Tiga Puluh Empat (Re-Publish)

4.7K 381 16
                                    

"Jadi, kapan kalian menikah?" tanya Marinka kepada Jevanya dan Rafly. Keduanya hanya saling bertatapan malu. Wajah Anya memerah tiap kali disinggung soal pernikahan.

"Kalau Anya mah gimana Aa aja, Mba." ucap Anya malu-malu. Sejak keduanya kembali bersama, Anya membiasakan diri memanggil Rafly dengan panggilan Aa bukan kakak lagi karena Rafly adalah calon suaminya.

"Oiya lupa. Harusnya tanya Rafly. Jadi gimana dek kapan kamu resmi meminta Anya ke keluarganya?"

Rafly hanya melirik sekilas lalu kembali fokus ke jalanan. "Ngga tahu, Mba. Emang harus ya. Lagian siapa yang mau nikah sama kamu sih. Geer banget deh." ucap Rafly membuat Anya kesal. Wajahnya cemberut mendengar pengakuan Rafly.

"Loh gimana sih. Bukannya kamu waktu itu sengaja jauh-jauh nyusul Anya karena kamu ngga mau Anya nikah sama orang lain ya. Kok jadi gini endingnya." ucap Marinka tak mengerti.

Ia ingat betapa frustasinya Rafly saat mendengar kabar kalau Anya akan menikah. Ia pun menyerah dengan keegoisannya, dan akhirnya mengakui kalau dirinya sudah lama memendam cinta untuk Anya.

"Aku nyusulin dia buat cegah dia nikah sama orang yang ngga tepat. Lagian dia mau nikah ngga lapor aku. Mana boleh kayak gitu." ucap Rafly sembari menyembunyikan senyumnya melihat Anya semakin kesal.

"Ih Aa jahat! Emang Aa orang baik apa?!Selama ini Aa jahatin aku terus!" Anya terlihat berapi-api. Ia memukuli tubuh Rafly saking kesalnya.

"Kamu baru sadar? Selama ini kemana aja." jawab Rafly cuek. Emosi Anya semakin meningkat. Pukulan yang diterimanya semakin kuat.

"Stop yank. Sakit." ringis Rafly kesakitan dan mulai tak konsen dengan jalanan.

"Bodo amat." Ucapnya kesal. "Terus ngapain bawa aku pulang ke sini kalau Aanya kayak gini. Lebih baik aku nikah sama Yoga dari pada disini cuma di phpin doank." ucap Anya kesal. Ia memilih memalingkan wajahnya ke jendela. Kedua tangannya terlipat di depan dada.

Mendengar nama Yoga membuat dada Rafly bergemuruh. Tangannya memegang kemudi dengan erat. "Apa? Nikah sama si Yoga?! Berani kamu nikah sama dia, dia harus mati!" ucap Rafly tajam.

Marinka jadi bingung. Ada apa ini sebenarnya. Anya melirik ke arah Rafly yang tengah menatapnya tajam. Sebuah senyuman terbit di wajah cantiknya.

"Aa cemburu?" tanya Anya sambil menahan tawanya. "Apa?! Cemburu. Dih malesin. Ngga ada ya kata cemburu dalam kamus gue." Ucap Rafly menyangkal, padahal ia benar-benar cemburu.

Anya mencolek dagu Rafly yang mengeras. "Beneran ngga cemburu A? Biasa aja donk mukanya ngga usah bete gitu kalo emang ngga cemburu." ucap Anya sambil mengelus wajah Rafly. Rafly tak mengatakan apapun tapi juga tak menolak sentuhan halus tangan Anya di wajahnya.

Perlahan wajahnya pun terlihat rileks tak tegang seperti tadi. Ingin rasanya ia membawa tubuh Anya ke dalam pelukannya. Tapi ia malu dengan kakak iparnya yang duduk di belakang. Marinka tertawa melihat sepasang muda mudi di depannya.

"Ya ampun Nya, Rafly kalo lagi cemburu lucu ya." ucap Marinka tak tahan melihat tingkah keduanya.

"Iya Mba. Aa tuh gengsian banget. Sebenarnya Aa udah suka sama aku dari dulu tapi gamau ngaku. Heran deh. Giliran dengar kabar aku mau nikah sama cowok lain aja baru bertindak."

Anya ikut tertawa, "Udah ngga usah gengsian napa Dek. Nanti di paling orang loh Anyanya." goda Marinka membuat Rafly mati kutu.

"Mana bisa. Tak hajar mereka semua kalo berani ganggu."

Anya memeluk lengan Rafka, "ulu ulu manisnya calon suami aku. Ngga usah marah A toh Aa tahu sendiri hati dan pikiran aku cuma buat Aa seorang." ucap Anya manja.

Rafly tersenyum melihat Anya bergelayut manja padanya. Sebuah kecupan mendarat di kepala Anya membuat Marinka baper.

"Ya Allah salah nih aku ngajak dua orang yang lagi kasmaran. Ayaaah... Bunda baper yah. Nasib suami jauh." ucap Marinka bermonolog.

Rafly dan Anya tertawa. "Maaf ya Mba ngga maksud bikin Mba ngiri."

"Iya gpp Nya. Mba senang kalian bisa bersatu. Ayo ah cepetan di halalin dek." Rafly hanya tersenyum mendengarnya.

"Doakan secepatnya Mba." ucap Anya.

Tak terasa mereka pun tiba di rumah sakit. Anya dan Marinka turun terlebih dahulu sementara Rafly memarkirkan mobil di basement.

Anya dan Marinka pun segera menuju lantai 4 gedung Jasmine untuk bertemu dengan dokter kandungan. Ia sudah tak sabar ingin melihat kondisi janinnya.

***

Seperti biasa setelah menidurkan Angga, ia menyalakan leptop dan mulai video call bersama suaminya. Tadi setelah selesai dari dokter kandungan, Marinka mengirimkan semua hasil foto usg kepada Rafka tapi suaminya belum juga membalas pesannya.

Rafka baru mengabari setelah dua jam kemudian, ia mengajak istrinya video call. Rafka juga sangat tenang setelah tahu kalau bundanya sudah menerima Marinka dan menganggap kalau Marinka adalah bagian dari keluarga Wiguna.

Ia benar-benar bersyukur. Ingin rasanya ia ada disana memeluk istri dan juga bundanya, tapi ia harus bersabar untuk itu. "Assalammualaikum Ayah." sapa Marinka saat sambungan video callnya terhubung. Sosok pria yang ia rindukan tersenyum lebar ke arahnya. "Waalaikumsalam sayang. I miss you sayang."

"Miss you too Ayah. Oh iya gimana udah di baca kan hasil kontrol hari ini."

Rafka mengangguk, "Udah yank. Duh makin besar aja ya kamu cintanya Ayah. Bulan depan sama Ayah lagi ya kontrolnya. Gemes banget yank."

"Cepet pulang Ayah. Ibu, Kak Angg dan dedek kangen Ayah." Marinka tampak sendu. Ia mencoba untuk tidak menangis dan membuat suaminya tak tenang disana.

"Tinggal sedikit lagi sayang. Sabar ya. Ayah juga kangen kalian. Habis Ayah pulang kita pergi baby moon ya."

"Baby moon?"

"Iya sayang. Sejak menikah sampai kandungan mau menginjak usia empat bulan kita beluk sempat bulan madu berdua. Insya Allah setelah Ayah pulang kita baby moon berdua. Cuma beberapa hari aja, mau kan yank?"

Marinka mengangguk. "Tapi Angga gimana Yah? Kasihan dia pasti mau ikut."

"Nanti Ayah yang bilangin. Angga anak kita yang pengertian. Dia sangat mengerti kalau Ayahnya mau pacaran lagi sama Ibu. Kalau Angga ikut, gimana kangen-kangenannya. Ibu pasti lebih banyak ngurusin Angga."

Marinka tertawa, "Ya Allah sayang. Masa sama anak sendiri cemburu. Gimana nanti baby kita lahir. Ayah makin cemburu karena perhatian dan fokus ibu udah di ambil alih sama baby."

"Becanda sayang. Yang jelas mah selama Ibu punya waktu sedikit untuk Ayah melepas lelah udah senang kok." Wajah Marinka memerah.

"Oh iya katanya Anya udah datang lagi ya. Gimana ceritanya yank?"

"Konyol tahu Yah. Aneh bin lucu tuh mereka. Si Adel Rafly sih yang lucu. Sok cuek tapi gataunya ngga mau kehilangan Anya. Ah cemen dia mah jadi cowok."

"Oyah? (Rafka tertawa) kerenan Ayah donk ya kalo gitu. Gentleman."

Sepasang suami istri yang terpisah jarak itu semakin asik mengobrol sampai lupa waktu. Untunglah Rafly ingat tentang perbedaan jam antara Indonesia dan London.

Meski berat harus mengakhiri skype nya, tapi ia janji besok akan kembali berkomunikasi lagi. Ia meminta istrinya untuk segera beristirahat. Marinka pun mengiyakan. Ia pun pergi tidur setelah melepas kangen dengan suaminya.

***

TBC

TO BE WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang