Tiga Puluh Satu (Re-Publish)

5.7K 474 10
                                    

Sebuah mobil mewah berwarna hitam pekat, memasuki halam rumah kediaman Wiguna. Seorang pria paruh baya turun dari dalam mobil. Tak lupa ia menenteng tas dan jas putih kebesarannya. Ia adalah sang kepala keluarga sekaligus pemilik rumah mewah bernuansa mininalis.

"Malam Pak dokter." sapa Kang Uus penjaga rumah.

"Malam Kang. Sepertinya ada tamu. Apa ibu kedatangan tamu Kang?" tanya Dito kepada Kang Uus karena melihat mobil terparkir di garasi rumahnya.

"Oh bukan tamu Pak dokter. Itu den Kakang sama istri dan anaknya berkunjung tadi siang. Sepertinya akan menginap, Pak dokter. Soalnya si aden bawa koper-koper gede." jelas Kang Uus.

"Hmm... Begitu. Ya sudah makasih infonya Kang. Saya masuk dulu ke dalam. Tolong ke Apri sebelum masuk garasi mobil cuci dulu." ucap Dito sambil menyerahkan kunci mobilnya kepada Kang Uus.

"Laksanakan, Pak Dokter." Dito tertawa. Ia pun bergegas masuk ke dalam rumah.

***

"Assalammualaikum." ucap Dito saat masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsalam." balas sang istri yang baru keluar dari arah dapur. Istri cantiknya itu tengah menyiapkan menu makan malam. Aroma masakan yang sangat harum semakin membuat perutnya berontak ingin di isi.

"I love you, sayang." ucap Dito sambil mengecup bibir istrinya. Abel tersenyum manis, pipinya merona tiap kali suaminya mengucap kata cinta. Sejak kembali bersama, Dito tak pernah absen mengucapkan kata I Love You kepadanya. "I love you, too Papa." Abel balik mengecup bibir suaminya.

"Masak apa yank? Laper banget nih."

"Bikin ayam kecap kesukaan papa. Ada tumis kangkung sama tempe goreng. Papa mandi dulu ya. Abis itu kita makan bareng." Dito mengangguk. Tas dan jas putih itu sudah berpindah ke tangan istrinya. Keduanya masuk ke dalam kamar. Sebelumnya Abel minta bibi untuk meneruskan masaknya yang sebentar lagi matang.

Di dalam kamar, Abel sudah menyiapkan satu gelas besar air putih untuk sang suami. Dito meneguk air putih itu hingga tandas. "Sayang, katanya ada Kakang dan keluarganya ya. Apa benar?" tanya Dito perlahan. Ia tahu mood istrinya langsung turun jika ia menyinggung tentang putra mereka. Dan benar saja, Abel tampak bete.

Ia hanya mengangguk. "Kapan datang? Kok sayang ngga kasih tahu."

"Tadi siang. Katanya mau nginep lama." jawab Abel singkat dan padat. Dito hanya beroh ria. Raut wajah istrinya yang semakin tertekuk membuatnya tak ingin memperpanjang obrolan tentang Rafka.

"Papa mandi dulu ya sayang. Bunda mau ikut gabung mandi bareng ngga." goda Dito sambil mengerlingkan matanya ke arah sang istri. "Ih papa. Apaan sih. Bunda udah mandi. Papa mandi sendiri aja gih." ucap Abel sambil tersipu malu.

Dito tertawa. "Yakin ngga mau ikut yank." bisik Dito.

"Ngga ih." Abel berusaha melarikan diri tapi tangan suaminya bergerak lebih cepat. Abel terperangkap ke dalam pelukan hangat suaminya yang tak pernah berubah dari dulu. Dito mengeratkan pelukannya. Di ciuminya rambut indah sang istri yang sudah mulai berubah warna.

Dito menyembunyikan wajahnya di lekukan leher istrinya. Ia mengecupi dengan lembut area sensitif istrinya itu. Membuat Abel tersiksa dengan gairahnya. "Temenin Papa mandi yuk." Abel menggeleng. Ia nyaris mendesah karena ulah suaminya. Di gigitnya bibir bawahnya agar desahannya tak keluar dan membuat suaminya bersorak.

Saat tengah bermesraan, tiba-tiba keduanya di kagetkan dengan gedoran pintu yang kencang. "Oma...Oma... Oma dimana." teriak Angga sambil menggedor pintu kamarnya. Dito dan Abel saling berpandangan satu sama lain.

Dito tersenyum. Ia mengecup dahi istrinya itu. "Nanti malam kita lanjutin sayang. Oma udah di cari cucu tuh. Samperin gih. Papa mau mandi, abis itu kita makan malam bersama."

"Oke deh. Ya udah bunda duluan ya sayang."

Abel membuka pintu dan terlihat Angga tersenyum manis ke arahnya. "Omaa..." Angga memeluk Abel dengan erat.

"Hai sayang."

"Ada opa juga." ucap Angga melihat Dito. Ia langsung mengulurkan kedua tangannya ke arah Dito bermaksud ingin di gendong.

"hai sayang. Opa mandi dulu ya. Opa baru pulang kerja. Angga main dulu sama Oma. Abis Opa mandi kita main ya."

"Opa mau mandi? Ih bau." Dito tertawa. "Iya nih. Kakak Angga main dulu sama Oma. Opa mau mandi." Angga mengangguk. Abel membawa Angga keluar dari kamar.

***

"Loh kok cuma bertiga. Kakang sama Marinka mana sayang. Kok mereka ngga ikut gabung makan malam." tanya Dito saat turun untuk makan malam.

Di meja makan hanya ada Angga dan juga istrinya. Dito menatap Abel tapi yang di tatap malah mengendikkan kedua bahunya. "Kamu ngga ajak mereka sayang."

"Papa aja gih yang ajak." ucap Abel malas. Ia malah asik menyuapi Angga yang makan dengan lahap. Dito menggelengkan kepalanya. Ia pun kembali naik ke lantai dua. Di depan kamar putranya, ia mengetuk pintu beberapa kali.

Pintu terbuka. "Eh papa." ucap Marinka canggung saat melihat siapa yang mengetuk pintu. "Rafka mana? Kok belum turun makan malam."

"Mas Rafka masih di kamar mandi. Nanti Marinka kasih tahu mas Rafka untuk turun makan Pah."

"Kamu juga ikut turun. Jangan cuma Rafka. Papa tunggu di bawah ya."

"Tapi Pah...." Marinka menghentikan ucapannya. Ia bingung. Perutnya sangat lapar tapi ia tak enak dengan ibu mertuanya. "Udah gpp. Nanti kamu turun bareng Rafka ya. Ya sudah papa turun duluan." Marinka mengangguk.

Setelah Dito pergi, ia pun menutup kembali pintu kamarnya.

"Siapa sayang yang ketuk pintu." tanya Rafka yang baru selesai keluar dari kamar mandi. Seharian ini Rafka merasa tak nyaman dengan perutnya. Mual dan beberapa kali munta. Tadi ia kembali muntah. Istrinya yang hamil ia yang terkena mual-muntahnya.

"Itu yah papa ngajak kita makan malam." ucap Marinka. Ia memapah suaminya untuk duduk di tempat tidur. Tubuh Rafka sangat lemah karena terus-terusan muntah. Ia jadi tak tega melihatnya.

"Ayah makan gih. Udah lemes kayak gini. Ngga tega ibu lihatnya." ucap Marinka sedih.

"Kita makan bareng sayang. Emang ibu ngga laper apa. Dedek bayi juga pasti udah kelaperan. Iya kan nak." Rafka mencium dan mengusap perut istrinya.

"Ayah aja deh. Ibu mau tidur aja. Ngga enak sama bunda."

"Gapapa sayang. Ada ayah dan juga papa. Kasihan anak kita belum di kasih makan. Mana tadi ayah ajak olah raga pula. Kita makan ya buat pulihkan tenaga."

"Tapi yah..."

"Stt... Kamu percaya sama ayah ya. Bunda ngga ngapa-ngapain paling diem seribu bahasa aja. Kita cuma makan malam abis itu nanti balik lagi ke kamar. Oke."

Marinka tampak ragu dengan tawaran suaminya. Tapi bagaimanapun juga ia butuh asupan makan. Biasanya dirumah ia bisa makan beberapa kali, tapi hari ini ia baru makan pas makan siang. Itu pun saat menuju ke rumah mertua.

"Gimana yank?"

"Ya udah tapi abis makan aku balik ke kamar ya. Takut sama bunda."

"Iya sayang. Ibu boleh balik langsung ke kamar habis makan. Yuk kita turun."

Marinka mengangguk. Ia menggandeng tangan suaminya. Keduanya turun untuk makan malam. Sesampainya di ruang makan, Marinka mengeratkan tangannya di tubuh suaminya. Ia duduk berdampingan dengan Rafka.

Ia sempat mengarahkan suaminya untuk duduk sejajar dengan sang bunda. Marinka memilih duduk paling akhir agar ibu mertuanya tak melihat gerak-geriknya.

***

TBC

TO BE WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang