Hari ini adalah hari sabtu, hari dimana Tania dan Toni akan pergi ke rumah Damar untuk mengungkapkan kebenaran. Mereka berdua telah memiliki bukti yang cukup menguatkan Damar adalah tersangka pembunuhan di sekolah mereka. Tania tidak bisa menyangka kalau Damar yang masih dibawah umur harus melakukan semua ini. Bagaimana bisa ia membunuh sahabatnya sendiri, apa Damar tidak sadar akan perbuatannya yang kejam itu hah.
Tania keluar dari kamar mandi dengan mengenakan jins berwarna biru dongker juga baju lengan panjang berwarna putih dengan gambar kelinci di sana. Tania menyanggul rambutnya menjadi satu dan mengambil tas miliknya untuk menuju depan rumahnya. Toni memang mengabari Tania kalau dia akan menjemput Tania dan sekarang dia sudah menunggu didepan rumah bersama motornya.
Di sana Toni terlihat sangat tampan, dengan memakai jaket berwarna hitam disertai topi hitamnya itu terlihat sempurna bagi penglihat bahkan Tania juga berfikir demikian. Tania menghampiri Toni yang duduk diatas motornya. "Maaf kalau terlalu lama."
Toni tidak menjawab dan hanya memberikan helem pada Tania. Menerima helem itu dan memakainya Tania langsung menaiki motor menuju rumah Damar. Perjalanan memerlukan waktu setengah jam menggunakan motor dan setelah sampai rumah itu terlihat sangat mewah. Rumah yang beberapa kali lipat lebih besar dari rumah Tania itu pastilah sangat mahal.
Mereka berhenti didepan gerbang dan memencet bel yang ada disana. Sesaat pintu gerbang dibuka oleh seseorang yang tidak lain ialah satpam rumah itu. "Ya nyari siapa nak?" Tanya satpam itu pada Tania juga Toni.
Setelah Tania turun dari motor Tania menghampiri sang satpam dan berkata dengan sopan. "Saya Tania dan ini teman saya Toni pak. Kami kemari ingin bertemu dengan Damar. Kami berdua adalah teman sekelasnya."
"Owh mari saya antar kedalam dan saya panggilkan den Damarnya."
"Makasih pak."
Tania juga Toni mengikuti satpam itu menuju kedalam rumah. Memasuki pintu yang cukup besar dan menuju ruang tamu. Sorang pelayan menghampiri mereka dan pelayan itu beranjak ingin memanggil tuannya. Tania juga Toni dipersilahkan untuk duduk di ruang tamu dengan disuguhi beberapa minuman untuk mereka minum. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya pelayan itu datang kembali dengan seorang diri.
"Maaf saya lupa kalau den Damar sedang keluar bersama teman-temannya sekarang."
"Benarkah, kalau begitu apa besok dia akan ada di rumah."
"Saya kurang tau tetapi biasanya dia akan pulang saat hari minggu menjelang malam."
"Sayang sekali, kalau begitu kami pulang dulu. Terimakasih atas jamuan bibi."
"Sama-sama."
Setelah keluar kini Tania dan Toni kembali menaiki motor entah menuju kemana. Tania merasa aneh terhadap sikap dari pelayan juga satpam itu. Walaupun terlihat ramah tetap saja ada raut menyeramkan dikedua mata mereka. Itu membuat Tania berfikir macam-macam.
Hari masih termasuk pagi dan ini juga hari yang cerah. Entah mau dibawa kemana Tania oleh Toni kali ini. "Mau kemana sekarang kita?" Setelah beberapa waktu akhirnya Tania melontarkan pertanyaan pada Toni.
"Kerumahku dulu."
Apa? Kerumahnya, kenapa? Sebenarnya sih tidak papa tetapi itu terasa seperti anak lelaki membawa pacar mereka pulang kerumah dan memperkenalkan pada ibunya. Yang lebih mengejutkan adalah rumah Toni tidak jauh dari rumah Tania hanya berjarak beberapa rumah saja. Kenapa Tania tidak pernah melihat Toni disekitar sini. Apa karena Tania tidak pernah keluar rumah semenjak ia pindah.
Motor Toni terpakir didepan rumah yang cukup bagus dan sederhana. Toni masuk kedalam rumah diikuti oleh Tania dibelakangnya, yang mengikuti seperti ekor ular. Pintu tidak dikunck dan Toni langsung masuk kedalam rumah. Saat memasuki rumah bau harum masakan tercium oleh indra milik Tania. Bau ini mengingatkan akan masakan milik ibunya waktu kecil, tiba-tiba Tania merindukan ibunya kali ini.
Memasuki ruang tamu Tania dipersilahkan duduk oleh Toni dan ia beranjak menuju arah kamarnya mungkin. Entah apa yang ingin Toni lakukan di rumahnya.
Tania melihat sekeliling isi rumah sederhana itu. Dindingnya berwarna putih kebiruan, dan barang-barang yang ada ditata rapi sampai menunjukan kalau rumah itu sederhana namun elegan. Mata cantik Tania tidak sengaja melihat foto keluarga dan beberapa foto lainnya di dindin yang kokoh pembatas itu. Tania merasa penasaran dan melihat gambar di foto itu. Foto itu menunjukan keluarga kecil yang bahagia, terdapat ayah, ibu juga Toni kecil yang dipangku ibunya. Tania melihat kalau ayah Toni adalah seorang tentara dan Tania bisa melihat jabatan ayahnya memang tinggi. Beralih kefoto berikutnya, Tania melihat Toni yang seperti berumur delapan tahun sedang merayakan ulang tahunnya. Toni kecil tersenyum lima jarinya saat ibunya memberikan kue pada Toni. Disampingnya terlihat saat Toni baru memasuki sekolah menengah pertama. Di sana Toni seperti sudah memancarkan aura dinginnya, ketaran saat ia tidak tersenyum sama sekali. Tetapi itu sangat menggemaskan bagi Tania.
Saat asik meneliti foto yang ada, terdengar suara langkah kaki dari arah belakang. Tania langsung menoleh dan mendapati perempuan setengah baya yang pasti adalah ibu dari Toni sendiri. "Ehh... nak Tania ya."
"Iya tante saya Tania."
Dari mana ibu Toni tau kalau aku Tania, mungkin Toni memberitahunya kalau dia datang bersamaku.
"Kenapa berdiri, ayo ikut tante kemeja makan dan makan bersama kami."
Tania memang belum makan tadi pagi tetapi ia juga tau diri. Ia malu harus numpang makan di rumah orang lain. "... Tidak usah tante. Tania sudah makan kok."
Krucuk krucuk...
Tiba-tiba Tania menutupi perutnya. Haiss ia merasa malu ketahuan kalau sedang berbohong. Kenapa perutnya tidak bisa berkonpromi. "Hahaha... lihat perutmu sudah memanggil ingin disini. Sudahlah jangan malu, mari kita makan bersama."
Ibu Toni tidak ingin mendengar penolakan dan langsung menyeret Tania menuju ruang makan. Disana Toni sudah duduk mania dengan menyedokkan nasi ditempatnya. Apakah Toni pulang hanya ingin makan saja.
"Ayo makan, anggap saja kalau ini rumah sendiri." Ibu Toni sangatlah ramah, Tania malah lebih merindukan ibunya saat mencicipi masakan yang dimasak ibu Toni.
Kehangatan juga rasa masakan itu membuat Tania ingin bertemu ibunya. Ibu yang sangat mencintainya lebih dari siapapun itu kini tidak akan pernah didapat oleh Tania kembali. Masa-masa indah waktu kecil hanya bisa menjadi kenangan bagi Tania. Tania tanpa sadar meneteskan air matanya saat memasukan suapan nasi kedalam mulutnya.
"Ehh.. kenapa kamu menangis nak hemm?" Ibu Tania yang ada disebelah Tania perlahan menghapus air mata Tania dengan lembut penuh perhatian.
"Tidak apa-apa." Tania langsung menghapus cepat air mata sialan itu.
"Nak, jika ada sesuatu yang ingin kamu utarakan, tante bisa mendengarnya jika itu bisa membuat kamu lega."
"Tidak tante, Tania tidak apa-apa."
"Baiklah, jangan menangis kalau begitu... dan Toni, kamu harus membawa Tania kemari jika ada waktu yang luang."
"Enn..."
Toni hanya tinggal bersama ibunya, ayah Toni sudah meninggal saat Toni berusia tujuh tahun. Saat menjalankan tugas di luar negri sang ayah tewas karena kecelakaan. Jenazah Ayah Toni dipulangkan dan dimakamkan dengan damai. Ibu Toni memiliki toko roti yang lumayan besar juga uang pensiun dari sang ayah dapat menghidupi kehidupan mereka. Toni juga Tania sama-sama hanya memiliki satu orang tua yang membedakannya adalah ibu Toni sangat baik sedangkan Ayah Tania berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unusual Abilities (Tamat)
Terrordibalik sikap ceria dan penuh kebahagiaan siapa sangka ada kesedihan yang mendalam. ditinggal oleh sang ibu untuk selama-lamanya dan dicaci maki juga di pukuli ayah kandungnya, bagaimana bisa ia bertahan hidup?? bahkan di hari pertama ia pindah seko...