Tiga Puluh (Re-Publish)

6.1K 492 22
                                    

Di suatu pagi yang cerah.

"Sayang...." teriak Rafka dari dalam kamar. Marinka yang tengah memasak menghentikan kegiatannya. "Sayaaaaang." teriak Rafka lebih kencang.

"Iya Ayah. Lagi masak Yah. Kenapa?"

"Sayang sini donk." Kali ini Rafly melongokkan kepalanya dari atas tangga. "Kenapa sih Yah teriak-teriak." Marinka mematikan kompor dan bergegas menghampiri sang suami di kamar mereka.

"Ada apa sih ayah. Pagi pagi udah teriak."

"Loh ayah mau kemana? kok beresin baju segala? Bukannya ayah berangkatnya akhir bulan ya." tanya Marinka sedih meliha suaminya yang sudah membereskan pakaian kedalam sebuah koper besar.

"Ayo beresin baju yank. Kita nginep dirumah bunda mulai hari ini sampai ayah berangkat ke London." ucap Rafka sambil memasukkan pakaian-pakaian miliknya.

"Eh... Tinggal sama bunda? Aduh yah ibu belum siap." tolak Marinka.

"Kamu ngga bakalan siap kalo ngga dimulai lebih awal sayang. Semakin cepat kamu dekat sama bunda, semakin cepat bunda buka hati buat kamu."

"Tapi yah..." Marinka tampak ragu. Rafka mengelus pundak istrinya dan mulai memberikan pengertian agar istrinya setuju untuk tinggal dirumah keluarga Wiguna. Meski ragu akhirnya Marinka menyetujui untuk tinggal bersama ibu mertuanya. Ia pun membantu suaminya untuk membereskan pakaian mereka dan juga Angga lalu keluarga kecil itu sarapan bersama.

***

Setelah sarapan dan memasukkan barang-barang kedalam bagasi mobil, Rafka dan keluarga kecilnya langsung berangkat menuju kediaman keluarga Wiguna. Sepanjang jalan Rafka dan Angga saling melemparkan canda satu sama lain.

Sementara itu Marinka tampak pendiam. Hanya sesekali ia menanggapi obrolan suami dan anaknya. Sejujurnya ia keberatan jika harus pindah tinggal bersama ibu mertuanya, apalagi keluarga mertuanya belum belum sepenuhnya menerima pernikahan mereka.

Ia was was jika nanti ditinggal sang suami, pasti akan ada rasa tidak nyaman satu sama lain. Marinka tak enak jika menolak permintaan suaminya. Melihat istrinya lebih banyak diam, Rafka pun menggenggam tangan istrinya. "Lagi mikirin apa sih sayang? Dari tadi diem aja." tanya Rafka mengajak bicara.

Marinka menggelengkan kepalanya. "Gpp yah." Ia tersenyum.

"Jangan bohong sayang. Mas tahu kamu keberatan tinggal sama bunda..."

"Kalo mas tahu, kenapa masih tanya." Potong Marinka.

"Sayang, maksud mas baik untuk mencoba mendekatkan kamu sama bunda. Bunda bersikap seperti ini karena belum kenal kamu dengan baik. Begitu pun sebaliknya." jelas Rafka.

Marinka hanya diam tak menanggapi pernyataan suaminya.

Rafka menggenggam tangan Marinka, lalu menciumnya dengan lembut. "Sayang, kok diam sih?"

"Aku bisa apa. Ngga berani melawan keinginan suami walaupun aku ngga mau." Marinka cemberut.

"Ya udah kita ngga jadi tinggal sama bunda. Kita puter balik lagi. Pulang ke rumah aja, gimana."ucap Rafka melihat istrinya manyun.

"Ngapain balik lagi. Tuh udah sampe rumah bunda. Kalo pun mau balik lagi dari tadi bukannya udah sampe baru bilang puter balik." Rafka mengedarkan pandangannya dan baru sadar kalau mobilnya sudah berhenti di depan gerbang rumah keluarga Wiguna.

Bahkan Pak Ono, penjaga rumah berlarian untuk membuka gerbang rumah. "Eh Den Rafka. Mari masuk den." sapa Pak Ono sambil mendorong gerbang.

"Disuruh masuk Ayah. Ngapain bengong. Panas nih." ucap Marinka sedikit kesal. Mobil yang dikendarai oleh Rafka akhirnya masuk ke dalam garasi.

***

"Omaa..." teriak Angga sambil berlarian masuk ke dalam rumah. Bocah kecil itu tampak senang saat melihat neneknya muncul dari dalam rumah. Angga memeluk neneknya dengan erat.

"Aduh makin berat ya. Oma ngga kuat gendong nih lama-lama." ucap Abel sambil mencium dahi Angga. Ia melihat Rafka dan Marinka turun dari mobil. Ia tampak mengerenyitkan dahi melihat Rafka mendorong dua koper besar.

"Assalammualaikum bunda." Sapa Rafka. Ia mencium tangan bundanya. Begitu juga dengan Marinka yang tampak tak nyaman.

"Ayo masuk." ucap Abel sambil masuk ke dalam rumah. "Tolong bawa ke kamar saya Pak." ucap Rafka menyerahkan kedua kopernya kepada Pak Ono. Pria lanjut usia itu mendorong koper Rafka ke kamar.

Marinka tampak canggung. Ia memilih menunggu suaminya untuk masuk ke dalam rumah. "Kok masih diluar sayang. Yuk masuk." Rafka menggenggam tangan istrinya untuk masuk ke dalam rumah. Disana ia melihat bundanya tengah duduk di sofa ruang tengah sambil becanda dengan Angga yang duduk di pangkuannya.

"Mau kemana kamu bawa koper gede." tanya Abel saat keduanya sudah duduk. Ia menatap Rafka dan Marinka bergantian. Marinka langsung menundukkan kepalanya. "Hm... bunda kami minta izin untuk tinggal disini."

Abel terdiam. Rafka bertanya-tanya dalam hati.

"Bukannya kamu punya rumah sendiri, kenapa mesti tinggal di sini."

"Gini Bund... bulan depan Kakang ada kerjaan di London kira-kira satu bulan. Nah kebetulan Marinka lagi hamil muda, kasihan kalau sendirian dirumah. Untuk itu Kakang ajak tinggal disini biar ada temannya. Boleh kan Bunda?"

"Kenapa ngga telpon dulu sebelumnya. Maen datang langsung." ucap Abel ketus.

Marinka semakin tak enak. Ia meremas kemeja suaminya. Rafka makin tak enak. "Maaf bunda kalo kita datang mendadak."

"Ngga tahu ah pusing." ucap Abel sambil beranjak pergi meninggalkan Rafka dan Marinka. Ia memilih masuk ke kamarnya daripada emosinya kembali melonjak akibat putranya yang datang dan ingin tinggal tanpa pemberitahuan dulu.

***

"Kita pulang aja, Yah." ucap Marinka saat melihat Rafka membuka koper.

Rafka membalikkan badan lalu tersenyum. "Aku jadi serba salah. Ngga nyaman. Kita pulang aja ya." pinta Marinka.

"Ayah tahu apa yang ibu rasakan. Ayah juga ngga enak kayaknya bunda ngga suka kita tinggal di sini. Tapi sekarang udah terlanjur yank. Besok kita pulang lagi ke rumah. Hari ini anggap aja kita menginap ya."

"Beneran pulang kan? Ngga bohong."

Rafka mengangguk. "Iya kita pulang besok. Bener kata kamu mending jangan tinggal di sini. Kamu gapapa kan tinggal di rumah berdua sama Angga."

"Insya allah gapapa ayah. Lebih baik ibu sama Angga tunggu ayah pulang di rumah aja. Nanti kan ada ibu dan bapak yang jenguk juga."

"Ya udah kalo gitu. Bukan apa-apa sih. Tadinya ayah kasihan kalo ibu dirumah. Kalo ada apa-apa gimana."

"Insya allah kami baik-baik aja." Rafka mencium dahi istrinya. "Kita istirahat ya. Ayah mau peluk ibu sama dedek. Kakak Angga udah tidur duluan." Rafka mengelus perut istrinya. Marinka mengangguk.

Keduanya berbaring diranjang, menyusul Angga yang sudah terlelap lebih dulu. Kedua sejoli itu berbincang sejenak sebelum akhirnya terlelap.

***

TBC

TO BE WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang