Keluarga Toni sangatlah baik, mereka tidak segan-segan untuk memberi kasih sayang untuk Tania. Setiap dia merasa sangat sedih, ibu Toni akan menghiburnya dengan senyum tulus. Tania merasa waktu masa-masa kecilnya terulang kembali, mengenang kasih sayang orang tuanya yang tiada bandingnya. Dan sekarang yang memberi semua itu hanyalah orang lain, orang asing yang bukan darah dagingnya.
Sudah hampir satu minggu Tania tinggal dikediaman Toni. Tania sudah tidak berani kembali kerumahnya, ia masih takut dan trauma bertemu ayahnya. Dia sudah tidak kuat jika melihat ayahnya yang sangat kejam.
Ibu Toni membelikan segala keperluan sekolah Tania, Tania sudah menolaknya dengan baik tetapi ibu Toni memaksanya dan sudah menganggap Tania sebagai anaknya sendiri. Toni bahkan tidak keberatan sama sekali malahan dia sudah berubah sembilan puluh derajat walau kadang masih tetap dingin.
Sekarang, Toni dan Tania akan berangkat menuju sekolah mereka bersama-sama. Ibu Toni memaksa agar Toni berangkat menggunakan motor dan membonceng Tania. Saat ini mereka berdua sudah berada ditengah-tengah kota menuju sekolah dengan menaiki motor yang disuruh ibu Toni.
"Enn.. Toni, sebaiknya kita jangan terburu-buru untuk memberitahu polisi kalau Damar yang telah membunuh Tania." Toni hanya diam dan mendengarkan dengan meyetir motornya. "Aku melihat ada orang lain dibalik semua ini. Sebelum Jihan terbunuh, mereka seperti sedang berbicara dengan seseorang di gudang. Aku merasa ada yang aneh."
Sepanjang perjalanan hanya Tania yang berdiskusi. Toni tidak berbicara sama sekali dan hanya diam mendengar. Sampai mereka sampai didalam gedung sekolah. Sebenarnya saat mereka memasuki gerbang sampai mereka memasuki kelas, seluruh taapan siswa terarah pada Toni dan Tania. Mereka sangat terkejut mendapati Toni yang berangkat bersama Tania. Ini sangat langka.
Tania bahkan sedikit menghindar kebelakang agar Toni tidak merasa risih, ehh siapa sangka Toni malah berhenti dan mengisyaratkan agar Tania berjalan beriringan bersamanya dan wajah Tania seketika akan memerah. Sungguh terlihat sangat manis.
Saat sampai dikelas, mereka sudah melihat Damar yang sedang tertawa bersama para sahabatnya, Tania mendengus, sungguh lelaki tak tau malu.
Bel berbunyi, mata pelajaran pertama akan segerea dimulai. Karena ini hari senin maka jam pertama adalah upacara bendera. Seluruh siswa berjalan menelusuri lorong menuju lapangan sekolah. Para siswa berbaris dan menunjukan hormat kepada sang bendera merah putih untuk menghormati jasa para pahlawan yang telah gugur mendahului kita.
Karena Tania dalam keadaan sehabis cidera maka Toni berinisiatif untuk membawanya keuks dan memberikannya air untuk ia minum. Jam pertama selesai, bel berbunyi dan memasuki aktivitas belajar.
Mata pelajaran pertama adalah matematika. Pak Dimas dengan senyum diwajahnya memasuki kelas dan membawa buku ditangannya. Seluruh isi kelas terdiam dan mulai mendengarkan materi yang diterangkan.
Pak Dimas menjelaskan tentang nilai mutlak dengan teliti. Para sisawa hanya mengikuti dan belum mengerti isi dan materi. Saat tugas diberi, hanya Tania yang dapat mengisi semua soal dengan benar. Pak Dimas memunji Tania dan saat bel pergantian mata pelajaran, pak Dimas meminta Tania agar membawa tugas murid yang lain untuk keruang guru.
Pak Dimas memimpin perjalanan sampai didalam ruang guru. Ruang guru memang sangat luas dan ada beberapa guru yang mengerjakan tugas mereka. Saat Pak Dimas dan Tania sampai di meja ujung, pak Dimas tiba-tiba berbalik. "Astaga.. kacamataku tertinggal di kelas. Tania kamu tunggu dan kamu taruh tugas itu didalam laci meja saya."
"Baik pak."
Pak Dimas berjalan kembali menjuju kelas karena kacamatanya tertinggal. Tania mengangkat bahu dan meletakkan tugas pada tempat yang diperintahkan oleh pak Dimas. Tania meletakkan tugas dengan rapi dan segera beranjak dari sana.
Sebelum ia melangkah, mata cantiknya tidak sengaja melihat sebuah foto diatas meja pak Dimas. Foto itu tidak ada yang aneh, hanya foto pak Dimas yang sedang trevel. Yang membuat Tania sedikit heran adalah jam tangan yang dikenakan pak Dimas.
Jam tangan itu seperti terasa familiar bagi Tania. Kapan dia pernah nelihat jam tangan itu. Tania mengingat-ingat kapan ia melihat jam tangan seperti itu. Dan matanya seketika membulat sempurna. Itu adalah jam tangan yang Tania temui didalam gudang. Jam tangan itu adalah milik pak Dimas.
Tania segera mengambil gambar untuk foto itu dengan cepat dan saat itu pak Dimas telah kembali. Tania segera memasukan telfon jadulnya dan segera beranjak.
"Apa sudah selesai Tania?"
"Sudah kok pak, saya permisi sebentar."
"Enn..."
Tania segera cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Dia harus segera memberitahu Toni sebuah informasi yang penting. Selain Damar, dalang dibalik semua ini adalah pak Dimas. Guru mereka sendiri. Sungguh dunia ini memang sangat kejam.
Tania memasuki kelas dengan wajah yang khawatir dan membuatnya berubah menjadi pucat. Setelah duduk, Toni yang menatapnya dari masuk hingga berada disampingnya tidak tahan untuk tidak bertanya. "Apa yang terjadi?!"
Tania mengisyaratkan agar Toni mendekat dan Tonipun tidak merasa risih untuk langsung mendekatkan wajahnya kearah Tania. Tania membisikan sesuatu pada Toni dan Toni mengangkat salah satu alisnya. "Kenapa kau tidak menceritakan hal ini padaku?!"
"Enn.. aku masih belum percaya saat menemukannya. Tetapi saat melihat foto itu, aku akhirnya tau siapa orang yang ada digudang."
"Hei kalain berdua!" Tiba-tiba suara guru b.Indonesia sedikit meninggi dan memperingatkan Toni dan Tania. "Berbicara dalam kelas saya, sekarang keluar dan jangan ikut mata pelajaran saya hari ini!"
Tania ingin mengatakan sesuatu tetapi Toni tiba-tiba berdiri dan mengenggam tangan Tania menuju luar kelas. Tania sangat terkejut, jangankan Tania seluruh kelas juga sangat terkejut.
Toni terus mengandeng Tania sampai mereka duduk diatas bangku ditaman. Toni menghadap Tania dan mengatakan sesuatu dengan serius. "Sekarang ayo kita panggil polisi dan mengatakan semua ini."
"Tapi jika kita memanggil polisi, polisi itu sudah disuap oleh mereka bagaimana cara kita mengungkapkan kebenaran?"
"Aku memiliki paman yang menjadi inspektur kepolisian ibu kota. Aku akan memanggilnya dan menceritakan semua yang terjadi."
"Aahh ide baguss."
Setelah hampir sentengah jam Toni menceritakan semuanya pada pamannya. Kini dua buah mobil kepolisian memasuki gedung sekolah. Murid-murid yang mendengarnya penasaran dan melihat kearah luar jendela dengan penasaran. Empat polisi keluar dari dalam mobil dan dimobil pertama keluar seorang polisi yang memiliki jabatan lebih tinggi dengan membawa tongkat ditangannya.
"Paman." Toni dan menghampiri pamannya disusul oleh Tania dibelakang Toni.
"Hai boy, kamu sudah tumbuh dewasa ternyata. Dan sekarang ponakan paman sudah bisa menyelidiki kasus yang besar."
"Bagaimana kabar paman?"
"Paman baik. Dan siap ini?" Paman Toni beralih menatap Tania yang hanya fiam mendengar dua orang sedang berbicara.
"Dia Tania yang Toni ceritakan paman."
"Owh hai Tania." Sapanya pada Tania.
"Iya paman."
"Baik sekarang mari kita pecahkan masalahnya dengan cepat. Tania, apa kamu membawa jam tangan dan rekaman itu?"
"Iya paman."
"Oke mari mulai."
Akhirnya mereka semua memasuki gedung dengan perlahan. Semua guru masih belum tau apa yang sebenarnya terjadi. Dan saat paman Toni menjelaskan semuanya. Mereka sangat terkejut dan beberapa hampir pingsan. Selama hampir satu tahun setengah akhirnya Jihan dapat kembali kealamnya dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unusual Abilities (Tamat)
Horrordibalik sikap ceria dan penuh kebahagiaan siapa sangka ada kesedihan yang mendalam. ditinggal oleh sang ibu untuk selama-lamanya dan dicaci maki juga di pukuli ayah kandungnya, bagaimana bisa ia bertahan hidup?? bahkan di hari pertama ia pindah seko...