17

10.4K 954 180
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Maaf menunggu lama, semoga masih ada yang nungguin ya kak

Jangan lupa pencet ⭐ dan koment yang banyak ya, yang belum follow, kuy di follow kak 😁

Selamat membaca

***

Menjadi seorang Ibu adalah keinginanku sejak dulu. Mempunyai bayi mungil yang menggemaskan, mewarisi sifat dan sikapku baik itu seluruh atau sebagian sudah menjadi anganku saat lamaran Mas Sadam utarakan.

Aku suka bayi, suka anak kecil, suka tubuh gemuk nan berisi itu dan aku suka tawanya, tawa yang benar-benar tawa tanpa lumuran dosa.

Memang sejauh itu aku memimpikan masa depan dengan dia, karna seperti kata Mas Aga, tidak ada alasan untuk menolaknya.

Bertemu dengan Keanu saat di rumah sakit dulu ibarat menemukan separuh bagian dari hidupku yang dulu kurasa hilang. Aku tidak tahu pasti bagaimana ikatan ini terjalin, tapi yang jelas bayi mungil menggemaskan itu ibarat penyejuk semua masalah yang kurasakan.

Dia memang bukan lahir dari rahimku, tapi aku IBUnya. Ibu yang kuharap masih bisa dia akui saat tahu kebenaran kalau sang ayah memutuskan untuk menikahiku saat tanah kuburan sang bunda masih merah.

"Kalian baik-baik aja kan, Na?"

Aktivitas bermainku dengan Keanu mendadak berhenti saat mendengar pertanyaan dari Ibuk. Aku mendongak menatap ke arah Ibuk yang sekarang tengah duduk di sofa, wanita paruh baya yang nampak masih begitu cantik di usia menjelang senja.

Kalian dalam pertanyaan Ibu, siapa lagi kalau bukan aku dan Mas Aga, setiap datang sepertinya itu pertanyaan yang tak pernah lupa untuk dia tanyakan.

"Baik kok, Bu. Alhamdulillah," jawabku dengan anggukan kepala.

Aku kembali menatap ke arah Keanu, melempar balik bola yang dilemparnya ke arahku.

"Kenapa, Buk?" tanyaku memastikan saat kurasa tatapan ibu masih tertuju padaku.

Aku beranjak, berpindah duduk di sofa tepat sebelah Ibu, membiarkan Keanu bermain sendiri dengan mainannya yang memang tersedia di sini.

Ibu menggeleng pelan. Tangannya meraih tanganku yang kulipat di atas paha, di tepuknya pelan, sentuhan yang berhasil mengalirkan rasa nyaman.

"Tidak apa-apa, Na. Ibuk senang mendengar kalian baik-baik saja," katanya diakhiri senyum manis di ujung kata.

Aku menunduk menatap tangan yang melingkup erat tanganku. Tangan yang sudah mulai keriput di makan waktu, tangan yang tidak sehalus tangan yang lain tapi aku sangat berterima kasih padanya, karna tanpanya aku bukanlah Senandung yang sekarang.

"Mbak Sandrina kemarin datang ke rumah, Buk ...." kataku mulai bercerita, menatap ke arah bola mata milik Ibuk yang begitu jernih. Meskipun kami tidak ada ikatan darah tapi mereka bilang mataku dengan Ibuk begitu mirip, aku bisa melihat pantulan diriku dilensa jernih itu.

" ... dia minta Mas Aga untuk mengizinkannya tinggal di rumah Bundanya Keanu," lanjutku dengan suara gamang mengingat bagaimana kembang kempisnya jantungku menunggu keputusan Mas Aga kemarin.

"Lalu suamimu jawab apa?" Tanya Ibu sambil meremas lembut tanganku.

"Mas Aga ngak kasih izin, Mbak Sandrina di suruh nginap di hotel punya Mas Aga. Mungkin ... sekarang mereka sedang bersama." Aku berucap ragu di kalimat terakhir.

Bibir Ibuk kembali menampilkan senyum menenangkannya. Dia kembali menepuk punggung tanganku lembut.

"Dalam pernikahan itu yang penting Rasa Percaya, Na. Seberapapun kita cinta sama pasangan kalau tidak ada rasa percaya, ya percuma. Kamu percayakan sama suamimu?"

Ada Surga di Rumah kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang