Sampah Keluarga

311 14 2
                                    






Telinga Leo mendengung, serasa di hantam benda keras, sakit. Napasnya terengah ketika membuka mata. Kerongkongannya terasa kering. Ada sesuatu yang mengganjal di hidungnya. Reflek tangan kirinya terangkat menyentuh memastikan.

"Cih," desisnya mengetahui selang pernafasan terpasang di hidungnya.

Menghela nafas lemah lalu memenjamkan mata, ia sadar benar dimana keberadaannya sekarang, tempat yang sangat di hindarinya karena mengingatkan perihal kecelakaan Ibunya. Rumah sakit. Belum lagi bau aroma obat-obatan, bau khas rumah sakit.

Mengingat apa yang terjadi kepadanya sebelumnya, Leo tersentak lalu membuka matanya cepat.

"Marcel!" desisnya, ia teringat jika cowok itu telah mendapatinya overdosis, di atas rooftop sekolah.

"Gimana keadaan kamu?" sedikit Leo mendongakkan wajahnya karena terkejut. Leo kira, dia sendiri di kamar ini, namun dia salah. Jelas sekali itu tadi suara Randi.

Leo menoleh ke arah Randi duduk, tatapan mereka bertemu. Seperti biasa, Randi selalu memasang wajah senyum nan menenangkan hati Leo. Gadis yang baru sadar itu hanya diam.

"Kenapa melamun? Gimana keadaan kamu?" sekali lagi Randi bertanya.

Ada yang mengganjal di fikiran Leo, dari mana Randi tau dia disini dan Marcel? Kemana dia?

"Leo,"

"A-aku merasa agak pusing," terang Leo.

Sejenak hening, namun sorot mata Leo seolah mencari keberadaan seseorang.

"Sudah dua hari kamu di rawat, jadi aku yang gantiin Marcel jaga kamu. Tadi Matheo baru aja keluar."

Mendengar itu semua seketika wajah Leo nampak muram. Pasti mereka akan kecewa terhadap Leo.

"Papa..."

"Sebentar lagi datang." Leo mengangguk.

"Maaf," ucap Randi dengan nada bergetar.

"Hah?"

"Maaf, karena aku gak tahu kalau sebenarnya kamu..."  Randi menjeda ucapannya, "kalau kamu pemakai, apa itu alasan kamu jarang menemui ku jika ada waktu luang?"

Susah payah Leo menelan ludahnya, tenggorokannya serasa kering. Kepalanya terasa berat seketika, hal yang dia takuti selama ini semuanya terjadi. Perlahan Leo mengangguk membenarkan ucapan Randi.

"Kenapa?" perlahan Randi menggenggan telapak tangan kanan Leo lembut.

Leo terdiam, sadar jika ini adalah salahnya, matanya berkaca- kaca. Mulutnya keluh untuk berkata hingga butiran bening mengalir di ujung ekor matanya. Leo mengangis.

"Jangan menangis Le, air mata kamu adalah luka teramat buatku. Cuman kamu yang aku punya, jangan menangis," ucap Randi seraya menyeka air mata Leo dengan lembut.

*****

"Dari kondisinya sekarang, sepertinya putri Bapak sudah lama memakai Narkoba. Mungkin jika kemarin terlambat sedikit saja nyawanya sudah tak tertolong. Dari hasil pemeriksaan, sudah banyak saraf yang rusak. Itu semua pengaruh dari narkoba yang sudah masuk kedalam tubuhnya,"

"Jadi Dok, apa yang harus kami lakukan?"

"Rehabilitas,"

"Pa."

Tersentak Papa Leo karena panggilan Sherin, istrinya. Keduanya kini sedang duduk di kursi yang berada diluar ruang rawat Leo.

"Papa masih kefikiran kata Dokter tadi?" ucap Sherin sambil menepuk punggung Daniel dan duduk mengisi kursi kosong di sebelahnya.

"Salah ku, ini semua salah ku, andai aku lebih memahami Sandra mungkin tidak seperti ini jadinya," ucap Daniel seraya meremas rambutnya frustasi.

"Papa ini ngomong apa sih?!"

"Selama ini Papa sibuk kerja, sampai papa gak tau kondisi Sandra."

"Pa, ini bukan salah Papa, tapi memang kita sudah kecolongan. Sekarang bukan saatnya salah dan menyalahkan. Tapi sekang justru kita perbaiki kondisinya. Kita perbaiki hidup Sandra, terutama mentalnya, Pa," mendengarkan penuturan Sherin, Daniel mengangguk. Ada benarnya ucapan dari istrinya itu.

*****

Leo bersusah payah menyandarkan punggungnya di badan atas ranjang yang sudah tertumpuk bantal. Sudah beberapa hari ini rasa pegal menyerang punggungnya yang slalu berbaring. Menghela napas, ternyata di saat seperti ini dia sangat membutuhkan bantuan. Apalagi Matt baru saja keluar dengan alasan membeli paket internet. Alasan yang menyebalkan mengingat Matt adalah sosok pecandu game online. Tapi setidaknya itu jauh lebih baik dari pada dirinya yang pecandu narkoba.

Entah sudah sekian kalinya Leo menghela napasnya, matanya lurus menatap luar jendela. Ternyata berada di luar sana lebih menyenangkan dari pada disini. Bosan menyelimuti Leo.

Tak lama Leo menoleh ke arah pintu setelah mendengar beberapa ketukan.
Bersamaan dengan pintu terbuka, bisa Leo tebak yang akan masuk Dokter, Perawat atau Matt. Namun bukan apa yang Leo fikirkan. Justru yang masuk adalah Gita.

Gita datang dengan menenteng Plastik putih dan buket bungga.

"Hay?" sapanya dan mulai mendekat.

Namun bukannya membalas Leo hanya melempar tatapan kesal. Bukan di lemparkan kepada Gita, namun gadis yang ada di belakang Gita. Gadis yang sangat Leo benci yakni Vina.

Mendekat lalu meletakkan bunga di atas nakas, juga Gita masih sibuk dengan aktifitas memindahkan buah ke piring buah.

Mata Leo awas terhadap gerak gerik Vina, ada yang aneh. Kenapa Gita bersama Vina? Apa Vina sudah berubah atau?

"Udah baikan?" Gita bersuara lalu duduk di sebelah Leo.

"Iya," balas Leo tanpa beralih menatap Vina.

Sadar akan reaksi Leo, Gita lalu menjelaskan kedatangannya bersama Vina.

"Tadi ketemu Vina, jadi dia ke--"

"Suruh dia pergi!" usir Leo tanpa berpaling menatap Vina.

Vina mengepalkan telapak tangannya erat. Baru kali ini dia di perlakukan sepertini ini. Andai saja bukan karena Matt, Vina malas satu ruangan dan berbagi udara dengan Gita dan Leo. Semua ini Vina lakukan agar memperoleh kepercayaan dan hati Matt.

Tidak tulus.

"Lee, lo ngusir gue?" balas Vina dengan nada selembut mungkin.

Menyadari keberadaan Matt yang ada di balik pintu, Vina mulai berakting.

"Lo enggak denger!"

"Lee, Vina it--"

"Gue enggak nyuruh lo ngomong, Git!"

Merasa di bentak Leo, Gita lalu terdiam. Sadar kondisi Leo yang labil, Gita memilih mengalah.

"Git, bisa lo tinggalin kita berdua?"

Tanpa berfikir panjang, Gita mengangguk. Tak lama Gita pergi meninggalkan keduanya.

Vina menyeringai, sengaja menyulut emosi Leo.

"PERGI!!!"

"Le, kok lo kasar sih?" masih dengan nada yang di buat selembut mungkin.

Vina mendekati Leo dengan posisi membelakangi pintu. Perlahan Vina membungkukkan tubuhnya dan mensejajarkan wajahnya dengan Leo lalu menyeringai.

"DASAR SAMPAH KELUARGA DAN MASYARAKAT!"

Kalimat itu terlontar dari mulut Vina, pelan namun terdengar sangat jelas. Sangat menusuk.

********

Bersambung.....

Sory Updatenya lama.

Semoga Fellnya dapet.

Aku si pecandu [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang