Tania cemberut dipojok ruangan kelas dengan kesal dicampur marah. Bagaimana Toni bisa melakukan hal yang memalukan tepat didepan lapangan, bagaimana kalau mereka semua memikirkan kalau dia dan Toni memiliki sebuah hubungan, yaa walaupun dia sering mendengar hal seperti itu dari mulut yang lain. Tetapi tetap saja Tania merasa malu.
Melihat Toni yang berjalan memasuki kelas dengan memandangnya, Tania segera menoleh dan tidak ingin tatapan mereka bertemu. Toni mengambil tempat disamping kanannya dan hanya diam tanpa niatan untuk menjelaskan kejadian ditengah lapangan pagi tadi.
Ingin sekali Tania berteriak tepat didepan wajahnya tetapi segera dia urungkan saat melihat perwakilan osisi memasuki kelas. Mereka adalah murid tingkat akhir yang sangat disiplin. "Baiklah, waktu untuk acara akan dimulai sebentar lagi. Kelas yang mendapatkan penghasilan paling banyak akan mendapatkan sebuah penghargaan dari sekolah. Semoga kelas 11A ini akan berhasil, kalau begitu kami akan pergi kekelas yang lain."
"Baik kak." Jawab semuanya dengan cepat setelah para senior itu pergi.
Setelah para perwakilan osis keluar, seluruh isi kelas segera mempersiapkan dirinya masing-masing menuju tengah lapangan. Tania yang masih marah beranjak secepat mungkin sebelum Toni menempeli dirinya bak sebuah lem. Sebenarnya yang menempel itu siapa dan yang menjadi bahan gosipan itu siapa? Mengingat kejadian yang terus terulang pada pikirannya membuat Tania bersemu merah. Tania tidak boleh menunjukkan kalau sebenarnya dia sangat senang jika bersama dengan Toni, dia harus menunjukkan mereka hanya sebatas teman! Tidak ada yang tau kalau Tania mulai sadar telah menyukai Toni, hanya dia yang tau.
Acara dibuka oleh sambutan kepala sekolah dan beberapa guru lain, disusul dengan pertunjukan dan yang terakhir adalah acara amal. Kelas Tania memiliki tema horor, seluruh muridnya berpakaian seolah mereka berasal dari dunia yang berbeda.
Diperkirakan banyaknya pengunjung yang datang lebih dari yang mereka targetkan. Dengan senyuman, semua menyambut masyarakat yang berpartisipasi, terutama kelas Tania. Setiap orang yang memasuki kelas 11A hanya ditarif 20k untuk memasuki kelas dan mendapatkan gratis air minum rasa setelah mereka keluar kelas. Bahkan ada yang rela kembali masuk hanya untuk melihat hantu, walaupun lebih tepatnya mereka kembali hanya ingin melihat Toni yang berdiri tegak dipojok ruangan.
Saat acara telah selesai, kelas menunjukkan keuntungan yang mereka terima dan kelas Tanialah yang mendapatkan penghargaan kelas paling banyak menghasilkan uang. Nilai kelas 11A 70% dari seluruh kelas yang ada. Itu semua berkat dari ketampanan sang Toni.
Setelah mendapatkan penghargaan oleh kepala sekolah, jam menunjukkan pukul empat sore. Seluruh siswa harus membersihkan sisah-sisah dari acara tersebut dikelas mereka masing-masing. Tania melipat kain putih panjang yang dibut untuk media kelas mereka dengan lambat, Tania sudah terlalu lelah karena mencoba untuk menghibur puluhan orang yang datang dan sekarang harus membereskan semuanya.
Melipat kain yang terakhir, Tania melihat Toni yang hanya duduk dikursi depan papan tulis dengan menyilangkan salah satu kakinya. Mata elang itu hanya menatap Tania tanpa minat untuk membantu. Huhhh! Sungguh lelaki yang tidak memiliki perasaan.
Tania mengembalikan kain itu disalah satu kardus dengan rapi, saat mencoba untuk mengangkat kardus tersebut, tiba-tiba kardusnya diambil alih oleh seseorang. Toni berjalan mendahului Tania dengan membawa kardus menuju keluar kelas.
Tania tersenyum, dengan cepat dia mengikuti langkah lebar Toni menuju lapangan. Kardus-kardus itu mereka kumpulkan dan akan mereka kembalikan ditempat mereka sewa. Toni memasukan kardus yang dia pegang kedalam mobil kodok dan berjalan menuju Tania berada. "Ayo pulang!" Kata Toni sebelum melewati Tania.
Beberapa langkah diambil Toni, dirinya tidak mendengar ada yang mengikuti. Toni menoleh dan melihat Tania hanya diam dengan melipat tangan didepan dada tanpa menatap kearahnya. Toni merajut alisnya, menatap Tania dan bersuara. "Kenapa? Ayo pulang!" Suara itu terdengar tegas dan dingin, tetapi Tania masih diam ditempat.
Tania masih kesal dengan kejadian pagi tadi. Walaupun sekarang hanya ada beberapa orang yang tersisah, mereka sesekali mencuri pandang untuk melihat interaksi keduanya. Toni tersadar, sepanjang hari ini Tania tidak berbicara dengannya sama sekali bahkan perempuan itu tidak menatapnya sekarang. Apakah dia membuat Tania marah.
Tania melihat salah satu teman sekelasnya berjalan melewati dirinya, tangan Tania terulur dan membuat siswa itu terhenti. "Ada apa Tania?" Siswa yang terhenti itu menatap Tania dan bertanya. Tania memiliki kepribadian yang mudah bergaul dan karena sikapnya itu hampir satu kelas semuanya menjadi teman Tania.
"Apakah kamu tidak keberatan kalau aku bergabung?" Siswa itu adalah ketua kelas 11A, ketua sering membantu Tania saat mendapat tugas dari pak Arjuna untuk membagikan tugas mereka dan Tania tau beberapa hari ini kalau ketua kelas pindah rumah didepan rumah milik Toni. Ketua kelas juga sering mengajak Tania untuk pulang tetapi Tania menolak dengan halus karena dia akan bersama dengan Toni.
"Bukankah kamu pulang bersama Toni?" Ketua kelas yang bernama Dika itu menoleh kearah Toni yang sedang menatapnya dengan tajam.
Tania menggeleng. "Tidak, aku akan pulang sendiri."
"Baiklah kalu begitu..."
"Tidak!!" Toni memotong perkataan Dika dan berjalan kearah keduanya dengan menggandeng tangan Tania. Sebelum pergi Toni menatap tepat pada kedua mata Dika dan pergi dengan menarik Tania.
Toni merasa kalau ketua kelas memiliki aura tersendiri. Ketua kelas memang terkenal dikelas mereka karena sikapnya yang tolong menolong dan wajahnya yang memikat orang dengan sendirinya. Tetapi sikap dan rupa sang ketua kelas tidak dapat menipu Toni. Beberapa kali Toni sering melihat kepribadian Dika yang berubah-ubah. Saat tidak ada orang disekitarnya maka wajah yang semula tersenyum itu akan terlihat dingin, saat ada yang tidak sengaja membuat masalah kepada ketua kelas maka dia memaafkan tetapi siapa yang tau beberapa hari kemudian akan ada yang terluka.
Selama satu tahun setengah Toni berada dikelas bersama dengan Dika, Toni sadar kalau lelaki itu berbahaya. Selama ini Toni hanya diam, dia tidak ingin mencampuri urusan orang lain, tetapi yang berada disekitar lelaki itu adalah Tania. Tania adalah pengecualiannya.
Tania menghempaskan cengkraman tangan Toni dengan kasar setelah mereka berada diarea tempat parkir sekolah. "Aku tidak ingin pulang berasama denganmu!" Mulai dari sekarang Tania harus pulang sendiri, tidak dengan Toni.
Tiba-tiba aura disekitar terasa mencekam, Tania yang belum pulih merasa terdorong kebelakang sehingga tubuhnya menempel pada bagian samping mobil. Toni mendekat dan mengikis jarak diantara mereka dan berbisik tepat disamping telinganya. "Pulang atau kau ingin aku melakukan sesuatu disini?" Jarak ini terlalu dekat, Tania bisa merasakan detak jatungnya yang tidak bisa dia kontrol.
Pertanyaan yang terasa ambigu itu membuat Tania memerah merona. Dengan sekuat tenaga tangan kecilnya mendorong tubuh kokoh milik Toni dan berjalan berputar untuk memasuki mobil. Toni tersenyum kecil melihat anjing kecilnya yang bertingkah imut, membuka pintu mobil samping dan segera meninggalkan gedung.
Setelah mobil itu perlahan meninggalkan gedung, bayangan hitam yang bersembunyi dibalik tembok menatap mobil itu dengan tajam. Senyum jahatnya terpapang dengan jelas diantara kegelapan yang menimpanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unusual Abilities (Tamat)
Horreurdibalik sikap ceria dan penuh kebahagiaan siapa sangka ada kesedihan yang mendalam. ditinggal oleh sang ibu untuk selama-lamanya dan dicaci maki juga di pukuli ayah kandungnya, bagaimana bisa ia bertahan hidup?? bahkan di hari pertama ia pindah seko...