Bunyi petikkan senar gitar yang terartur terdengar sangat indah, burung-burung yang semula bertengger didahan pohon bertebrangan seoalah mereka ingin menari dan ikut bernyanyi, ini adalah perpaduan yang sangat pas. Tapi Tania hanya fokus pada satu arah, yaitu menatap Toni yang sedang memainkan gitarnya. Pria itu terlihat sangat menikmati permainannya, jari-jari panjang yang dia miliki memainkan senar gitar dengan lihai, tanda kalau dia sudah terbiasa melakukan itu.Diakhir permainan, Toni beralih menatap Tania dan membuat yang ditatap terkejut seketika. Tanpa sadar Tania memiringkan kepalanya untuk menunjukkan kalau dia tidak mengerti. Toni terlihat hanya diam tanpa ingin mengatakan apapun, tetapi sebelum Tania bertanya, pria itu telah bersuara.
"Jadilah kekasihku Tania."
Jantung Tania bergetar, kedua matanya membulat dan terus saja menatap kedepan. Pikirannya selalu mengingat apa yang telah dikatakan oleh Toni, bohong jika dia tidak bahagia. Mendengar Toni mengatakannya untuk kedua kali jelas Tania sangat bahagia. Namun yang membuatnya bimbang adalah bagaimana dia bisa menjelaskan semuanya kepada Toni, Tania tidak ingin kembali merepotkan pria itu, dia sudah merencanakan untuk pindah menempati rumah yang dulu dia tinggali, dengan menjadi kekasih Toni, bukankah dia terlihat seperti memanfaatkan keluarganya. Apalagi kakek Toni adalah orang penting dikota ini. Pandangan semua orang jelas akan membuat reputasi keluarga Mahendra turun.
Raut wajah Tania berubah seketika, sakit jika dia langsung menolak permintaan Toni. Dia tidak menginginkan ini tetapi bagaimana lagi, gadis yatim piatu yang tidak memiliki apapun menjadi pasangan dari pria yang terbilang hampir sempurna, itu tidaklah mungkin terjadi.
Toni tersenyum kecut menatap perubahan wajah Tania, dia mengerti dan selalu percaya kepada gadis didepannya ini, tetapi kenapa Tania seolah tidak mempercayainya. Tidak bisakah Tania menceritakan apa yang tengah membuatnya bimbang dan tidak mau menerimanya.
"Lupakan apa yang aku katakan!" Setelah mengatakan itu, Toni berdiri dan pergi meninggalkan Tania yang hanya diam.
Tania gelisah, antara kejar atau tidak. Selama ini hanya Toni yang selalu ada disisinya, tidak ada yang menghiburnya selain pria itu. Saat-saat Tania bersedih atau bahagia, Toni selalu ada disampingnya, menghibur jika dia bersedih, bahagia jika dia bahagia. Tania selalu mengingat awal pertemuan mereka, walaupun Toni terlihat sangat dingin tetapi jika berhadapan dengan dirinya maka sikap itu akan berubah. Toni yang selalu bersabar dan Toni yang selalu perhatian, itu semua hanya Toni tunjukkan kepada Tania.
Air mata kini sudah memenuhi seluruh wajah Tania. Toni pasti merasa sangat sakit sekarang, tetapi Tania tidak bisa melakukan apapun. Dia tidak percaya diri untuk menerimanya. Tubuh Tania bergetar, dia menyembunyikan wajahnya dibalik lipatan lengan dan memendam suara isakan tangis itu. Tania mencoba untuk menahannya, tetapi tidak bisa, tangisan itu sudah menguasainya.
Sebuah pelukan Tania rasakan, wangi parfum yang sangat dia kenali membuat Tania semakin membenamkan kepalanya. Tangan hangat itu mengelus punggungnya yang rapuh dan menepuk-nepuk untuk menenangkan. Kecupan kecil dipuncak kepalanya juga Tania rasakan. "Katakanlah Tania, apapun itu katakan. Aku merasa sangat sakit melihatmu seperti ini, jika ada yang salah tentangku maka katakan, mungkin aku bisa merubahnya untukmu."
Tania melepas pelukan dengan cepat dan menatap Toni. "Tidak! bukan itu. Kamu tidak harus melakuakan apapun, yang bersalah disini adalah aku, bukan kamu." Tania menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan air mata yang kembali mengalir. "Aku.. aku tidak bisa menjadi kekasihmu, aku.. aku hanya... Coba mengertilah Toni, kita tidak bisa bersama!!" Tania sedikit meninggikan suaranya saat menatap Toni.
Toni terlihat terkejut, tetapi dia mencoba untuk menahanya. "Kenapa tidak bisa Tania? Katakan kenapa kita tidak bisa menjadi pasangan? Aku sangat mencintaimu dan kamu pasti memiliki rasa kepadaku walaupun itu hanya sedikit bukan, lalu apa lagi?"
"Itu karena.."
Tania tidak bisa melanjutkan apa yang ingin dia katakan. Dia sangat sulit untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Apakah karena status?"
Perkataan Toni seketika membuatnya mematung, jelas saja kalau apa yang dikatakan oleh Toni benar adanya. Dengan perlahan Toni menggenggam kedua tangan Tania dan dia letakkan diatas pahanya. "Tania, cinta tidak memandang apapun, entah itu status, derajat, gender, ataupun umur. Cinta selalu datang dalam hidup kita tanpa kita sadari sama sekali. Jika kita menentangpun itu tidaklah mungkin. Yang selalu kita utamakan dalam sebuah hubungan adalah kepercayaan dan perjuangan, tidak perlu memikirkan tentang status atau apapun itu. Dengan kepercayaan kita bisa berjuang untuk cinta, apa lagi yang kamu fikirkan hmm.. semua pasti bisa kita lewati asalkan kita selalu bersama, kau mengerti?"
Tania bersemu merah, apa yang dikatakan oleh Toni jelas tidak ada yang salah, tetapi masih ada yang membuat Tania bimbang. "Tetapi apa yang akan dibacarakan oleh orang lain nanti, mereka pasti membuat nama baik keluarga kamu tercemar Toni, kamu tidak mengerti."
"Abaikan perkataan orang lain, yang menjalankan hidup adalah kita dan bukan mereka, lalu apa yang membuat mereka berhak mencampuri urusan kita."
Tania hanya diam, dia tidak bisa menjawab apa yang dikatakan oleh Toni. Mencintai seseorang memang tidak salah tetapi jika hidup hanya bermodal cinta, apakah kita bisa bertahan. Toni memang kaya tetapi kekayaan itu adalah milik keluarganyakan, jika nanti mereka bersama dan keluarga Toni menentang, apakah mereka bisa hidup diluar tanpa adanya modal. Tania tidak bisa melihat Toni yang terbiasa hidup mewah harus berjuang demi kehidupan mereka.
"Sekarang apa lagi?"
"Bagaimana jika keluarga kamu tidak setuju dan kamu harus hidup mandiri..."
"Apakah ini menjerumus ke hidup bersama?" Toni memotong perkataan Tania. "Apakah kamu ingin kita segera berkeluarga?"
"Bukan itu!" Tania gelagapan, benar! Perkataannya terdengar ambigu. Tania tidak bermaksud mengatakan kalau dia ingin segera berkeluarga, dia hanya bermaksud jika keluarga Toni tidak setuju dan menendang Toni dari rumah ini maka apa yang akan mereka lakukan, jelas Toni akan berusaha mencari kebutuhan bukan? Toni pasti akan bekerja untuk itu.
"Tenanglah Tania, mereka pasti setuju dengan hubungan ini. Jika mereka tidak setujupun aku masih memiliki tabungan yang cukup. Kita bisa membangun sebuah toko dan bekerja setelah pulang sekolah, bagaimana dengan itu?"
"Sejak kapan kamu bisa bicara seromantis ini hah??"
Tania sudah tidak bisa mengelak, semua jawaban Toni telah membungkamnya. Toni selalu bisa membuat alasan untuk semua kegelisahan Tania. Tania terheran-heran, ternyata dibalik sikap Toni yang misterius terdapat sikap berjuang untuk mendapatkan cintanya. Itu terlihat sangat romantis bagi Tania.
"Maka mulai sekarang kita adalah kekasih!"
Toni pergi begitu saja. Hah! Ini adalah sikap yang tidak disukai oleh Tania. Toni selalu saja masih mempertahankan prilaku dingin dan datar miliknya, seharusnya seorang kekasih selalu menunjukkan sikap lemah lembut bukan.
Tania tersadar. "Ehh, sejak kapan aku ingin menjadi kekasihmu hah!!" Tania berdiri dan mengejar Toni. Dengan sedikit berlari Tania hampir terjungkal kedepan setelah sampai disamping pria itu, untung saja dengan sigab Toni menarik lengannya.
"Ceroboh." Ejek Toni dan kembali berjalan.
"Ehh, siapa yang kau katakan ceroboh hah?!" Tania melipat kedua tangannya dan cemberut.
"Siapa lagi kalau bukan kau." Jawab Toni dengan enteng.
Tania menghentak-hentakkan kakainya dengan kesal dan berjalan lebih cepat. Setelah sejajar, Tania langsung menggandeng lengan kekar milik Toni dan menyeretnya. Yang diseret hanya menaikkan salah satu alisnya tetapi tetap diam dan membiarkan apapun yang akan dilakukan oleh Tania kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unusual Abilities (Tamat)
Horrordibalik sikap ceria dan penuh kebahagiaan siapa sangka ada kesedihan yang mendalam. ditinggal oleh sang ibu untuk selama-lamanya dan dicaci maki juga di pukuli ayah kandungnya, bagaimana bisa ia bertahan hidup?? bahkan di hari pertama ia pindah seko...