Toni membantu menata karpet diatas rerumputan yang hijau dan Tania membantu ibu Toni menata semua makanan dan beberapa tuangan jus kedalam gelas. Setelah selesai mereka bertiga duduk melingkar dan tersenyum bersama, kecuali Toni yang hanya diam dengan melipat kedua tangannya.
"Suasana hari ini sangat cerah." Ibu Toni menatap seluruh taman dengan mata sipitnya.
"Benar tante, lihat mereka semua juga terlihat sangat bahagia."
Ditaman tidak hanya mereka saja yang melakukan piknik keluarga, banyak sekali keluarga lain yang meluangkan waktu mereka untuk kehangatan keluarga. Tania terlihat sangat bahagia tetapi didalam hatinya, Tania ingat kepada kedua orang tuanya.
Saat itu Tania masih berumur tiga tahun dan itu sangat kecil. Ibunya menemani Tania berlari-lari kecil sedangkan ayahnya menunggu dengan meminum jus ditangannya. Kadang sang ayah akan memberi semangat pada Tania untuk terus berlari. Dan saat Tania terjatuh, kedua orangtuanya akan panik menghampiri Tania. Mengelus luka yang ada dengan mengatakan kalau itu baik-baik saja.
Tania kecil sangat beruntung menerima kasih sayang itu dan Tania dewasa, dia harus menerima kasih sayang dari orang lain tidak dari kedua orang tuanya sendiri.
Alangkah hebatnya jika mereka semua bertemu dan saling berbincang seperti ini dan ditaman yang indah ini.
Ibu Toni memberikan roti lapis kepada kedua anak mudah didepannya dan menuangkan jus kegelas masing-masing. Dengan senang Tania langsung memakan roti itu dengan memasukannya kedalam mulut kecilnya dan tergesah-gesah.
"Pelan-pelan Tania, kamu akan tersedak."
Belum sempat ibu Toni selesai berbicara, Tania sudah tersedak dengan rotinya. Dengan cepat ibu Toni mengambil air putih dan memberikannya ke Tania dengan perlahan. "Sudah tante katakan untuk tidak terlalu teegesah-gesah. Dan lihat sekarang, tersedakkan jadinya."
"Maaf tante, ini terasa begitu enak."
"Roti manapun sama saja, berlebihan." Tiba-tiba Toni berkata sambil melahap rotinya.
"Yee sirik, ini terasa begitu enak karena terdapat kasih sayang seorang ibu dalam membuatnya." Jawab Tania dengan sinis dan beralih menatap ibu Toni dengan tersenyum.
Ibu Toni mengelus rambut Tania dengan sayang, berkata dengan candaan "Coba saja kalau anak tante itu kamu Tania, tante sudah sangat bersyukur kalau begitu."
"Enn... tante memang benar, aku anak yang sangat berbakti."
Ibu Toni tertawa disusul Tania yang ikut tertawa. Mereka berdua saling tertawa tanpa mengajak Toni. Suasana yang hangat menambah kenyamanan diantara tiga orang itu. Bagaimana jika waktu terhenti, tetapi jika berlanjut juga tidak papa toh Tania merasa bagaia hidup dengan ibu Toni yang baik ini.
Suasana nyaman tiba-tiba berubah menjadi riuh oleh orang-orang yang berlari menjauhi arah lain. Dengan cepat ibu Toni, Toni dan Tania berdiri dari posisinya. Toni menghentikan salah satu orang yang berlari dengan tergesah-gesah. "Permisi pak, apa yang sedang terjadi?"
"Begini nak, disana seorang bapak-bapak sedang mengamuk dan menusuk seorang lelaki dengan pisau. Saya permisi dulu nak."
"Terimakasih atas infonya pak."
Setelah orang itu pergi, Toni menyuruh ibunya dan Tania untuk menunggu didalam mobil dan dia akan melihat apa yang sedang terjadi. Mendengar itu, Tania tidak terima dan ingin ikut melihat keadaan.
Melihat keras kepalanya Tania, Ibu Toni menyuruh agar Toni melindungi Tania apapun yang terjadi. Ibu Toni akan berdiam diri didalam mobil memberitahu saudaranya untuk segera datang dan menunggu mereka berdua didalam mobil.
Toni menganggukkan kepalanya dan segera pergi melihat apa yang terjadi. Mereka berdua melihat kerumunan orang-orang dan terdengar suara teriakan yang memilukan. Disana seorang lelaki yang lengannya bersimpah darah itu tergeletak kesakitan ditanah. Orang yang melihat tidak berani menolong lelaki itu karena pelaku masih mencondongkan belatinya dan mengancam.
"Kembalikan putraku, dia masih sangat kecil dan sudah harus mati dengan sadis. Kembalikan anakku sekarang juga..." bapak itu terus mengayunkan pisaunya kearah orang lain. Dimata orang itu terdapat kesedihan yang mendalam. Ia terjatuh berlutut ditanah dengan air mata yang mengalir deras. "Putraku..."
Mobil polisi memasuki taman dengan cepat, dua orang polisi turun dan berjalan kearah bapak itu dengan perlahan tetapi sempurna. Dengan sigap kedua polisi itu mengunci kedua tangan bapak itu dan menjatuhkan pisau yang ada ditangannya. Memborgol tangannya dan segera memasukan kedalam mobil tahanan.
Orang-orang yang melihat hanya saling berbisih dan bertanya heran. Lelaki yang terluka juga sudah dibawa kerumah sakit terdekat untuk mendapat pertolongan pertama.
Kejadian yang tidak terduga membuat hari mereka terganggu dan memutuskan untuk meningalkan taman. Tania hanya diam ditempat sampai tidak ada satu orangpun yang ada ditaman.
Tania menatap bocah yang berdiri disebrang sambil melihat mobil polisi yang menghilang. Bocah itu adalah bocah yang dilihat Tania saat dilampu merah. Merasa sangat penasaran, Tania menghampiri bocah dengan langkah kaki yang sedang.
Mendengar ada suara langkah kaki, bocah itu menoleh dan menatap Tania dengan mata sedihnya. Sangat lucu tetapi menyedihkan.
Tania berhenti pas didepan bocah itu dan berlutut menghadapnya. Saat melihat roh anak kecil, Tania tidak tega dan pasti akan menghampirinya untuk bertanya.
"Hai manis, kenapa kamu disini hemm?"
Bocah itu tidak bicara, hanya menunjukan raut yang sedih dan air mata yang berada dimata imutnya.
"Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?" Tania kembali mengambil inisiatif untuk bertanya. Dia terlihat tidak ingin bicara dan pendiam.
Mendapat perlakuan yang lembut, roh bocah itu menoleh kearah lain dan menunjuk mobil polisi yang sudah melaju semakin menjauh. Tania berfikir sejenak, apakah yang dimaksud bapak itu bahwa Putranya tewas adalah bocah ini. Tania kembali memandang bocah manis itu dengan senyumnya. Tania mengerti sekarang.
"Apa yang kau lakukan?"
Tania mendengar suara sedingin es dari arah punggungnya. Bocah itu gemetar dan menundukkan kepalanya karena takut. Dengan sigap Tania mengandengnya dan berdiri menghadap Toni.
"Bisakah kamu tidak memancarkan aura yang sangat menakutkan. Dia bahkan merasa gemetar mendengar suaramu." Tania menunjuk kearah bocah yang masih menunduk disampingnya.
Tania langsung berjalan melewati Toni dengan menggandeng bocah manis yang gemetar. Melihatnya, Toni memincingkan salah satu alis dan berseru. "Kenapa kau membawanya?"
Langkah Tania terhenti, dengan masih mengandeng bocah itu Tania menoleh dan berkata. "Kenapa, aku tau keluarganya dan aku akan bertanya kepadanya."
"Kau ingin pergi dengannya dan mencari tau bagaimana dia tewas? Bisakah kau jangan sok menjadi pahlawan untuk saat ini."
"Kalau ya memang kenapa, aku ingin membantunya selagi bisa. Kenapa jika aku membantuya? Apakah itu dilarang.."
"Terserah..."
Toni berjalan meninggalkan Tania dengan sedikit kemarahan yang terlihat diwajahnya. Gadis itu selalu bertindak sebelum memikirkan sesuatu terlebih dahulu. Bagaimana kalau ujung dari perbuatannya bisa menyebabkan dirinya terluka. Tania terlalu naif dan mudah tersentuh.
Ibu Toni heran kenapa anaknya kembali seorang diri. Kemana perginya Tania, mereka berangkat bersama dan hanya Toni yang kembali.
Ibu Toni segera menghampiri putranya dan bertanya. "Kenapa kamu kembali sendiri, kemana Tania pergi?"
"Aku tidak tau.." jawab Toni dengan enteng.
"Kenapa kamu tidak tau hah, bersangkutan dengan Tania, kamu harus tau segalanya. Sekarang pergi cari dia. Jika itu masalah penting cepat bantu dia."
"Tapi bu..."
"Apa kamu ingin membantah ibu?"
Dengan kesal Toni kembali kearah taman untuk mencari gadis itu. Ibunya sekarang benar-benar sudah menganggap Tania sebagai putrinya. Tetapi dihati Toni, entah mengapa dia merasa senang ibunya memerlakukan Tania dengan sangat baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unusual Abilities (Tamat)
Terrordibalik sikap ceria dan penuh kebahagiaan siapa sangka ada kesedihan yang mendalam. ditinggal oleh sang ibu untuk selama-lamanya dan dicaci maki juga di pukuli ayah kandungnya, bagaimana bisa ia bertahan hidup?? bahkan di hari pertama ia pindah seko...