Seluruh siswa juga para guru hanya bisa diam menyaksikan Damar dan pak Dimas diborgol dan dimasukan kedalam mobil polisi. Mereka tidak menyangka kalau guru dan teman mereka melakukan hal yang sekejam itu. Kedua orang itu bahkan hidup tenang selama satu tahun telah melakukan hal yang tidak bisa dibayangkan. Di hati mereka berdua tidak ada rasa menyesal sama sekali.
Tania yang berada di ujung bangku tidak ingin melihat bagaimana kedua orang jahat itu ditahan polisi. Tania hanya diam dibangkunya dan tidak bergerak seperti patung.
Saat melamun tiba-tiba bayangan yang bercahaya menghampiri Tania. Tania mendongak dan mendapati Jihan yang berjalan kearahnya dengan perlahan. Sekarang penampilan Jihan sudah berbeda, seragam yang ia kenakan sudah tidak ada robekan lagi dan wajahnya sudah menunjukan wajah yang asli. Jihan berjalan dengan meneteskan air mata kebahagiaan. Tania juga berdiri menghampirinya, kelas masih sepi karena para siswa masih asik melihat penangkapan sang pelaku.
Jihan mengenggam kedua tangan Tania dengan sayang dan berkata. "Tanian terimakasih sudah membantuku selama ini. Jika kamu tidak membantuku entah apa yang harus kulakukan."
"Jangan katakan itu Jihan." Tania membalas genggaman itu. "Aku melakukannya karena kita adalah teman. Aku bahagia sekarang kamu bisa bebas."
Bayangan Jihan sedikit demi sedikit menghilang dari pandangan Tania. "Aku tidak akan pernah melupakanmu Tania."
"Aku juga tidak akan melupakanmu Jihan." Dan saat itu juga Jihan menghilang dengan cahaya yang juga ikut menghilang dengan tersenyum cerah.
Entah mengapa Tania meneteskan air matanya. Jihan adalah temannya dan sudah ia pendam didalam hatinya. Kenangan yang selama ini mereka jalani seketika berputar seperti masa lalu yang tidak akan terlupakan.
Tania masih berdiri saat Toni berjalan memasuki kelas dan menghampiri Tania. "Apa terjadi sesuatu?"
Tania membuka matanya dan melihat Toni yang ada didepannya. "Ahh.. tidak ada papa."
Bel berbunyi dan para siswa segera masuk kekelas masing-masing. Karena hari ini ada insiden yang tidak terduga para siswa dipulangkan kerumah masing-masing. Dan sekolah akan diliburkan satu hari untuk para guru melakukan rapat yang penting.
Sekarang, Toni dan Tania dalam perjalanan pulang. Saat berada dilampu merah, Tania tidak sengaja melihat seorang anak kecil yang duduk dijalan dengan menundukkan tubuhnya kebawah. Saat ia mendongak dan melihat kearah Tania, wajahnya sangat mengenaskan. Banyak sekali memar yang ada disekujur wajahnya. Bibir dan kulit wajah yang sangat pucat terlihat menyedihkan.
Toni menoleh kearah Tania dan berkata. "Jangan dilihat!" Dan lampu hijau menyala.
Walaupun Toni berkata jangan melihat, Tania tetap saja melihat bocah yang juga menatapnya sedih. Tania tidak tega dan merasa sangat terpuruk. Dia bahkan masih sangat kecil, sekitar umur empat tahunan dan sudah harus mendapatkan semua ini.
Sampai didepan rumahpun Tania masih memikirkan anak kecil itu. Sebenarnya wajah anak itu terlihat sangat manis dan menggemaskan tetapi karena ia sudah terbunuh, wajahnya terlihat berbeda.
Toni tidak tahan dan menggandeng tangan Tania menuju rumahnya. Gadis itu selalu melamun dalam perjalanan. Dengan pasrah dan linglung Tania hanya bisa mengikuti Toni yang menyeretnya.
"Apa besok kalian libur?"
Sekarang ini mereka bertiga sedang berada diruang makan dan memakan masakan yang dibuat oleh ibu Toni. Ibu Toni yang sedang mengambilkan Tania nasi itu bertanya kepada kedua orang yang ada didepannya. Ibu Toni sangat terkejut mendengar bahwa sekolah yang ditempati Tania dan Toni mendapatkan sebuah insiden yang sangat mengejutkan. Untuk saja keduanya tidak papa.
"Iya tante, kami libur satu hari untuk besok."
"Syukurlah kalian baik-baik saja. Ibu sudah mendengar berita itu di tv tadi siang. Kadang manusia memang melakukan sesuatu yang menurut mereka benar.... baiklah, karena besok kalian berdua libur, bagaimana kalau kita piknik untuk sekedar refresing?"
"Wahh, sudah lama aku tidak melakukan itu. Terakhir kali waktu aku berusia empat tahun."
"Tidak papa Tania, sekarang lupakan masa lalu dan jalani masa depan oke."
"Okay...."
Suasana ruang makan terlihat sangat hangat. Waktu sudah menunjukan pukul setengah sepuluh malam. Ibu Toni menyuruh agar anak-anak itu menaiki lantai atas dan segera untuk tidur. Dilantai atas terdapat dua kamar, disebelah tangga sedikit kedalam adalah kamar milik Toni sedangkan yang disebelahnya adalah kamar Tania. Di depan kamar mereka juga terdapat balkon yang luas, dengan kaca yang besar dan mereka bisa melihat pemandangan langsung saat keluar dari kamar.
Tania melewati kamar Toni dengan penasaran. Selama ini dia tidak pernah bisa masuk kedalam kamar milik Toni. Tania merasa sangat penasaran ingin melihat isi dari kamar itu. Tania dengan perlahan dan tanpa suara mengendap-endap ingin meliha dibalik pintu itu, dengan pelan Tania sedikit membuka pintu itu. Kamar terlihat sangat gelap dan tidak ada cahaya sama sekali. Saat Tania mengambil dua langkah, pintu dibelakangnya tiba-tiba ditutup dengan cepat. Tania sangat terkejut dan menoleh kebelakang dan mendapati Toni yang bersandar pada daun pintu dengan melipat kedua tangannya.
"Aku sudah mengatakan jangan memasuki kamarku." Toni berjalan menghampiri Tania, entah mengapa Tania merasa Toni seperti memperlambat gerakaannya dan itu membuat jantung Tania berdetak kencang.
"A... aku tidak sengaja lewat." Keringat dingin sudah membasahi punggungnya.
"Ohh.. benarkah?"
Toni semakin mendekat dan saat tinggal satu langkah lagi. Tania langsung mendorong Toni agar menjauh dan ia langsung berlari keluar dari kamar dengan jantung yang sedang lari maraton. Toni hanya melihatnya dengan senyuman diwajah tampan itu.
Tania berlari menuju kamarnya dengan kecepatan tinggi. Setelah sampai ia langsung mengunci kamar itu dengan cepat. Tania berlari menuju kasur dan melemparkan tubuhnya diatas kasur itu dengan membenamkan seluruh kepalanya didalam selimut.
Saat Tania membuka matanya, hari sudah berubah menjadi cerah. Sang matahari sudah ingin berdiri gagah menampakkan keberadaannya. Tania merentangkan tubuhnya untuk mengumpulkan kesadaran yang masih setengah. Berjalan menuruni kasur dan menuju kearah kamar mandi untuk melakukan rutinitas paginya.
Tania keluar dari kamarnya dengan keadaan yang sudah segar dan cerah. Setelah menutup pintu kamarnya, Tania berjalan menuruni tangga dan menghampiri ibu Toni yang sedang berkutik didapur.
"Pagi tante." Sapa Tania yang berjalan kearah dapur.
"Ehh Tania, sudah bangun. Sini bantu tante mengemasi semua keperluan untuk kita segera piknik di keluar."
"Enn..."
Tania dan ibu Toni menaruh beberapa macam buah dan roti kedalam ranjang untuk mereka bawa. Sambil bercakap-cakap kecil, mereka juga kadang tertawa mendengar salah satu bercerita. Toni yang sudah siap dengan pakaian santainya menghampiri kedua orang perempuan itu dan mereka berjalan kearah mobil yang sudah disiapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unusual Abilities (Tamat)
Horordibalik sikap ceria dan penuh kebahagiaan siapa sangka ada kesedihan yang mendalam. ditinggal oleh sang ibu untuk selama-lamanya dan dicaci maki juga di pukuli ayah kandungnya, bagaimana bisa ia bertahan hidup?? bahkan di hari pertama ia pindah seko...