Halo..... Kalau ketemu Typo, harap maklum🤣🤣🤣
Jeni tersentak kaget, apa yang salah pada dirinya. Apa karena ia mengambil barang yang ada di lemari gadis itu? tapi yang dia ambil hanyalah sebuah gelang kenang-kenangan semasa mereka masih bersama dulu. Jeni hanya melongo mendapati Leo yang sekarang berdiri di hadapannya, sampai gelang yang ada di tangannya terjatuh di lantai.
"Ma-maaf," ucap Leo kaku sambil memungut gelang yang jatuh di lantai.
"Le..." beo Jeni setengah bengong.
"A-aku laper, lo udah makan?" tanya Leo mengalihkan topik pembicaraan.
"U-udah,"
Leo lantas memasukan gelang itu di laci lantas menutupnya. Ia melempar senyum kakunya, Jeni masih dengan bengongnya. Sangat mengejutkan.
Sesampai di dapur, Leo lantas duduk di meja makan. Disana sudah ada Riska dan Gita yang sudah siap dengan makanan yang meraka masak.
Jeni duduk di sebelah Leo, ia masih belum percaya kepada teman yang ada di sampingnya ini.Gita duduk berhadapan dengan Leo, Jeni berhadapan dengan Riska. Mereka mulai makan malam.
"Enak."
Puji Leo di sela makannya. Gita dan Riska saling bertatap dan saling melempar senyum.
"Kita boleh nginep?" tanya Riska tiba-tiba.
Leo mendongak beralih pandang dari piring ke Riska.
"Kalau lo, ngebolehin," tambahnya.
"Gue kan belum jawab."
"Tapi tatapan Lo, kayak enggak ngebolehin," cibir Riska
Gita agak sedikit merasa tidak nyaman saat Leo meliriknya.
"Kata siapa?" sergah Leo.
"Gue."
"Serah lo. pasti Papa yang nyuruh Lo kesini. Tapi kalian tidur di kamar tamu. Gue mau sendirian. Soalnya kalian berisik.
Setelah sesi makan dan ngobrol selesai Jeni pulang dan sekalian mengantarkan Gita pulang ke panti.
"Git, gue tadi ngerasa aneh aja ama Leo."
Jeni mulai membuka obrolan sembari ia mengemudi, mengingat jika Gita itu adalah orang yang pendiam.
"Masa ya, gue tadikan ngeliat gelang persahabatan kita di laci belajar Leo, trus gue ambil. Eh,, kok Leo marah gitu. Apa coba maksudnya marah dan ngebentak gue. Ngatain gue lancang lagi. Emang sih, semenjak Leo balik dari Belanda, dia udah gak kayak dulu lagi. Dan lo dengerkan tadi?"
"Apa?"
"Tadi loh, waktu Riska mau nginep. Leo malah gak ada respon. Kayak males gitu kalau ada yang nginep. Padahal dulu ya, gue ama Riska kalau malem minggu sering banget nginep di rumah dia. Tapi sekarang? jangankan nginep. Ngobrol aja jarang."
"Menurut kamu, kenapa sekarang Leo berubah?" Gita balik tanya.
"Entahlah," Jeni menggedikkan kedua bahunya.
"Oh, ya, Git? kok lo betah sih ama Leo. Leo kan orangnya bar-bar?"
"Entahlah. Tapi sebenarnya di baik kok."
Kadang Gita juga tidak tau, untuk alasan apa dan kenapa dia begitu dekat dengan Leo. Kalau di ingat lagi memang bener perkataan Jeni barusan, kalau Leo itu memang bar-bar.
"Ah... Lo mah, sama kayak Leo. Irit kalau ngomong," cibir Jeni, tanpa terasa mereka sudah sampai di panti.
"Serius gue tidur di kamar tamu?" rengek Riska di depan pintu kamar Leo.
Untuk kesekian kalinya Riska bertanya, berharap pertanyaannya kali ini dapat merubah jawaban Leo.
"Iya, Emang kenapa?"
"Ya gak pa-pa sih? cuman tanya aja."
"Tanya kok udah sepuluh kali. Gue mau rehat. Capek!"
Leo berbalik dan masuk lantas menutup pintu kamaranya.
"Dasar Apatis!"
"Gue denger!" saut Leo dari dalam kamar. Riska meringis menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ternyata telinga Leo seperti telinga anjing. Tajam pendengarannya.
****
Vina membanting ponselnya asal di atas kasur, ketenangannya Chating-nya terusik mendengar Papa dan Mamanya bertengkar hebat di bawah.
Mendecak, Vina lantas turun dari ranjangnya dan beranjak keluar dari kamarnya. Namun belum saja kakinya melangkah menginjakkan anak tangga menuju lantai bawah di mana ke dua orang tua nya bertengkar untuk menengahi, ia justru harus mendengar kenyataan pahit dari rahasia yang selama ini orang tuanya rahasiakan. Ia lalu menajamkan telinga, mengamati dari atas.
"Mas, mas gak boleh ngomong gitu," sergah Mama Vina.
"Memang benarkan Vina itu bukan anak kandung ku. Kamu hanya menikah denganku untuk menutupi aib mu," ucap Papa Vina dengan nada kesal.
Mendengar itu Vina terkejut, ia lalu terduduk karna saking shoknya. Malam ini benar benar kehancurannya. Jati dirinya di pertanyakan.
"Kamu menjebakku malam itu," tuding papa Vina.
Mama Vina hanya menangis.
"Enggak Mas, itu semua gak bener."
"Gak bener dari mana? hasil tes DNA saja sudah berbeda. Andai saja waktu itu Vina gak kecelakaan, mungkin aku selamanya kamu bohongi. 18tahun, 17 tahun kamu bohongi aku, aku gak menyangka!" ucapnya tegas.
"Mas--"
"Diam!!" Papa Vina membentak dan mendorong Mama Vina saat mencegah papanya hendak pergi.
"Jadi? siapa Ayah dari anak harammu?!" tajam papa Vina.
"Mas!!"
Plak!!
Bersamaan dengan jeritan mamanya, terdengar suara tamparan. Mama Vina menampar suaminya
"Jaga ucapanmu mas,"
Apa? anak haram? sungguh Vina tidak menyangka jika dirinya anak haram? mendengar semua itu membuat otak Vina hampir meledak. Kepalanya tiba-tiba memberat.
Perlahan ia mengangkat tubuhnya untuk berdiri dari duduknya berjalan menuju kamarnya, airmatanya tak henti berlinang saat ia memasuki kamarnya. Jantungnya seolah berhenti berdetak. Ingin rasanya malam ini dia mati saja, dia tak ingin hidup. Ia tak mampu menghadapi kenyataan tentang dirinya.
Vina masuk kedalam kamarnya, naik di atas ranjang ia sudah tak ingin mendengar pertengkaran orang tuanya. Di tutupnya rapat telinganya dengan ke dua tangannya erat. Dia terisak sesegukan.
Sesegukan, ia menurunkan kedua tanganya dari telinganya, namun air matanya masih berderai. Ia hanya bisa menggenggam erat seprei sebagai rasa pelampiasan kekesalannya.
Tak lama Ponselnya berdering, di raihnya ponselnya. Tanpa di lihat pangilan itu, lalu di lemparkannya ponsel itu ke tembok.
"SIALAN!!" pekiknya kesal setengah mati.
Ponsel itu seketika hancur.
"Gue anak haram," gumamnya kesal
"Tuhan, kenapa gue ada di posisi seperti ini?!" protesnya.
****
Bersambung...
Woah... Vina anak,,,?
Jangan lupa tinggalkan jejak VOTE DAN KOMENT...
Met ketemu di bab selanjutnya..
See you....
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku si pecandu [END]
Teen Fiction😁Follow dulu sebelum membaca😀 Leo adalah seorang gadis pecandu Narkoba dan sosok yang TEMPRAMEN suka main pukul. "Kamu sangat menakutkan Leo? kamu sangat mengerikan!! berhentilah bersikap kasar."