Kringgg
Bel masuk berbunyi, setelah istirahat pertama selesai, para siswa diperkenankan untuk segera memasuki kelas masing-masing. Tania dan Toni juga diperbolehkan oleh pak Satpam untuk memasuki kelas dan tidak akan mengulangi kesalahan mereka lagi.
Setelah istirahat, kebetulan kelas 11A dibimbing oleh pak Arjuna, guru mata pelajaran matematika baru mereka. Para siswi perempuan sedang bergulat dengan alat kecantikan masing-masing, mulai dari bedak yang tebalnya 10cm, liptin yang dobel-dobel sampek bibirnya monyong kayak bibir bebek, alis yang dicoret-coret tidak karuan sampek pipi yang dikasih warna merah-merah, buat apa coba? dan masih banyak lagi.
Tania menegakkan tubuhnya saat pak Arjuna mulai memasuki kelas. Toni yang berada disampingnya menyatukan alisnya menjadi satu, kenapa dengan si Tania ini?
"Pagi anak-anak." Pak Arjuna menaruh buku dan tumpukkan kertas yang ia bawa dan melangkah ditengah-tengah papan tulis.
"Pagi pak."
"Apakah sudah siap untuk ulangan hari ini?"
"Loh pak, kenapa tiba-tiba ulangan. Kami belum belajar pak." Suasa kelas tiba-tiba riuh karena protes dari seluruh isi kelas.
"Siapa yang bilang dadakan, bapak sudah memberitahu kalian saat pertemuan sebelumnya. Materinya juga tentang relasi dan fungsi, itu sangat sederhana. Kelas sepuluh kalian juga sudah diajarkan."
"Yaelah pak, kalau cuma relasi dan fungsi sih kami bisa. Tapi pak Juna ngasihnya pasti yang lebih rumit, kayak (f bundaran g) dan yang lebih susah dari itu." Salah satu murid angkat tangan dan mengutarkan pendapatnya untuk mewakili seisi kelas
"Apa menurut kalian itu sulit?" Pak Arjuna menatap seluruh isi kelas bertanya.
"Sulit." Kata mereka sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kalau sulit kenapa tidak bertanya? Sudah! pokoknya hari ini kita adakan ulangan harian. Seperti biasa ulangan dibawah 75 akan bapak adakan remidi."
"Yahh pak Arjuna tidak seru."
Tania tersenyum cerah, dan menerima kertas yang digilir hingga menuju mejanya. Suasana Tania yang cerah berbeda dengan Toni yang tiba-tiba malas. Melihat sikap Tania yang berubah membuat Toni merasa kalau Tania memiliki sesuatu rasa pada gurunya itu. Apa Toni merasa cemburu? Toni bahkan belum tahu tentang perasaannya ini.
Saat bel kedua berbunyi, kertas yang mereka kerjakan segera mereka kumpulkan. Semuanya pasrah dengan hasil perasan otak masing-masing. Kalau diminta remidi ya tinggal remidi saja.
Setelah jam menunjukkan pukul 03.15, bel sekolah berbunyi. Para siswa/siswi bersorak senang dan segera menyerbu gerbang sekolah. Tania seperti biasa akan mengekori Toni menuju arah parkiran. Tania menatap punggung lebar Toni dengan heran. Semenjak mereka keluar kelas, Toni tidak berbicara satu kata-pun pada Tania, menoleh saja tidak. Tania mencoba untuk mengingat kesalahan apa yang membuat Toni tidak ingin menatapnya, tetapi apa.
Saat sampai diparkiran, Tania menghadang Toni yang akan memakai helem miliknya. "Kenapa kamu tidak berbicara dengan ku selama akhir pelajaran sampai sekarang? Apa aku melakukan sesuatu?" Tania benar-benar merasa heran kali ini.
Toni bersandar pada montor ninjanya dan menatap Tania. "Tidak terjadi apapun."
"Bohong, kalau tidak kenapa kamu tidak mengatakan sesuatu?"
"Memang selama ini aku selalu banyak bicara?"
"Ehh.. tidak sih... tapi hari ini kamu sangat berbeda. Aku merasa kalau aku melakukan sesuatu yang membuatmu marah."
"Apa kamu merasa seperti itu?"
"He'em." Tania menganggukkan kepalanya dua kali.
"Kalau begitu bayar aku dengan sesuatu." Toni memajukan badannya untuk menipis jarak diantara keduanya. Wajah Toni bahkan perlahan-lahan menghampiri wajah milik Tania yang sudah memerah seperti tomat. Entah mengapa Tania merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tanpa sadar, Tania memejamkan kedua matanya untuk menerima sesuatu yang membuat jantung itu lari maraton. Sampai saat sebuah jentikan ia rasakan dikeningnya, itu terasa agak sakit.
"Aduhh.."
"Apa yang sedang kamu fikirkan." Tetapi Toni mengelus sejenak hasil jentikan yang ia buat. Toni ingin mengerjai Tania. "Bayar aku dengan somay langganan kita." Setelah mengatakan itu, Toni mengambil helemnya dan segera memberi helem yang satunya kepada Tania.
Dengan wajah yang memerah parah, Tania segera memakai helem itu dan menutup kaca helem yang gelap untuk menutupi rasa malunya. Tania merasa malu karena berfikir kalau Toni akan menciumnya. Hais.. apa Tania sanggup untuk menatap wajah milik Toni. Kenapa sekarang ini Tania begitu bodoh.
Perjalanan mereka hanya diisi oleh keheningan sampai saat mereka sampai didepan gerobak somay langganan mereka. "Ehh Tania dan Toni, pesen seperti biasa ini somaynya?" Pak Her bertanya kepada keduanya dengan senyum sumringahnya. Karena sudah terbiasa jajan disitu, Toni dan Tania sudah kenal dengan penjual somay tersebut.
"Iya, ditunggu ya pak." Tania menarik kursi yang sudah disiapkan oleh penjual somay yang juga diikuti oleh Toni.
Tak butuh waktu lama, somay pesanan mereka akhirnya sampai dan segera mereka nikmati. Tania masih makan dengan diam, dia tidak berani untuk menatap wajah Toni.
"Ohh ya, acara sekolah kurang dua hari lagi nih Ton. Uang kita masih ngumpul setengah. Kita harus segera mengumpulkan uang itu sesegera mungkin, tapi gimana caranya cobak." Tania ingin menghilangkan keheningan ini dengan mengatakan masalah itu.
Toni mengunyah somaynya dan berbicara. "Kita minta ibu saja."
"Kau ini, akukan sudah mengatakan kalau kita harus cari uang sendiri. Kasihan ibu kalau harus dibebani terus-menerus."
Toni mengangkat bahunya acuh dan kembali memakan somaynya. Percuma berbicara dengan bocah yang keras kepala.
"Ehh.. nak Toni sama Tania yaa?" Dua ibu-ibu berdiri didepan mereka. Toni dan Tania mencoba untuk berfikir. "Saya yang kemarin kalian bantu untuk mengusir setan, ingat?"
"Ooo.. ibu pemilik kontrakan toh. Ada apa ya bu."
Kedua ibu itu mengambil duduk didepan mereka dan mulai menceritakan tujuan keduanya. "Gini nak, setelah kalian mengusir setan dikontrakan saya. Sekarang kontrakan saya sudah tidak ada lagi mahluk-mahluk halus yang menganggu dan saya sangat berterima kasih. Kita kemari karena membutuhkan bantuan dari kalian nak. Perkenalkan ini adalah temen ibu, dirumahnya sering terdengar suara orang nangis terus-menerus. Tidak malam saja tetapi pagi dan siang suara itu akan mengganggu keluarga mereka. Apakah kalian bisa membantu ibu kali ini nak?"
"Maaf bu.."
"Bisa bisa bisa." Potong Tania saat mengerti kalau Toni akan menolak tawaran tersebut. Ini peluang untuk menambah tabungan mereka berdua.
Toni menatap Tania dengan tatapan bertanya dan dijawab dengan acuh oleh Tania. Setelah mereka memakan somay itu, keduanya mengikuti ibu-ibu yang ada didepan. Tania berjalan beriringan dengan Toni yang tanpa minat sama sekali. Melihat itu, Tania menyenggol lengan kanan Toni. "Kenapa dengan wajah mu itu hah? Ini juga demi kita berdua. Ayolah yang semangat." Lalu Tania menarik lengan itu untuk berjalan lebih cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unusual Abilities (Tamat)
Horrordibalik sikap ceria dan penuh kebahagiaan siapa sangka ada kesedihan yang mendalam. ditinggal oleh sang ibu untuk selama-lamanya dan dicaci maki juga di pukuli ayah kandungnya, bagaimana bisa ia bertahan hidup?? bahkan di hari pertama ia pindah seko...