Bismillahirrahmanirrahim
Selamat membaca
Jangan lupa pencet ⭐ ya, yang belum follow kuy di follow dulu. Plis, jangan jadi sider!
***
Dia pergi.
Benar-benar pergi.
Aku hanya mampu menatap nanar gundukan tanah yang masih merah itu.
Di dalam sana, beberapa menit yang lalu, sosok yang begitu kukagumi telah terkubur.
Tak ada lagi air mata yang jatuh karna semuanya seolah sudah terkuras habis, tapi tak satupun kata yang terucap dari mulutku setelah semalam kurasa sudah cukup mengambarkan bagaimana hancurnya aku sekarang.
Hancur yang benar-benar hancur, aku kehilangan semuanya atas kepergian dirinya, sosok ayah, ibu dan abang, dia ... patah hati pertamaku, dan bisa bayangkan sendiri betapa rapuhnya aku.
Semuanya mulai beranjak pergi, hanya tersisa Aku, Ibu dan Mas Aga. Sosok lelaki yang tak beranjak barang sedetikpun dari sisi. Dia akan menenagkanku dengan usapan tangan besarnya kala aku mulai melamun, atau kadang menarikku ke dalam pelukannya saat tangisku pecah karna mengingat Mas Sadam.
Kejadiannya terlalu tiba-tiba, semuanya terlalu tiba-tiba hingga aku tak mampu mencernanya.
Kemaren sore, aku masih bisa melihatnya, aku masih bisa mendengar detak jantungnya, tapi malamnya, bak disambar petir di siang bolong kabar dari ibu benar-benar membuatku kehilangan kata, hanya tangis pilu yang menjadi perwakilanku saat itu, Keanu yang melihatku tiba-tiba saja menangis tentu saja kaget dan ikutan menangis. Beruntung Mas Aga bisa mengatasinya, dia segera menelpon Mama dan memintanya untuk menjaga Keanu, sedangkan kami lansung pergi ke rumah sakit.
Dia pergi, Mas Sadam benar-benar pergi. Hero pertama dalam hidupku sudah tak nampak lagi.
"Dek," panggil Mas Aga entah untuk keberapa kalinya. Kali ini aku menoleh setelah sedari tadi abai.
"Kita pulang, ya," katanya sambil mengusap wajahku dengan punggung tangannya. Kami hanya tinggal berdua, aku tak sadar ibu kapan perginya.
Ahhh ... sepertinya air mataku ada lagi, dan aku menangis lagi.
Mataku terpejam merasakan sentuhannya, sentuhan tangan yang dengan besar hati mau meyambut mayat Mas Sadam di liang kubur tadi, tak hanya itu dia juga yang mengazaninya.
Menggeleng pelan, kepalaku kembali berputar ke arah depan, menatap tak percaya nama yang sekarang tertulis di sana. Lagi-lagi air mataku mengalir.
Kenapa pergi? Kenapa ninggalin aku? Apa aku semengecewakan itu?
Jika kemaren aku katakan kalau tempat Mas masih sama, apa semuanya yang terjadi akan berbeda?Tak ada jawaban, hanya semilir angin yang menerpa wajahku menimbulkan sensasi sejuk.
Mas Aga kembali memanggilku, tapi tak kutanggapi hingga dia memutar tubuhku untuk menghadap ke arahnya. Aku terlalu lemah untuk melawan.
Apa? Tanyaku melalui tatapan mata, bibirku seolah terkunci untuk mengeluarkan kata.
Mas Aga diam, dia malah memperbaiki kerudungku yang mungkin sudah tak beraturan. "Rambutmu keluar, Dek," katanya setelah selesai merapikan.
Aku memang tak tahu penampilanku seperti apa sekarang, tapi melihat sekilas saja satu kata sudah bisa menggambarkan. Berantakan.
Gamis hitamku yang sudah bercampur tanah sehingga ada warna coklatnya, belum lagi khimarku yang entah miring kemana sebelum Mas Aga benarkan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Surga di Rumah kita
SpiritualDia yang berjuang kamu yang menang, dia yang menanam kamu yang memanen, bukankah itu tidak adil? Tidak adil menurutku, tapi sangat adil untuk-Nya, maaf karna sempat mendiami dulu. Aku harusnya sadar saat takdir bermain semuanya pasti akan menemukan...