Dua Puluh Delapan (Re-Publish)

7.2K 497 16
                                    

Makasih ya buat temen-temen yang udah ikutan Vote kemaren

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makasih ya buat temen-temen yang udah ikutan Vote kemaren. Yang cuma lihat aja ngga ikutan vote juga makasih ^^

Atas permintaan kalian Kakang & Marinka aku UP lagi. Kalo rada ngga nyambung jalan ceritanya maaf ya. Tadi pagi pas bangun tidur langsung flu berat ampe skg. Makanya ini idung ga berenti ditempelin tissu :'(

Yuk ah dilanjut. Semoga kalian semua sehat-sehat terus ya Amien.

***

"De masa sih elo ngga mau ke London? Urusan kerjaan loe yang di sini biar gue yang handle." ucap Rafka. Ia terlihat galau karena proyek kerjaannya yang di London mengalami kendala. Rafka yang dari awal membangun proyek di sana tampak gamang karena harus meninggalkan istri dan anaknya hampir dua bulan. Belum lagi Marinka yang bawaannya nempel terus pastilah akan menimbulkan masalah buatnya.

"Sorry Kang bukannya gue ngga mau, tapi sedari awal kan elo yang dapet proyek itu, dan hampir dua tahun ini elo yang ngurusin. Gue cuma kasih masukan doank tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ngga etis donk kalo tiba-tiba gue yang ambil alih kerjaan loe. Begitu juga sama kerjaan gue. Elo juga sama kayak gue cuma di mintai pendapat. Intinya ngga ada cara lain selain elo yang harus pergi kesana sama tim."

"Tapi elo tahu kan Marinka ngga mungkin gue tinggal sendiri. Orang tua Marinka ngga ada di Bandung. Mereka juga mengajar jadi ngga bisa nemenin dia lama-lama. Belum lagi manjanya itu ya ampun."

"Itu derita elo Bro. Elo ngga usah curhat ama gue. Oke selamat berjuang Bro. Gue yakin elo bisa bikin kakak ipar mengerti. Secara di ranjang aja elo bisa taklukin dia masa cuma kayak gini ngga bisa." goda Rafly membuat Rafka mendelik kesal. "Sialan Loe!" umpat Rafka.

Rafly tertawa melihat kembarannya terlihat gelisah. Keberangkatannya masih seminggu lagi tapi Rafka galaunya sudah seperti orang yang baru putus cinta. "Elo udah bilang belum sama kakak ipar?" Rafka menggeleng.

"Buruan bilang Bro dari sekarang biar ngga kerepotan jelasinnya kalo dia ngambek. Bilang aja kalo ngga berangkat sekarang, nanti kalo dia lahiran elo ngga bisa nungguin. Pasti dia ngga mau kan pas lahiran elonya ngga dampingin."

"Ngga segampang itu dek bilangnya. Dia itu jadi super sensitif sejak hamil. Kalo gue pulang nempel mulu. Bahkan gue boker aja dia nungguin di depan kamar mandi." Rafly semakin tertawa ngakak. "Gila ya istri loe. Gue mah ogah banget nungguin orang boker."

"Tiap mau kerja aja gue harus bujuknya setengah mati, padahal dia tahu gue bakalan balik ke rumah. Kalo dia tahu gue mau ke London dua bulan gimana ceritanya coba. Apa kagak bengkak itu mata kalo tahu mau ditinggal. Ditinggal kerja aja udah nangis bombay dia. Hadeh..."

"Itu tantangan buat loe Kang. Elo jelasin pelan-pelan. Dia bakalan ngerti kok. Gue jamin." ucap Rafly meyakinkan. Rafka terdiam.

***

Renata melihat Rafka tampak risau. Kakak beradik itu tengah makan siang bersama disebuah tempat makan yang tak jauh dari kantor mereka. Renata menyikut Rafly yang makan dengan tenang. "Kakak loe kenapa dek?" bisik Renata kepada Rafly. Rafly mengangkat wajahnya dan menatap Rafka yang tampak semakim kusut.

"Menurut loe kenapa?" tanya Rafly balik.

"Ck... Malah tanya balik. Gue ngga tahu dia kenapa makanya tanya, gimana sih."

"Ya menurut kakak expresi dia kayak gitu kenapa? Ngga mungkin lagi seneng kan."

"Lama-lama gue emosi ngomong sama loe." Renata meneloyor kepala Rafly. Ia membalikkan badan menatap Rafka. "Kenapa sih kayak lagi mikirin urusan negera aja." tanya Renata.

"Gue lagi bingung Kak?"

Renata memejamkan matanya menahan kesal kepada si kembar. "Iya gue paham loe lagi bingung. Yang gue tanya loe bingung kenapa?" Rafka pun menceritakan apa yang tengah ia alami. Ia bingung karena harus meninggalkan istrinya yang tengah hamil muda selama dua bulan.

Ia tak mungkin membawa istrinya turut serta karena kondisi istrinya yang tidak memungkinkan untuk bepergian jauh apalagi naik pesawat lama. Jangankan naik pesawat, untuk kontrol ke rumah sakit terdekat saja Marinka sudah berkali-kali menepi dan muntah. Belum lagi sejak hamil ia menjadi sangat manja dan tak lepas dari suaminya.

"Hmm... Pantesan loe bingung Kang. Istri loe yang mandiri berubah jadi manja sejak hamil. Mirip gue dulu waktu hamil Cantika tapi ngga parah gitu."

"Nah iya kan. Belum kalo mau berangkat kerja ya allah gue ampe pusing tiap pagi. Pengen marah tapi gara-gara gue istri kayak gini." canda Rafka.

Renata memukul pundaknya. "itu loe tahu masih pake tanya segala lagi. Loe tenang aja nanti gue sering-sering mampir temenin deh." Rafka mengangguk.

***

Setibanya dirumah.

"Ayaaah." Angga berlarian kearah pintu rumah saat mendengar suara Rafka datang. Rafka langsung menggendong jagoannya itu tak lupa ia ciumi juga. "Aduh jagoannya ayah makin berat aja nih."

"Geli ayah." Tubuh Angga bergerak-gerak karena ciuman Rafka. Ia tertawa. "Ibu mana sayang?" tanya Rafka. "Ibu tidur ayah." ucap Angga sedih.

"Ya sudah gapapa nak. Biarin ibu istirahat. Abang Angga udah makan belum? Ayah bawain bebek goreng nih."

"Yah dedek bayinya nakal. Bikin ibu tiduran telus. Angga ngga suka." ucapnya kesal. Rafka tersenyum. "Dedek bayinya ngga nakal sayang."

"Telus kalo ngga nakal kenapa bikin ibu tidul telus. Angga kan mau main ditemenin ibu yah." ucap Angga dengan suara cadelnya. "Dedek bayinya masih kecil sayang belum mengerti. Abang Angga harus sering ajakin dedek main biar ibu ngga tidur terus ya." Angga mengangguk.

"Ya sudah kita makan dulu. Abang tunggu disini ayah bangunin ibu dulu ya." Rafka mendudukkan Angga di kursi meja makan lalu menghampiri istrinya di kamar.

Rafka melihat istrinya tidur menyamping. Perutnya sudah mulai terlihat membuncit. Seperti biasa ia mengelus perut buncit Marinka sambil mengajak bayinya mengobrol. Tak lama Marinka pun membuka mata. "Makan dulu sayang. Ayah bawa bebek goreng pesenannya ibu."

"Makasih ayah. Maaf selalu repotin ayah terus." ucapnya merasa tak enak. Rafka mengulurkan tangan mengelus rambut indah Marinka. Ia mencium dahi istrinya lalu menatapnya penuh cinta. "Jangan pernah merasa terbebani sayang. Ayah senang menjalaninya. Lagipula inikan keinginannya utun, mana berani ayah tolak. Ayah ngga mau bayi kita nanti ngacai." Marinka tertawa.

"Ayah baru sampai? Mandi dulu gih. Ibu siapkan piring dan nasinya. Abis itu kita makan malam bersama."

"Oke sayang makasih ya. Oiya habis Angga tidur ada yang mau ayah bicarakan sama ibu." Marinka merasa ada hal yang tak beres dengan suaminya. Ia hanya mengangguk lalu keluar dari kamar dengan perasaan tak menentu. Ada apa ya? pikirnya dalam hati.

***

TBC

TO BE WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang