Setelah mendengar sang ayah ceramah panjang lebar, kini Tania meluruskan tubuhnya yang lelah di atas kasur sederhana miliknya. Ia menatap pergelangan tangan yang memar bekas dari cengkraman ayahnya yang murka karena ia terlalu lama membeli nasi di luar. Sampai saat Jihan mengambil duduk diatas lemari miliknya, Tania merasa sedikit terkejut dan melanjutkan memberi saleb di area memarnya.
"Kenapa ayahmu sangat kejam, dia bahkan tidak segan-segan memukulmu. Apakah dia benar-benar ayah kandungmu?"
"Huss.. dia ayah kandungku tau."
Jihan menghilang dan beralih duduk di samping Tania. "Kalau dia ayah kandungmu, kenapa dia sangat jahat, aku bahkan ketakutan melihat wajah seramnya."
"Entahlah aku tidak tau, tapi yang aku tau dia sangat menyayangi ibuku. Dulu saat ibuku tewas, sikap ayah terhadapku berubah. Dia menjadi seperti ini karena ibuku pergi untuk selama-lamanya."
"Sabar ya Tania, memang manusia tidak akan luput dari cobaan dunia."
"Enn.. aku sudah terbiasa dengan itu." Sesaat suasana kembali hening sampai saat Tania teringat sesuatu. "Bentar bentar, Jihan, kenapa waktu kamu menghampiriku. Toni mengenggam tanganku dan kamu menghilang dengan takut?" Tania menoleh kearah Jihan.
"Itu... itu karen dia sangat menakutkan."
"Bagaimana bisa dia menakuti hantu apa dia juga bisa melihat hantu?"
"Sebenarnya seluruh hantu dikota ini pasti tau tentang Toni. Semua hantu tau akan kemampuan yang dimiliki oleh Toni bahkan semua hantu akan takut berurusan dengan Toni. Tapi baru pertama kali ini aku melihat dia sangat intim dengan seseorang. Aku pertama kali melihat dia mengenggam tangan seseorang, dan itu kamu. Dia seperti sedang melindungimu."
Pipi Tania entah mengapa tiba-tiba bersemu merah merona. Bagaimana bisa orang yang pertama bertemu akan langsung melindungimu. "Jangan berkata seperti itu."
"Benar, aku tidak bohong. Kamu adalah yang pertama dan satu-satunya."
"Sudah cukup, jangan bahas yang lain. Kembali keintinya saja, kenapa dengan Toni yang sangat ditakuti?"
"Toni mempunyai kekuatan untuk membasmi hantu. Dia mampu membunuh hantu yang sudah mati. Kadang ia menerima panggilan dari orang lain karena mereka sering diganggu makhluk halus dan Toni langsung membasmi hantu itu. Toni bahkan menerima bayaran atas kerja kerasnya. Tetapi Toni tau mana hantu penganggu dan mana hantu yang hanya berkeliaran mencari pertolongan. Aku bahkan mendapat berita ini dari hantu lain dan juga kadang aku melihatnya menatapku."
"Hemm... ternyata seperti itu. Bagus aku jadi punya teman untuk memecahkan kasus milikmu itu."
"Ehh.. tunggu, apakah kamu bermaksud untuk meminta pertolongan dari Toni si kutub es?"
"Yaa kenapa tidak."
"Aku sarankan tidak, dia pasti menolakmu mentah-mentah. Aku pernah memohon padanya tetapi aku diancam olehnya dan akhirnya aku tidak berani lagi mendekatinya."
"Kalau dia tidak mau ya aku akan pergi sendiri, gitu aja kok repot. Sekarang sana pergi, hantu tidak butuh tidur tetapi aku butuh tidur bay."
Tania langsung mematikan lampu kamarnya dan membungkus dirinya kedalam selimut. Beberapa jam kemudian matahari sedikit keluar dari persembunyiannya. Tania menguap dan bangkit dari kasur dengan malas. Membersihkan diri dengan cepat dan mulai mengemas barang-barangnya.
Mobil kodok milik ayahnya seperti biasa sudah berdiri didepan sekolah menengah atas tempatnya sekolah. Tania segera turun dan memasuki kelasnya. Entah ia datang terlalu pagi ataukah teman lain terlalu siang, kelas masih sepi belum ada yang datang.
Tania berjalan dengan sedikit semangat untuk menuju mejanya, siapa sangka wajah yang bergelantungan akan muncul didepannya dengan tiba-tiba. Tania terkejut dan menenangkan dadanya dengan hembusan nafas panjang.
"Astaga Jihan kamu akan membuatku jantungan."
"Hehe maaaf Tania."
Tania menaruh tasnya dengan asal dan duduk di kursi yang kemarin ia duduki. Tania ingin berkata sesuatu pada Jihan tetapi siswa lain sudah memasuki kelas. Tania mengurungkan niatnya dan malah menatap arah depan. Bel sekolah berbunyi dan menandakan jam pertama akan segera dimulai. Tania fokus kedepan dan mencatat pelajaran sang guru.
Tania melirik arah samping kanannya, Toni tidak mencatat malah duduk dengan melipat kedua tangannya didada dengan santai. Tania menyonek sebuah kertas dan menulis catatan pada Toni.
Hei teman, apa kamu tidak mencatat?
Tania menyodorkan kertas itu pada Toni, Toni hanya melihat dan tidak berniat untuk membalas. Tania menarik lagi dan kembali menulis.
Toni, apakah kamu mau membantuku memecahkan sebuah masalah yang serius?
Tania menyodorkan kertas itu dan kembali di abaikan tetapi ada raut penasaran di wajah Toni.
Maukah kamu membantuku untuk membantu Jihan agar dia bisa kembalu kealamnya?
Toni dengan jengkel mengatakan "Tidak." Pada Tania.
Tania mencibir pada Toni, biasa aja kalik ngak pakek ngegas juga. Tanpa bantuan mu juga Tania pasti bisa. Bener kata Jihan, Tania pasti akan ditolak mentah-mentah oleh Toni.
Tak terasa jam pelajaran sudah selesai. Bel berbunyi dan Tania melesat langsung kearah ruang guru. Tania membawa tas ranselnya dan menghampiri petugas yang ada di dapan ruang arsip.
"Halo pak, saya disuruh untuk mengambil data di dalam pak."
"Haduh nak, udah mau pulang saya, yaudah sana cepat!"
"Makasih pak."
Tania mengambil kunci dari petugas dan membuka pintu dengan cepat. Ia hanya diberi waktu lima menit untuk mencari berkas itu. Tania menelusuri tepat-tempat berkas yang ada.
"Haiss... kenapa aku tidak tanya Jihan meninggal pas taun berapa. Tapi dilihat-lihat Jihan tewas dibunuh baru-baru ini."
Tania mencari satu persatu data siswa yang pernah sekolah disini. Tani membalik data yang ia temui. Sesekali Tania juga menoleh kearah samping untuk melihat apakah ada orang. Sampai Tania menemukan sebuah data di tumpukan paling bawah. Tania mengambil data itu dan membalik kertas demi kertas sampai saat ia menemukan sebuah foto yang mirip dengan Jihan. Foto itu tertera kalau Jihan seangkatan dengannya, tetapi jihan tewas saat beberapa bulan ia masuk sekolah. Tewasnya Jihan di gudang sekolah dan mayatnya ditemukan di dalam lemari yang tidak terpakai. Mayat itu sudah membusuk karena telat untuk diketahui.
Tania menyobek kertas itu untuk ia bawa pulang.
"Hei kamu sedang apa."
Tiba-tiba suara seseorang membuat Tania menjadi kaget dan bingung. Tania segera menyembunyikan data itu dibelakangnya dan menghadap kedepan.
"Ehh.. pak Dimas, saya mencari sesuatu pak. Dan ini juga saya akan membereskannya."
"Apa yang kamu cari disini."
Mampus... aku harus mengatakan apa.
Pak Dimas adalah guru mata pelajaran matematika yang mengajar kelas sebelas. Pak Dimas memang dikenal ramah tetapi saat marah itu akan sangat mengerikan. Saat menatap wajah pak Dimas entah mengapa di sana ada sedikit senyuman yang menakutkan. Pak Dimas semakin mendekat dan itu membuat Tania menjadi linglung.
"Tania apa kau sudah menemukan yang kau cari, bu guru sudah menunggunya." Tiba-tiba Toni berjalan kearah Tania dan berada di sampingnya.
"Ahh... ya mari kita keluar." Tania segera mengeret Toni untuk segera keluar meninggalkan Pak Dimas yang mengerikan.
Tania terus berjalan dan tidak menoleh kebelakang. Tania dan Toni terus berjalan sampai di atap sekolah mereka. Duduk tengang terengah-engah Tania meluruskan kedua kakinya. Untung saja dia tidak ketauan saat merobek data.
Ehh... mana data yang aku robek.. astaga aku lupa membawanya.
"Toni kamu tunggu disini dulu, aku lupa membawa data itu." Belum sepat Tania berlari Toni memanggilnya.
"Maksud kamu data ini." Toni memperlihatkan kertas yang tadi di sobek oleh Tania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unusual Abilities (Tamat)
Horordibalik sikap ceria dan penuh kebahagiaan siapa sangka ada kesedihan yang mendalam. ditinggal oleh sang ibu untuk selama-lamanya dan dicaci maki juga di pukuli ayah kandungnya, bagaimana bisa ia bertahan hidup?? bahkan di hari pertama ia pindah seko...