Saat Toni kembali menuju taman, ia melihat Tania yang sedang menggandeng bocah itu menuju arah lain. Sebelum Toni kehilangan jejak dia langsung berlari dan bertetiak.
"Tania."
Tania beserta si bocah menoleh dan mendapati Toni yang berlari menghampiri mereka berdua. Sampai dihadapan Tania, Toni sedikit melirik kearah bocah yang digandeng oleh Tania.
"Kau disuruh untuk segera pulang, tidak usah membantah!"
Tanpa mengatakan apapun lagi Toni langsung meninggalkan Tania. Mau tidak mau Tania harus menunda pekerjaannya untuk bertemu lelaki yang ditangkap polisi barusan. Dengan masih menggandeng bocah itu Tania memasuki mobil dan mereka kembali kerumah dengan selamat.
Ibu Toni berpesan kepada Toni untuk menjaga Tania karena ia mendapat keperluan yang sangat mendesak. Ibu Toni harus berada jauh dari mereka kurang lebih dua hari lamanya dan akan berangkat saat itu juga.
Setelah berpamitan, ibu Toni memasuki mobilnya dan meninggalkan tempat dengan perlahan. Setelah melambaikan tangan Tania melirik Toni sebentar yang langsung nyelonong memasuki rumah dan menuju kamarnya.
Saat menatap kepergian Toni, ujung baju Tania seperti ada yang menarik-narik. Tania menunduk dan mendapati hantu bocah yang menarik bajunya dengan tangan kecilnya.
Tania tersenyum dan bertanya. "Apa ada sesuatu yang kau minta?"
Anak itu hanya tetap diam dan menatap wajah Tania. Tania bingung, dia tidak tau apa yang di inginkan oleh bocah itu bila dia tidak bicara sama sekali seperti ini. Dengan sabar Tania bertanya.
"Apa kamu ingin bertemu keluargamu? Tetapi kita tidak bisa berangkat sekarang ini. Kamu tau kan kalau kita tidak bisa kesana, si kakek banyak bicara itu pasti akan memarahi kita berdua. Apa kamu mengerti?" Tania memiringkan kepala sedikit dan menatap kembali bocah itu.
Bocah itu tiba-tiba saja menggelengkan kepalanya.
"Benarkah, lalu apa yang sekarang kamu inginkan hmm?" Bocah itu menundukan wajahnya kebawah dan tidak bergerak.
Mencoba untuk mengerti, Tania terus bertanya apa yang di inginkan si bocah. Bertanya ini-itu dan berhenti saat dia bertanya 'apakah kamu lapar'. Mendengar pertanyaan itu si bocah langsung mendongak.
"Owh, ternyata kamu ingin makan. Baiklah aku akan memberikanmu makan." Tania menggandengnya ke arah dapur.
Seorang hantu sebenarnya sama seperti seorang manusia. Mereka akan membutuhkan makan untuk bertahan hidup, tetapi yang membuatnya berbeda adalah manusia memakan makanan sehari-hari kalau hantu akan memakan makanan apabila ada orang yang memberinya makan atau bisa juga orang yang memberi sesajen.
Hantu akan menghampiri sesajen yang diberikan apabila sang pemberi sudah pergi dari tempat itu dan para hantu akan berebut makanan dengan menghirup aromanya saja.
Kadangkala ada hantu yang kelaparan karena tidak ada yang memberinya makan ataupun tidak ada sesajen yang ia dapat, hantu harus menahan rasa lapar yang ia terima. Itu juga termasuk perbedaan antara hantu dan manusia, manusia jika kelaparan akan mati berbeda dengan hantu yang akan terus kelaparan tanpa henti.
Tania membuat sebuah nasi goreng dengan telur dadar di atasnya. Dia membuat dua porsi, untuk si bocah dan Toni. Tania mendorong piring yang berisi nasi goreng kearah bocah yang sekarang ini duduk dihadapannya.
Bocah itu langsung memakan makanannya dengan rakus. Tania menopang wajahnya untuk menatap wajah bocah yang sedang menikmati makanan.
Sampai saat terdengar suara langkah kaki dari arah lain. Toni berjalan menghampiri dapur dengan tenang, melirik bocah itu dan berhenti di hadapan Tania. "Kenapa kau membuat dua porsi saja dan memberikan kepada dia."
"Tidak papa, aku tidak lapar dan membuatkannya saja. Jika aku lapar masih ada roti di kulkas."
"Hmm." Toni mengambil nasi goreng itu menuju kamarnya tanpa menoleh.
Hari sudah malam saat Tania selesai membaca materi yang diberikan oleh gurunya. Tania merenggangkan semua ototnya dan membersihkan semua buku untuk istirahat. Besok ia berencana untuk membantu bocah itu sepulang sekolah.
Pagi datang saat Tania membuka kedua matanya. Kegiatan pagi masih seperti biasa. Karena ibu Toni tidak ada jadi yang membuat sarapan adalah Tania sendiri. Ia harus bangun lebih pagi dan membuat sarapan untuk mereka berdua.
Toni turun dari kamarnya setelah semua sarapan telah selesai. Ia duduk di posisinya dan memulai sarapan paginya, Tania melirik Toni sesaat dan juga ikut memakan sarapannya.
Setelah selesai sarapan mereka berdua berangkat bersama menuju sekolah. Jam 6.30 pintu pagar sudah ditutup oleh sang penjaga, untung saja mereka berdua tidak terlambat dan datang tepat pada waktunya.
Pelajaran berjalan seperti biasa, tidak ada yang menarik bagi Toni sehingga membuat dia mengantuk. Toni melipat kedua tangannya diatas meja dan memosisikan diri untuk tidur. Sedangkan Tania yang berada disisinya merasa kesal dengan sikap Toni yang tidak menghormati guru.
Sampai jam mata pelajaran terakhirpun Toni masih tidak memperhatikan guru. Bel berbunyi, Tania berfikir sebentar. Sekarang ini Toni masih tidur, dia bisa membantu si bocah kali ini.
Tania memasukan bukunya perlahan-lahan tanpa menimbulkan suara supaya Toni tidak terbangun. Dan perlahan bangkit dengan berjalan tanpa suara.
"Mau kemana kau?"
Suara yang tidak di sukai Tania yaitu bernada dingin dan mengintrogasi, seperti saat ini. Tania menghembuskan nafas kasar dan berbalik kearah Toni.
"Hmm.. boleh kah.."
"Tidak boleh."
"Aku bahkan belum mengatakan kepadamu apa yang ku maksud."
"Tetapi aku tau apa yang kau maksud."
Toni mengambil tasnya dan berjalan melewati Tania. Dengan kesal Tania menghentakkan kakinya mengejar tuh laki. Sambil berjalan Tania berfikir sesuatu.
Saat hampir mencapai pintu kelas, Tania mempercepat langkahnya dan langsung menggandeng Toni. Toni tiba-tiba membeku seketika. Dia berhenti berjalan dengan mata yang membulat sempurna.
Dengan menarik lengan kanan Toni kearah pelukannya Tania berkata. "Ayolah Toni, untuk sekali ini saja. Kamu bisa ikut denganku menemui pria itu. Boleh ya... ya."
Beberapa detik Toni masih belum bicara sampai saat Tania entah mengapa mendekatkan wajahnya untuk melihat wajah aneh milik Toni.
"Ya... ka-kau boleh.. melihatnya." Dengan melepaskan tangan Tania.
"Bagus, sekarang mari kita pergi kekantor polisi untuk bertanya."
Tania berjalan mendahului Toni dengan langkah ringan dan senyum cerah. Sedangkan Toni, dia masih diam di tempat dengan menatap wanita konyol di depannya. Toni belum pernah berada dalam keadaan seperti ini dan ini juga pertama kali untuknya. Dengan bingung Toni berjalan mengikuti Tania
KAMU SEDANG MEMBACA
Unusual Abilities (Tamat)
Terrordibalik sikap ceria dan penuh kebahagiaan siapa sangka ada kesedihan yang mendalam. ditinggal oleh sang ibu untuk selama-lamanya dan dicaci maki juga di pukuli ayah kandungnya, bagaimana bisa ia bertahan hidup?? bahkan di hari pertama ia pindah seko...