamar. Kepalanya sakit terus agak keleyengan juga." ucap Rafka.

TO BE WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang