Overdosis

392 18 2
                                    


                                

                                

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


              Beri Leo cinta♥♥♥♥

                             .

Leo membanting tubuhnya di ranjang setelah mengunci pintu kamarnya. Tidak peduli rasa lebam yang ada di wajahnya, semua sakit fisiknya hilang. Tengkurap, air matanya tumpah membasahi bantal. Hatinya hancur ketika ingatannya kembali lagi kejadian  tujuh tahun lalu. Namun mau gimana lagi, yang sudah mati tidak akan kembali. Leo menangis, tertidur tanpa mengganti seragamnya.

Matt mencoba masuk kamar Leo, namun pintu terkuci dari dalam.
Wajahnya muram, ada rasa bersalah di dadanya, sesak itu yang dia rasa. Perasaannya berkecamuk, ia berjalan setengah melamun menuruni anak tangga, adiknya mungkin tidak ingin di gangu.

"Sandra mana Matt? Gak ikut makan?" itu suara Serin saat mendapati Matt yang turun sendirian menuju meja makan.

Matt yang awalnya setengah menunduk lalu mendongak, wajahnya murung. Matt menggeleng lalu tersenyum lemah. Seolah tau apa yang di rasakan Matt, Serin hanya tersenyum. Ibu sambung itu tidak berani bertanya.

*****

Leo terbangun, tubuhnya menggigil, rasa dingin menyerang tubuhnya. Malam ini entah yang keberapa kalinya ia sakau. Leo berusaha memberontak, menggenggam telapak tangan seerat mungkin dan mengeratkan rahangnya.
Degub jantun kecemasan menyelimutinya di atas ranjang. Satu yang bercokol di benaknya? Sampai kapan terus begini, hidup dalam pengaruh Narkoba.

"Mama," rintih Leo parau sambil meringkuk memeluk tubuhnya sendiri di atas ranjang yang mulai berantakan karena pergerakan tubuhnya.

Malam ini Leo mencoba melawan keinginannya. Harus bisa!

Esok paginya...

Leo terburu buru membuka pintu rooftop di gedung sekolahnya. Melebarkan langkahnya mencari tempat yang menurutnya aman dan nyaman untuk ia melakukan kebiasaan buruknya, Narkoba.

Leo tersenyum miris menatap balik tembok di ujung sana yang tak jauh dari pembatas sisi atas gedung.  Ia berjalan menuju tempat itu dan setelah itu merosotkan tubuh kurusnya dan duduk bersandar. Sinar matahari pagi ini sangat hangat, gadis berwajah pucat itu memeluk tubuhnya sendiri.

Memejamkan mata dengan nafas yang tersengal ia mendongak menatap langit cerah pagi ini, air matanya tumpah. Leo tak tahan lagi kali ini. Dadanya terasa sesak sejak semalam. Menghela nafas panjang dan mengangguk yakin ia merogoh saku roknya.

Leo terkekeh menatap plastik kecil berisi serbuk putih. Matanya nanar lalu ia membuangnya.

"Dasar Setan!" kesal Leo melempar benda itu lemah. Dan terlempar tak jauh darinya.

Leo tau, ia harus berhenti. Sejak semalam dia menahan. Menahan sakau. Berusaha melawan. Namun kali ini?

"Sial!" umpat nya lalu merangkak, mengulurkan tangannya memungut benda itu.

Di genggamnya erat, lalu ia menyandarkan tubuh lemahnya dan mulai menikmati benda itu.

"Gue nggak tahan, shhh... " gumam Leo tersenyum sambil menangis.

Tak lama tubuh Leo mulai lemas namun fikirannya tenang. Sejenak ia melupakan tempat yang seharusnya bukan di peruntukan untuk menikmati narkoba.

Pagi ini ia benar-benar menikmati sabu itu.



***

Tepat di istrahat kedua, Marcel berulang kali tersenyum menatap coklat yang ia genggam, coklat yang ia peruntukan untuk Leo. Namun senyumnya perlahan pudar berganti heran melihat Leo, lalu mengikuti kemana arah Leo pergi. Nampak tergesa- gesa Leo berjalan sampai berulang kali menabrak siswi lain. Aneh, gadis berwajah pucat itu berjalan seperti Zombi.

"Tumben?" gumam Marcel mendapati Leo meminta maaf.

Marcel mengikuti Leo dari jarak yang agak jauh. Pandangannya awas terhadap Leo yang di nilai cukup aneh dan mencurigakan. Sampai- sampai cowok itu bertabrakan dengan siswi di perbelokan.

"Maaf Cel, nggak sengaja," tutur cewek yang bertabrakan dengannya.

Marcel mendecak, lalu di ambilnya coklat yang sempat terinjak olehnya tadi.

"Ma-maaf Cel,"  tambahnya lagi.

"Untung yang nabrak Cewek, kalau cowok udah gue pites lo. Sana!" kata cowok itu bernada galak.

Celingak celinguk Marcel kehilangan jejak Leo. Namun ada satu tempat yang kemungkinan besar akan Leo datangin, dan tepat di hadapan Marcel anak tangga menuju atas Rooftop. Senyumnya kembali terbit.

Marcel mengangguk mantap, cepat ia naik berharap dapat bertemu Leo di atas sana. Marcel berjalan sambil membenahi penampilannya.

Membuka pintu, pandangannya mengedar. Kosong, tak ada siapapun.
Menghela nafas kesal cowok itu melangkah.

Kali ini Marcel tersenyum saat ia menoleh ke arah kiri, dapat ia tebak ada bahu yang terlihat. Pasti bahu Leo.

"Main petak umpet ternyata? Ngapain sih ngumpet di sana?" ucap Marcel pada dirinya.

Pelan- pelan cowok itu berjalan, berjalan sebisa mungkin tanpa suara. Dan berniat hendak mengagetkan Leo.

"Leo!"

Leo terkejut, sangat. Namun tubuhnya lemah.

Marcel membelalakan bola matanya, sampai coklat yang ia genggam jatuh.
Bingung, itu yang cowok itu rasakan.
Melihat keadaan Leo yang pucat, lemah dan tersenyum sendiri.

"Le..." panggil Marcel bingung.

Leo mendongak, mentap mata Marcel yang penuh tanya. Tatapan mereka bertemu.

"Kenapa huh!?"

"Lo ke-kenapa?"

Dan akhirnya Marcel tau, tak jauh dari ujung kaki Leo terdapat plastik kecil yang menyisakan sabu. Di ambilnya, lalu di endus.

"Lo, pemakek Le?"

Leo hanya mengangguk angguk dan tertawa.

Marcel lalu berjongkok. Mensejajarkan tubuhnya dengan Leo.

"Sejak kap--- huwek!!!"

Belum sempat mendengar jawaban Leo, cowok itu sudah di buat kaget dan panik ketika mendapati Leo mutah.

"Lo nggak pa-pa kan?" ucap Marcel sambil mengurut tengkuk Leo.

Wajah Leo semakin pucat, nafasnya terasa pendek dan mulutnya mulai berbusa. Gadis itu kejang.

"Lo overdosis Lee!!" seru Marcel.

Marcel mulai panik, dan akhirnya Leo pinsan di dekapan Marcel.

.........








Bersambung...

Aku si pecandu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang