24) Bocah bernama Boy

1.1K 120 4
                                    


Tania membalik bukunya dengan malas, entah mengapa Tania merindukan sosok hantu kecil yang pernah ia tolong. Wajah yang menggemaskan dengan kedua mata besar yang penuh dengan air mata itu membuatnya terhibur dan Tania sudah menganggap kalau dia seperti adiknya sendiri.

Setelah ibunya meninggal, Tania selalu hidup menyendiri. Dia jarang keluar rumah dan berinteraksi dengan teman sebayanya. Tetapi saat memasuki sekolah menengah pertama, sikap Tania mulai berubah. Walaupun dia bersedih dan merasa sendiri, Tania menguatkan dirinya agar tetap ceria. Kalau dia terus saja menyendiri mana ada teman yang mau bersamanya.

Toni yang duduk disebelah mengangkat satu alisnya aneh memandang Tania. Bukankah dia sudah mengabulkan keinginannya untuk ikut partisipasi, lalu kenapa Tania terlihat bersedih. Saat pergantian mata pelajaran terakhir, Toni berusaha untuk diam tetapi dia tidak bisa. Dengan suara datarnya Toni berkata. "Kenapa dengan wajah itu?"

Tania yang mendengar suara Toni langsung menoleh tetapi tidak memasukan kedalam otak apa yang telah Toni tanyakan. "Apa?" Dengan linglung Tania bertanya.

"Apa yang sedang kau pikirkan bodoh?!" Dengan kesal Toni berucap walaupun terdapat nada khawatir yang samar.

"Ahh.. tidak, aku hanya merindukan bocah yang pernah kita tolong." Tania kembali membuka lembar-lembar kertas bukunya. "Entah mengapa aku ingin membuatkan dia nasi goreng hehe... lupakan! Aku hanya asal bicara."

Pintu kelas dibuka dan disana guru memasuki kelas untuk memulai pelajaran. Tania dan Toni kembali terfokus pada guru yang menjelaskan materi didepan mereka. Sampai jam menunjukan pukul 03.15 bel berdering diseluruh gedung. Seperti biasa Toni dan Tania akan berjalan menuju tempat parkir dan pulang ke rumah bersama-sama.

*

Saat ini Tania dan Toni berada diruang perpustakaan dengan membawa beberapa keperluan untuk acara besok. Lebih tepatnya yang terlihat heboh hanyalah Tania seorang. Toni hanya duduk dipojok ruangan dengan buku ditangan. Terlihat sangat menawan dan tampan. Tania memandang Toni dengan mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja. Sepertinya Tania tau kostum apa yang cocok dengan pria dingin, berkulit putih, dan terlihat tampan itu.

Dengan senyum lima jarinya Tania langsung merebut android yang tergeletak disamping Toni. Android itu adalah milik Toni sendiri tetapi sang pemilik hanya meliriknya sekilas dan kembali membaca bukunya. Itu sudah menjadi kebiasaan untuk Toni. Bahkan selama ini android milik Toni seperti sudah berpindah pemilik.

Sebenarnya Tania sudah memiliki benda itu tetapi hanya telfon jadul yang hanya bisa untuk berkomunikasi saja. Ibu Toni menawarkan Tania yang baru dan Tania menolak dengan keras. Dia berkata akan membelinya dengan uang jerih payah sendiri. Dan sekarang yang menjadi korbannya adalah android milik Toni, toh pemiliknya tidak keberatan.

Tania juga merasa heran kenapa Toni membiarkannya menguasai benda itu. Bagaimana kalau Tania membuka kontak privasinya dan yang lain-lain, apa anak itu tidak keberatan? Jawabannya hanya lirikan sekilas dan tidak peduli. Jelas Toni tidak keberatankan. Pernah waktu itu Toni mendapatkan telfon dari nomor yang tidak dikenal. Tania memberikannya kepada Toni, tetapi Toni tidak berminat untuk mengangkatnya dan apa boleh buat. Tania yang harus menjawabnya, Tania sampai harus menjauhkan benda itu dari daun telinganya jika tidak ingin menjadi tuli. Suara perempuan yang cempreng bergema digendang telinga dengan lontaran kata-kata cinta dari balik telfon. Sekarang Tania tau mengapa Toni tidak ingin menerima telfon dari sembarang nomor.

Tania membuka android itu dan memesan sesuatu dari sana. Saat asik pada kegiatan masing-masing, pintu ruang perpustakaan dibuka dari luar. Disana Ibu Toni memasuki ruangan dengan diikuti dua orang dari belakang, yaitu satu orang perempuan yang sepantaran dengan ibu Toni dan juga seorang bocah lelaki yang membawa robot ditangannya. Sebelum Tania angkat suara ibu Toni sudah menjelaskan.

"Hai anak-anak, ibu akan keluar sebentar dengan bibi Merry. Oh.. ya Tania belum mengenalnya kan. Kenalkan, ini teman ibu yaitu Merry." Ibu Toni memperkenalkan Merry kepada Tania dan dijawab hallo oleh Tania. "Dan ini putranya yaitu Boy, Boy kemari dan perkenalkan dirimu!" Ibu Toni mengisyaratkan untuk bocah itu mendekat.

Boy sekarang berdiri tepat didepan Tania sambil membawa robotnya dengan diam. Tania sangat menyukai anak kecil, apalagi yang memiliki pipi tembam dengan mata yang berbinar. Itu sangat menggemaskan.

Dengan senyumnya Tania menjabat tangan mungil milik Boy. "Hello Boy, aku adalah Tania. Senang bertemu denganmu." Tangannya sangat kecil dan halus.

"Baiklah karena kalian sudah saling mengenal ibu dan bibik Merry akan segera pergi. Dan Toni, kamu tidak boleh menolak untuk Boy ibu titipkan. Kali ini karena ada Tania ibu bisa mempercayainya. Awas saja kalau kamu tidak menjaga Boy dengan baik. Kalau begitu ibu pergi dulu." Setelah itu ibu Toni dan bibik Merry berpamitan dan meninggalkan rumah.

Sebenarnya Toni tidak terlalu menyukai anak-anak, mereka sangat merepotkan. Tetapi melihat Tania saat dikelas, Toni memikirkannya kembali. Apa salahnya untuk menampung bocah itu sebentar.

Sekarang yang berada di dalam ruangan hanya Toni, Tania dan Boy. Boy adalah bocah yang sedikit bicara, lihatlah sekarang! Boy hanya menatap Tania dengan diam. Tania memandang Toni yang kembali membaca bukunya dengan acuh lalu memandang Boy yang hanya menatapnya. Tania menggaruk kepalanya dengan bingung akan situasi saat ini.

Dengan cepat Tania memandang Boy dan berkata. "Boy, apa kamu lapar?" Boy hanya diam dan terus menatap. "Emm... mari ikut, aku akan membuatkanmu nasi goreng yang sangat spesial." Tania langsung menggandeng tangan Boy tanpa meminta persetujuan.

Toni menatap keduanya sesaat, sejak kapan bocah itu mau dipegang dengan orang yang baru ia kenal. Boy adalah anak dari sahabat ibunya. Jika para ibu-ibu ingin pergi maka keduanya akan menitipkan anak itu kepada Toni. Karena Toni tidak terlalu suka kepada anak kecil, dia tidak akan segan-segan untuk menolak permintaan mereka. Tetapi hari ini ia menerimanya karena satu alasan, yaitu karena Toni melihat Tania sangat kesepian dan kebetulan sekali para ibu-ibu itu menitipkan bocah itu pada mereka.

Toni tau bagaimana sikap Boy, dia adalah anak yang pendiam namun baik. Dia tidak akan mudah akrap dengan orang yang baru dikenalnya. Tetapi melihat kalau mereka berdua akrab, Toni tau kalau Boy sudah menganggap Tania sebagai temannya.

Toni kembali membaca bukunya dengan senyum tipis yang tidak terlihat.


Unusual Abilities (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang