Marcel berlari kecil membopong Leo yang sedang pinsan. Banyak pasang mata dan kata- kata sumbang terdengar. Marcel tak perduli, yang ia perdulikan keadaan Leo. Membawa Leo ke rumah sakit terdekat, hanya itu yang ada di fikirannya sekarang.
"Heh muka cacat! Cepet lo ambil kunci mobil di tas gue. Cepet!!" kata Marcel ketika berpapasan dengan Gita tepat di perbelokan tembok.
Sejenak Marcel berdiri menatap Gita yang dengan wajah dan tatapan bertanya. Bingung dengan keadaan Leo yang tak sadarkan diri. Kenapa dia?
"WOY BUDEK!!"
Gita tersentak, "Iya, iya."
"Cepet!"
Di Rumah Sakit...
Sudah hampir 2jam di Rumah Sakit Marcel duduk di kursi tunggu, matanya tak lepas menatap pintu di mana Leo terbaring. Entah seperti apa kondisinya, tak lupa ia selalu berdoa agar Leo baik- baik saja.
"Gimana keadaan Leo, Mar?" itu suara Randi.
Marcel menoleh ke arah Randi yang sudah berdiri di sampingnya. Marcel berdiri, nampak jelas ekspresi binggung dari wajah cowok itu. Siapa yang memberi tau Randi jika Leo di rumah sakit. Sedangkan dirinya saja tidak mengabari siapa- siapa, begitupun keluarga Leo.
"Gita tadi ngabari gue kalau Leo dirumah sakit. Jadi gue dari kafe langsung ke sin--- bukgh!!"
Tiba- tiba kalimat Randi terhenti kala Marcel memukul wajahnya.
"Sejak kapan? Sejak kapan lo tau kalau Leo seorang pemakek sabu!" sambil mencengkram kerah kemeja Randi.
"Bukannya lo bilang, lo pacaran dengannya sudah 4tahun. Dan jangan bilang, lo gak tahu kalau cewek lo pemakek. Jawab Ran!"
Marcel membentak lalu mendorong Randi kebelakang hingga jatuh ke lantai. Nampak jelas kilatan kemaran di wajah Marcel. Randi tidak membalas. Randi sebelumnya telah jujur kepada Marcel, jika gadis berwajah pucat itu adalah kekasihnya.
Randi perlahan berdiri, bangkit. Randi berusaha menyentuh Marcel. Berusaha menjelaskan. Namun Marcel mengangkat tangan kirinya menyuruh Randi berhenti.
"Jangan bilang lo gak tau."
"Mar, gue memang gak tau kalau Le-"
"Nggak tau lo bilang?!. Cowok macam apa lo sampai gak tau kondisi ceweknya. Liat, Leo sekarat. Dia overdosis sabu. Dia mau mati!" terang Marcel sembari menunjuk pintu ruang rawat Leo.
"Mar, gue meman-"
"Harusnya kalian gak berantem kayak gini di saat Leo sekarat," tiba- tiba Gita bersuara setelah terdengar suara pintu tertutup.
"Bukan ini yang Leo mau dari kalian," sambungnya.
Kedua cowok itu lantas menghampiri Gita yang masih berdiri di depan pintu.
"Gimana?"
"Gimana keadaan Leo, Git?" Randi ingin tahu .
Sejenak Gita terdiam, mulutnya keluh untuk berkata.
"Lo bisu?"
"Mar-"
"Diem lo, Ran!" bentak Marcel.
Randi hanya menghela napas saat Marcel menerobos masuk ke dalam.
"Pak,"
"Marcel memang gitu sifatnya, nggak sabaran." terang Randi.
Tak lama suara pintu kamar rawat Leo terbuka, bersamaan dengan itu Marcel keluar dengan Dokter yang menangani Leo. Gita dan Randi serentak berdiri lalu mendekat.
"Pasien sudah melewati masa kritis. Kalau di lihat dari kondisinya, pasien sudah lama memakai narkoba. Terlihat dari fisik dan sample darahnya. Bukan hanya sabu saja yang dia pakai, mungkin ganja, obat penenang dan lainnya. Jika tadi telat sedikit saja mungkin nyawanya tidak tertolong," terang Dokter tadi di depan Marcel, Gita dan Randi.
Tanpa sadar Gita menutup mulutnya dengan jari tangannya, dia tau benar tentang Leo. Leo yang pernah meminta bantuannya karena ingin sembuh.
Sekilas Gita teringat ucapan Leo saat di kafe Randi, saat Gita menolak pertemanannya. Dan Leo berkata akan lebih parah menjadi pemakai karna Gita memutus pertemanan.
Gita menyalahkan dirinya. Ia menyesal. Dan sangat menyesal."Git, gue bayar administrasi dulu. Lo jaga Leo. Dan buat lo, Ran. Jangan temui Leo!" ancam Marcel lalu pergi.
Randi sangat kecewa, dirinya sedih melihat perempuan yang di cintai terbaring lemah di dalam sana.
"Kenapa gue gak tau keadaan orang yang gue cintai. Bodoh banget gue, Git," kata Randi menjambak rambutnya frustasi. Cowok itu lantas berjalan gontai menuju kursi tunggu.
"Pak, sebenernya saya tau keadaan Leo. Sudah lama saya tau dia pemakek barang haram itu. Tapi Leo-"
"Kenapa lo gak cegah dia Git?" potong Randi tanpa menatap Gita.
"Maaf Pak. Aku salah," sesal Gita.
Gita duduk di sebelah kanan dekat Leo berbaring. Hening, ruangan itu hening. Tatapan Gita hanya tertuju pada wajah Leo yang pucat dan kurus. Belum lagi selang oksigen yang terpasang di hidung mancung gadis itu.
Perlahan Gita menggerakan tangannya menggenggam lembut telapak tangan Leo yang juga terapasang selang infus. Lemah, nampak jelas beberapa warna biru bekas suntikan di nadi lengan Leo.
Di sentuhnya lembut lengan yang pernah ia lihat di suntik jarum oleh Leo sendiri, Gita terasa ngilu melihatnya."Kamu kenapa seperti ini Lee," gumam Gita menggengam telapak tangan kanan Leo yang lemah.
"Maafin aku, Lee. Di saat kamu butuh aku, aku gak pernah ada. Aku gak bergguna," Gita terisak.
"Sedangkan kamu selalu nolongin aku di saat aku ada masalah, tapi sekarang aku? Aku malah seperti orang yang tidak tau balas budi. Maafin aku, Lee."
Gita menangis terisak. Air mata tulusnya tumpah tidak dapat ia tahan lagi. Ia sangat menyesal. Menyesal karena tidak dapat berbuat banyak.
Tanpa di sadari air matanya jatuh di di lengan kanan Leo.Seperti ada keajaiban, jari jemari Leo yang Gita genggam bergerak sedikit demi sedikit. Menyadari hal itu, Gita memastikan kondisi Leo. Benarkah Leo sadar?
Perlahan Leo membuka kedua matanya. Gita tersenyum dan mengucap syukur pada Tuhan.
"Lee, kamu sudah sadar?" tanya Gita sambil menghapus air matanya.
Namun Leo tidak merespon. Matanya terbuka namun ia diam, tidak berkedip. Gita bingung dengan kondisi Leo.
"Le, Leo! Leona Alisandra!" pekik Gita menggoncangkan lengan Leo. Namun gadis itu tidak merespon. Matanya tetap terbuka namun tidak menunjukan respon panggilan Gita.
Sadar akan kondisi Leo, Gita panik.
"Dok, Dokter!!" pekik Gita memangil Dokter ketika Leo tiba- tiba kejang.
********
Bersambung.
Buat kalian trimakasih udah MAMPIR.
jangan lupa follo @Ran_AP yah.
"Mari berteman,"
Met ketemu di part selanjutnya....
😁😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku si pecandu [END]
Teen Fiction😁Follow dulu sebelum membaca😀 Leo adalah seorang gadis pecandu Narkoba dan sosok yang TEMPRAMEN suka main pukul. "Kamu sangat menakutkan Leo? kamu sangat mengerikan!! berhentilah bersikap kasar."