10

9.1K 924 141
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Selamat membaca

Jangan lupa pencet ⭐ ya, dan plis jangan jadi sider ya! Satu vote sama komentar ngak berat kok😊, terimakasih🙏

***

Hujannya awet.

Monologku pada diri sendiri. Kutatap kaca jendela yang basah terkena percikan hujan di luar sana.

Pagi ini cukup dingin karna hujan semalam yang sampai pagi ini masih betah menyirami bumi, meskipun tak lebat tapi mampu membuat siapapun di luar sana enggan untuk bangun.

Menarik selimut dan menjelajahi dunia mimpi kembali sepertinya pilihan yang tepat.

Menarik napas pelan, tanganku meraih cangkir kopi yang tadi kubeli, asapnya masih mengepul pertanda masih panas, ada rasa hangat di telapak tanganku saat dengan sengaja kubalut cangkir itu.

Apa yang sedang dia lakukan sekarang? Sudah bangun kah?
Bagaimana dengan anakku? Nyenyakkah tidurnya? Rewelkah dia?

Begitu banyak pertanyaan tentang keadaan mereka yang semalam kutinggalkan. Tapi itu hanya sepintas lalu, mengingat bagaimana tidak pantasnya sikapku untuk disebut sebagai seorang istri dan ibu.

Masih adakah jawaban tentang mereka untukku? Bukan ... lebih tepatnya masih pantaskah aku menanyakan hal itu?

Sedih, bersalah dan sangat bedosa. Rasa itu sekarang berkumpul di dada dan menggorogotinya.

Terlebih saat mengingat suara tangis Keanu, hal itu mampu membuat pipiku yang baru saja kering kembali basah, dan jangan lupakan dengan tatapan yang Mas Aga berikan semalam. Aku tahu betul maknanya itu, permintaannya untukku tetap tinggal, tapi dengan kurang ajarnya kuabaikan. Cukup sudah, tatapan kekecewaan begitu dalam yang kudapatkan.

Betapa durhakanya kamu, Sena.

Mengalihkan pandangan dari luar sana, mataku berpindah menatap ke arah brangkar dengan Mas Sadam yang masih setia menutup mata di atasnya.

Dia alasan.

Alasan kenapa aku bisa melakukan hal itu. Alasan ... Aku menggoreskan luka pada mereka yang seharusnya kubahagiakan.

Aku di sini, Mas.
Aku memilihmu. Jadi bisa buka matamu sekarang?
Tolong ... jangan membuatku takut seperti semalam.

Kututup mataku erat-erat, ada rasa aneh di dalam sana sesaat setelah mengatakan kalimat itu. Meskipun hanya di dalam hati, ada sesak yang tak bisa kupahami.

Lain hati, lain otak. Pikiranku sekarang bercabang, antara orang yang ada dihadapanku sekarang dan mereka yang semalam kutinggal dalam kekecewaan.

"Sadam kejang-kejang dan detak jantungnya melemah," Itu kalimat yang Ibu katakan semalam.

Tentu saja, mendengar kabar itu pikiranku menjadi kalut, sehingga dengan begitu bodohnya, title istri yang sudah beberapa minggu ini kusandang seolah terlupakan.

Aku pergi tanpa pamit, meninggalkan anak dan suamiku begitu saja seolah wanita yang tak tahu agama.

Aku menyesal dan minta maaf, mungkin hanya itu yang bisa kukatakan sekarang.

Hembusan napasku makin berat mengingat itu semua, dengan pelan kuletakan kembali cangkir kopi setelah menyeruput isinya sedikit.

***

"Kamu ngak jadi istirahat, Na?" Setelah mengucapkan salam, ibu lansung menanyakan hal itu padaku. Tadi sebelum pulang setelah shalat subuh, ibu memang memintaku untuk istirahat karna hanya tidur, bukan ... lebih tepatnya berbaring hanya sekitar dua jam-an. Bagaimana bisa aku menutup mata sedangkan otak dan fikiranku sedang ribut di dalam sana.

Ada Surga di Rumah kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang