34) Memori

831 94 4
                                    

Kedua mata Tania perlahan terbuka, cahaya matahari yang memasuki celah-celah jendela membuatnya menyesuaikan keadaan. Sebuah bayangan seorang pria menghalangi cahaya-cahaya itu menerpa wajah cantiknya. Tania berkedib untuk sesaat, wajah itu perlahan membesar, tidak! Lebih tepatnya semakin mendekat. Wajah itu tidak lain adalah wajah milik Toni, pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Tania. Sudah pasti kini seluruh wajah Tania sudah merah merona, dipagi hari disambut dengan sebuah ciuman, apakah ini sebuah mimpi?

Tukk!

"Akhh.." Tania menggosok keningnya yang berkedut, jentikan itu terasa sangat menyakitkan. "Yakk, Toni! Apa yang kau lakukan hah?! Sakit tau."

"Ckck, Dipagi hari sudah memikirkan hal-hal yang kotor." Toni menatap Tania dengan tatapan yang mengejek sedangkan yang ditatap menunjukkan raut wajah yang cemberut.

"Si-siapa yang memikirkan hal kotor, kau, kenapa kau kemari, seingatku tadi malam aku sudah mengunci pintunya, lalu kenapa kau bisa masuk?"

Toni berdiri dari posisinya dan berjalan untuk mengambil kunci yang ada diatas meja, Toni menatap kunci itu dan mengeluarkan sebuah kunci cadangan didalam sakunya. "Aku memiliki kunci cadangannya." Jawab Toni dengan enteng. Sebelum Tania protes, Toni sudah kembali berbicara. "Sekarang cepat bangun dan ikut aku lari pagi, dalam sepuluh menit kamu tidak datang, aku yang akan menyeretmu dari kasur itu!" Tanpa peduli, Toni keluar dari kamar dengan santainya.

Toni memang hanya memakai kaos lengan pendek dan celana selutut berwarna hitam, rambutnya yang berantakan menambah kesan lebih maskulin dan menawan pria itu. Setiap melihat Toni sebenarnya jantung Tania selalu berdetak kencang, ingatan yang selalu berputar-putar dikepalanya adalah saat Toni mencium bibirnya. Rasa itu bahkan masih selalu dia rasakan, hangat dan lembut.

Tania menggeleng dan membuyarkan lamunan kotor miliknya, apa yang dikatakan Toni memang benar, sejak kapan dirinya selalu memikirkan hal-hal itu? Tidak ingin pria itu marah, Tania beranjak untuk membasuh wajah dan segera mengganti piamanya. Tania tidak terbiasa melakukan olahraga pagi, dia lebih mengutamakan membuat sarapan dan membersihkan rumah dan sekarang dia harus mulai terbiasa.

Tania melihat Toni yang sedang melakukan pemanasan didepan air mancur. Hanya gerakan kecil saja sudah membuat mata yang memandang terpesona. Dengan malas Tania menghampiri pria itu.

"To~, apakah orang-orang itu tidak kelelahan? Mereka sudah berjaga sejak kita memasuki rumah ini. Apakah mereka tidak tidur? Tidak makan? Tidak buang air?"

"Siapa yang kau sebut To?" Toni meluruskan lengannya keatas dan melakukannya berulang-ulang.

"Kau lah, siapa lagi. Jika nanti orang-orang ingin memanggilmu, itu akan lebih mudah, benarkan pak To? Haha." Tania tertawa setelah berhasil mengejek Toni, hatinya terasa bahagia hanya karena bisa mengejek pria itu.

"Jika aku pak To maka kau adalah bu To."

Tania berhenti tertawa, mendengar kata bu To jika digandeng maka akan terdengar seperti buto, tinggal menambahkan ijo maka jadilah buto ijo. Wajah Tania memerah karena marah, kenapa sekarang ejekannya malah mengakibatkan bumerang bagi dirinya. Dengan kesal Tania mengerucutkan bibir dan menghentak-hentak tanah.

"Kau jahat!!" Dan pergi mendahului Toni yang kebingungan.

Toni menatap aneh gadis yang ada didepannya, kenapa Tania marah tanpa alasan seperti itu. Apa karena Toni menyebut Tania dengan namanya. Atau jangan-jangan gadis itu salah faham? Tsk.. gadis itu emang bodoh.

Toni memiringkan sudut bibirnya dan berjalan menyusul Tania. Mereka berlari kecil dengan beriringan, sesekali Tania akan membuang muka karena kesal, Toni sendiri hanya diam tanpa ada niatan untuk menjelaskan sebuatan itu.

Unusual Abilities (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang