2) keanehan yang sama

2.5K 225 4
                                    

Seluruh siswa kelas 11A terkejut melihat tidak ada penolakan yang diterima murid baru itu. Kenapa siswa dingin merasa biasa saja saat ada orang lain yang duduk di bangku sebelahnya. Apakah penglihatan mereka semua salah.

Sedangkan Tania yang ditatap sedemikian rupa merasa ada yang tidak beres. Tania tanpa sadar menoleh kearah siswa yang ada di sebelahnya. "Hai teman apakah kamu tau kenapa semua orang menatap kearah ku?"

Tania tidak mendapat jawaban dan hanya mendapat tatapan dingin dengan alis yang mengerut menjadi satu. Tania merasa di abaikan akhirnya mendengus kesal dan melihat bet nama yang ada di seragam siswa itu. Antoni Mahendra.

"Baiklah tidak papa.... Toni perkenalkan aku Tania." Tania menjulurkan tangannya dan bermaksud untuk berjabat tangan tetapi masih saja di abaikan dan Tania menarik tangannya untuk mengaruk rambutnya dengan linglung.

Sepanjang jam pelajaran tidak ada yang tidak memandang kebelakang melihat Tania. Tania tidak perduli dan mencatat pelajaran di depan. Saat pergantian mata pelajaran matematika, tiba-tiba perempuan yang berada di sebelah siswa norak yang ternyata bernama Damar itu mendekat kearah Tania. Tania mengencangkan cengkramannya di bulpoin miliknya. Kringat dingin menetes dengan sendirinya. Jantung Tania juga memompa dengan cepat dan tanpa kata tiba-tiba tangan Toni mengenggam tangan Tania yang penuh keringat dingin. Perempuan itu tiba-tiba ketakutan dan menghilang seketika.

Tania masih linglung, ada apa ini. Tania tanpa sadar menoleh kearah Toni yang sudah melepas genggamannya dan malah menurunkan kepalanya diatas bangku seperti tidak ada yang terjadi. Sampai jam pelajaran selesai Tania masih saja bingung. Bel sudah berbunyi beberapa waktu yang lalu dan Tania masih belum beranjak dari sana. Tania ingin segera pulang tetapi ia sangat lemah, ia lupa membawa bekalnya dan akhirnya perut itu tidak kemasukan apapun. Tania dengan terpaksa beranjak menuju rumahnya.

Saat sampai di rumah Tania segera memasak untuk ayahnya. Bekal yang tadi belum sepat ia makan segera ia makan dengan lahap. Sesekali ia membalik telur yang ia goreng dan memakan rotinya. Saat Tania ingin menaruh telur didalam piring, dia merasakan bulu lehernya merinding. Tania mendengus kesal, suasana ini yang paling Tania benci. Berada dibelakangnya dan berniat untuk mengagetinya. Ini semua selalu dibenci oleh Tania.

Dengan marah Tania berbalik dan memandang Perempaun yang tadi menghampirinya dikelas barunya. "Cepat katakan apa yang kau inginkan sebelum aku berubah pikiran!" Tania menyodorkan sepatula yang ia pegang.

Perempuan yang sebelumnya sangat mengerikan tiba-tiba merubah bentuknya menjadi perempuan seusinya dan wajah yang cantik itu penuh dengan memar biru keunguan. Perempuan itu menangis dengan sedih dan Tania tidak tahan.

"Oke oke, jangan menangis oke, sekarang katakan apa yang bisa aku bantu."

Perempuan itu menghapus air matanya asal dan berkata pada Tania. "Tolong... tolong bantu aku, aku ingin pergi dengan tenang tetapi aku tidak tau siapa yang membunuhku."

Roh yang gentayangan memang akan terus bergentayangan sampai mereka tau siapa yang membunuh mereka. Setelah mereka bangkit dari kematian, ingatan mereka akan menghilang dan akan ingat saat mereka tau siapa yang membunuh mereka dan roh mereka akan terus bergentayangan dengan asal.

Tania memandang perempuan yang ada didepannya. Melihat bet nama yang ada di seragamnya, Perempuan yang bernama Jihan ini seumuran dengannya. Jihan memiliki wajah yang manis dan lembut. Seragam yang di kenakannya sangat berantakan, banyak sekali sobekan yang panjang dan juga seragam itu hampir terbuka. Tania berfikir kalau perempuan ini korban dari pemerkosaan seseorang. Melihat dari penampilannya saja orang pasti tau kalau di dibunuh karena itu.

Di luar pintu diketok dengan keras. Tania segera berlari kecil dan membuka pintu itu. "Ayah.."

"Kemana saja kau hah? Apa kau tuli?!" Tania mengambil tas kerja ayahnya dan menaruhnya di atas sofa yang sederhana.

Ayah Tania langsung mengambil duduk di ruang makan dan mengambil piring yang diatasnya sudah ada telur juga nasi. "Apa-apaan ini hah, kenapa kau hanya memberikanku telur dan nasi?"

"Itu... semua sudah habis dan tidak ada yang tersisa di dalam kulkas yah."

"Apa?? Owh aku tau kau pasti memakan semua disaat aku belum pulang begitu, sialan."

"Ti..tidak yah, aku tidak berani."

"Alasan.. sekarang belikan aku nasi di luar. Makanan ini hanya pantas buat kucing terlantar." Ayah Tania langsung membuang piring kesamping dan jatuh kelantai.

Dengan tangan bergetar Tania mengambil uang dari ayahnya dan segera keluar mencari warung nasi terdekat. Hari ini sudah menjelang malam. Warung nasi sangat jarang bila hari sudah petang. Untung saja ayah Tania tadi tidak memukulnya, coba kalau kena pukul, Tania akan malu dilihat oleh teman baru disekolahnya. 

Di jalan yang sepi Tania mencari masih adakah warung yang buka. Jalanan memang diterangi oleh lampu tetapi lampu itu terlihat sudah tua dan redup. Dengan was-was Tania melihat kiri-kanan apabila ada orang jahat ataupun makhluk lainnya. Dan benar saja, saat tikungan di lewati Tania. Dua orang preman menghadang Tania. Preman itu berdiri bersisihan dengan Tania.

"Hai gadis cantik, sendirian aja nih, mau om anter ngak."

"Gak usah." Bentak Tania dan ingin segera pergi.

"Hadehh.. galak bener nih bocah. Sini serahkan uang mu atau bisa juga tubuhmu itu, benar tidak bro?"

"Yahh kamu benar sekali."

Pria itu ingin mencengkram lengan Tania tapi dengan gesit Tania memelintir tangan yang lebih besar darinya. Tania kecil tapi kekuatannya jauh lebih besar. Tania melilit lengan pria itu kebelakang tubuhnya dan mencondongkan tubuh pria itu kedepan dengan menekan lengannya. Pria itu berteriak kesakitan tetapi terus saja Tania menekan dengan sekuat tenaga sampai terdengar lengan yang patah.

"Kurang ajar." Teman pria itu tidak terima dan ingin memukul Tania, belum sempat pukulan itu mendarat sebuah bayangan wajah yang mengerikan menghampiri orang lain. Wajah perempuan yang busuk penuh dengan darah dan nanah itu membuat orang lain merasa pucat dan jatuh ketanah.

Pria itu ketakutan dan lari sekencang kencangnya. Sedangkan pria lain yang sudah dilepas lengannya juga ikut mengejar temannya yang lari.

Tania menepuk-nepuk tangannya dan melihat Jihan, perempunan yang tadi meminta tolong dengannya sedang terengah-engah. Tania memincingkan matanya dengan melihat hantu perempuan yang sudah berganti bentuk menjadi sepantarannya. "Ada apa dengan mu?"

"Ha.. ha... ini gara-gara aku menampakan diri." Sambil menyetabilkan tubuhnya. "Walaupun aku sudah mati, jika aku ingin menampakan diri pada orang yang belum pernah melihat hantu itu butuh kekuatan yang banyak."

"Ohh... sekarang aku harus membeli nasi untuk ayah ku." Tani berjalan dan diikuti oleh Jihan. "Jihan, adakah kenangan terakhir yang kamu dapat sebelum kematianmu?"

"Entah, aku hanya melihat bayangan seorang pria berkacamata menghampiriku dan pria lain yang berada di belakangnya. Hanya bayangan buram sebelum aku tidak sadarkan diri dan mati."

"Ckck... ini sangat rumit, jika aku menemukan siapa yang membunuhmu maka aku akan memberi perhitungan pada pembunuh itu."

Jihan tiba-tiba berhenti di jalannya dan menatap Tania dengan air matanya. "Kenapa kau berhenti dan menangis hah? Kamari temani aku jika ada beberapa preman lagi, kau itu juga sangat berguna tau. Kemari.. kemari."

Jihan kembali berjalan disebelah Tania dengan senyumnya. "Terimakasih Tania kamu adalah sahabatku."

"Enn.. aku memang orang baik." Mereka kembali berjalan dan mencari warung yang sudah terlihat.

Unusual Abilities (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang