Final Part - END (Re-Publish)

9.1K 410 29
                                    

Beberapa bulan kemudian.

Hari ini adalah hari yang membahagiakan bagi Rafly dan Jevanya. Bertempat di sebuah hotel di tengah kota Bandung, keduanya akan menggelar upacara sakral hari penyatuan cinta mereka dalam sebuah ijab kabul pernikahan. Rafly dan Anya sudah di pingit selama hampir satu minggu. Rafly juga rutin melancarkan ucapannya saat ijab kabul, agar jangan sampai ia salah ucap dan kembali mengulang.

Jika Rafly dan Anya tengah bahagia menanti hari pernikahan mereka, lain halnya dengan Rafka dan Marinka yang deg-degan menanti kelahiran anak kedua mereka. Dua minggu terakhir ini Marinka sudah tiga kali di larikan ke rumah sakit karena kontraksi palsu. Jika dilihat dari usia kandungannya, memang sudah waktunya sang jabang bayi keluar dari rahim sang Ibu untuk menikmati indahnya dunia. Tapi hingga saat ini ia masih senang mengulet di perut sang Ibu.

Tak hanya itu tanggal perkiraan lahir pun sudah meleset lima hari, dan si bayi belum juga keluar dari dalam sana. "Kapan kamu mau lahirnya Nak? Ayah dan Ibu udah ngga sabar gendong kamu." ucap Rafka sambil mengelus perut buncit istrinya. "Belum tahu Ayah. Aku masih betah di perut Ibu." ucap Marinka menirukan suara anak kecil.

Rafka merasakan tendangan putranya seakan mengiyakan ucapan sang Ibu. Mereka berdua tertawa. "Sehat terus ya sayang." Ucap Rafka mengecup perut istrinya. Karena merasa masih jauh untuk lahiran, keduanya tampak sibuk membantu mengurus acara pernikahan Rafly dan Anya. Saking asiknya Marinka mengabaikan tanda-tanda yang ditinggalkan oleh putranya. Sejak dua hari yang lalu ia merasakan nyeri di perutnya. Tapi lagi-lagi hilang setelah ia beristirahat.

Kejadian itu terus berulang sampai hari H pernikahan Rafly. Marinka mulai sering merasakan nyeri mencengkram di perutnya. "Ahhh... Sakit." Ringis Marinka sesaat sebelum berangkat ke tempat ijab kabul. "Kenapa dek? Tenang dulu ya sayang. Kita lihat Om Rafly sama tante Anya nikah ya." Ucap Marinka mencoba nego dengan bayinya.

Marinka sudah sangat yakin dengan feelingnya kali ini kalau ia akan segera melahirkan. Tapi ia terus nego dengan bayinya untuk sedikit menahan diri untuk lahir setelah prosesi ijab kabul Om dan tantenya usai. Dan benar saja, Marinka sudah tak bisa menahan lagi dan mengerang kesakitan. Semua orang sangat panik karena Marinka meringis kesakitan sambil memegangi perutnya. Rafka sang suami pun terlihat sangat panik.

Keduanya bahkan belum menyiapkan perlengkapan bayi. "Sayang sakit..." ringis Marinka sambil menitikkan air matanya. Rafka mencoba menenangkan istrinya tapi justru ia yang membuat Marinka semakin panik. "Sakiiit..." erang Marinka tak tahan.

"Aduh aku harus gimana sayang?" ucap Rafka panik. Tak lama Rafka melihat ada air keluar membasahi kedua kaki istrinya. Ia pun makin panik. Untungnya ada Renata yang melihatnya. Ia meminta Rafka untuk segera melarikan istrinya ke rumah sakit.

Abel dan Dito tak bisa menemani Rafka ke rumah sakit karena sedang dalam acara pesta resepsi. Rafly dan Anya pun khawatir melihat kakak mereka yang meringis kesakitan. Mereka akan datang ke rumah sakit setelah acara selesai. Angga menangis karena tak tega melihat ibunya kesakitan.

***

"Bagaimana keadaan Ririn? Udah lahiran belum?" tanya Abel saat mereka tiba di rumah sakit. Renata menggelengkan kepalanya. "Belum Bund. Dari info terakhir yang di dapat sih Marinka udah siap untuk melahirkan. Tadi pas datang udah pembukaan lima makanya langsung masuk ruang bersalin." Ucap Renata.

"Tapi sampai sekarang belum terdengar kabar lagi, Pah Bund." Ucap Rafly yang tengah menimang Cantika yang terlelap dalam gendongan sang papa. Abel tampak khawatir. Ia menemui besannya dan berusaha saling menguatkan dan mendoakan agar persalinan Marinka berjalan lancar.

TO BE WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang