13

9.7K 880 210
                                        

Bismillahirrahmanirrahim

Ada yang nungguin cerita ini? Maaf banget kemaren ngak jadi up, jangan salahin aku ya salahin jaringan yang bermasalah, sinyal mati total kemaren.

Jangan lupa pencet ⭐ ya kakak

Pliss jangan jadi sider, mari saling menghargai satu sama lain 😊🙏

Selamat membaca🤗

***

Aku dengan Mas Sadam bukan hanya hubungan antara lelaki dan perempuan, tapi juga hubungan persaudaraan. Persaudaraan tanpa ukatan darah tapi begitu membumi, Dia segalanya bagiku setelah ibu.

Kami kenal saat umurku masih belia, masa kanak-kanak, remaja, bahkan berjalan Dewasa kuhabiskan bersamanya. Dia bahkan lelaki pertama yang mengetahui masa periode awalku sebagai perempuan belasan. Saat itu ibu memintanya agar membatasi sentuhan denganku, awalnya kami tidak mengerti tapi lambat laun karna pemahaman ilmu agama yang selalu ibu ajarkan membuat kami sama-sama saling menjaga diri.

Ya, aku memang sedekat itu, sudah kubilangkan dia bisa menjadi apa saja dalam hidupku, sering aku memanggilnya sebagia hero, hero aku dan ibu.

Dia lelaki yang berjasa dalam hidupku, setelah bertemu dengan ibu bertemu dengannya adalah salah satu anugrah terbesar dalam hidup, menghabiskan sebagian waktu bersamanya menimbulkan kebahagian tersendiri. Aku beruntung dan berterimakasih kepada Allah karena sudah mempertemukan kami, walaupun tak sampai pada tahap hubungan yang begitu Mas Sadam inginkan ... yaitu mempersuntingku sebagai istri.

Itu dulu ....

Dulu sebelum aku mengenal sosok lelaki yang sekarang tengah duduk di ruang tengah dengan secangkir kopi yang tinggal setengah dan mulai dingin.

Tatapannya kosong menatap poto pernikahan yanga ada di meja dekat TV yang sejak awal menatap membuatku kagum dan berpikir kalau mereka adalah pasangan yang serasi dan tentu saja sempurna.

"Mas!" Panggilku untuk ke tiga kalinya.

Mas Aga tampak kaget, lalu dengan cepat menormalkan ekspresinya.

"Dek," jawabnya, matanya menatap ke arah jam dinding yang baru menunjukan pukul dua malam, "kok bangun? Ini belum jam kamu shalat malam," tambahnya kemudian.

Tinggal sebulan lebih dengannya, membuat dia mengingat kebiasaanku yang satu itu, shalat malam di jam tiga atau jam setengah empat.

"Kebangun, haus," kataku sambil mengangkat gelas yang yang ada di tangan.

Kulihat Mas Aga mengangguk pelan, lalu kembali diam. Dengan langkah pelan, aku berjalan menuju dapur, menuangkan air ke dalam gelas, pikiranku berkelana mengingat obrolan siang tadi bersama Mama Sukma.

Jika dipikir-pikir aku pun heran, bagaimana mungkin bisa Mas Aga menerima begitu saja perjodohan kami padahal baru satu minggu dia ditinggal sang istri yang kalau dilihat sekilas mereka nampak sangat begitu bahagia apalagi dengan ada Keanu, bayi mungil yang menggemaskan itu.

Tapi balik lagi kepermasalahannya sekarang, aku terlalu tabu untuk sekedar tahu dengan cerita rumahnya tangganya dulu. Dan yang paling kusesali kenapa baru sekarang rasa pernasaranku keluar, kenapa tidak dari awal kutanyakan?

Memikirkan itu semua membuaku tidak sadar kalau air yang kutuang sudah melebihi volume gelas yang ada. Aku baru sadar saat Mas Aga memanggilku dan dengan cepat mengambil alih cerek yang ada dalam genggamanku.

"Dek!" Panggilnya entah untuk yang keberapa kali, diletakannya kembali cerek itu di meja lalu tangannya menyambar lap bersih dan melap bajuku yang basah karna tubuh bagian depanku tadi tersandar ke tepian meja, "lamunin apa, hm? Kenapa sampai ngak sadar kalau bajumu sudah basah begini," katanya mendongak, melirikku sekilas, lalu kemudian fokus melap kembali baju di sekitar perutku kebawah.

Ada Surga di Rumah kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang