Tiga Puluh Lima (Re-Publish)

5.3K 352 13
                                    

Marinka menangis haru dalam pelukan suaminya. Ia tak menyangka suaminya memberi kejutan untuknya di pagi hari. Ia masih tak menyangka Rafka pulang ke rumah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. "Udah donk yank nangisnya. Mau sampai kapan nangis terus." ucap Rafka sambil mengelus punggung Marinka.

"Mas ih kok ngga kasih kabar kalau mau pulang?" ucap Marinka manja.

"Sengaja. Biar Bunda surprise."

"Ih jahat." Marinka semakin mempererat pelukannya. Rafka menciumi puncak kepala istrinya. "Sebenarnya Ayah udah selesai waktu kita telponan itu. Ayah udah siap-siap mau pergi ke Bandara untuk pulang. Ayah sengaja meminta Rafly untuk menyembunyikan kabar Ayah untuk pulang."

Marinka memukuli tubuh suaminya. "Ayah mah jahat. Kalian tuh ya makin ngeselin kalo udah kerja sama kayak gini."

"Yank sakit yank. Jangan di pukulin donk."

"Biarin. Nih makan pukulan aku." ucap Marinka semakin keras memukul tubuh suaminya. Rafka menahan kedua tangan Marinka lalu membalikkan tubuh istrinya berada di bawahnya. Rafka menyeringai melihat Marinka bergerak-gerak di bawah sana.

Tanpa ba bi bu, Rafka mencium bibir istrinya. Marinka yang kesal hanya diam tak ingin membalas ciuman suaminya. Rafka tak mau menyerah hingga akhirnya sang istri membalas ciumannya. "Mas kangen kamu sayang." ucap Rafka membelai wajah istrinya.

"Aku juga kangen Mas." jawab Marinka sambil mencium kembali bibir suaminya. Pagi itu keduanya saling melepas rindu. Hampir sebulan berpisah dan kini mereka kembali bersama. Suasana pagi Bandung yang dingin berubah menjadi panas karena penyatuan sepasang suami istri.

***

Di kantor...

"Kang, gue mau minta bantuan loe." ucap Rafly.

"Bantuan apa?" tanya Rafka tanpa mengalihkan tatapannya dari berkas yang tengah ia periksa.

Rafly tampak grogi. Ia terlihat tak tenang. Akhirnya Rafka pun menatapnya, "Elo kenapa dek? Gelisah banget." Ia pun beralih duduk di sofa dimana kembarannya duduk.

"Itu Kang si Anya. Gue bingung nih."

Rafka mengerutkan dahinya, "Kenapa sama Anya? bingung kenapa?"

"Gue di telpon Papanya menanyakan hubunga gue sama dia kayak gimana." Rafly terdiam lagi. "Terus?"

"Ya gue bilang gue serius sama dia, tapi..."

"Ya udah kalo loe emang serius, langsung ajak nikah aja. Lagian Bunda juga udah sayang banget sama Anya."

Rafly menghembuskan nafasnya berat. "Itu dia masalahnya Kang. Gue masih bingung sama perasaan gue sendiri. Di satu sisi gue nyaman sama dia. Ngga pengen dia pergi lagi, tapi di satu sisi gue merasa kalau rasa yang gue miliki buat Anya bukan rasa antara pasangan. Tapi gue marah kalau lihat dia di deketin sama cowok lain." ucap Rafly gusar. Ia meremas rambutnya.

"Wah dek. Loe jadi cowok jangan plin plan donk. Loe harus tegas sama perasaan loe. Kasihan Anya kalo loe gantungin kayak gitu. Gimana pun juga dia udah nungguin loe dari lama. Kalo emang elo ngga ada rasa apa-apa sama dia, lebih baik loe ikhlasin dia buat bahagia sama cowok lain. Daripada loe sendiri yang terus sakitin dia. Inget dek apa kata Papa. Di keluarga kita ada dua orang wanita yang harus kita jaga selain istri kita, yaitu Bunda dan Kak Rere. Jangan pernah loe bikin sakit hati wanita karena gue juga menyesal udah bikin Bunda kecewa. Gue ngga mau nanti istri atau keluarga gue kena karmanya. Lebih baik loe mantapin lagi hati loe maunya di bawa kemana. Biar enak dan sama-sama ngga tersakiti lebih dalam."

"Gue bingung, Kang. Gue harus gimana?" Rafka menepuk pundak sodara kembarnya. "Lebih baik nanti malam loe sholat istikharah selama beberapa hari ke depan. Kosongin hati loe, minta yang terbaik atas izin Allah SWT. Insya Allah loe bakal menemukan jawabannya."

TO BE WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang