tiga

15.5K 1.8K 128
                                    

Harusnya aku pergi ke kampus, tapi karena Edward Drew, menginjakan kakiku ke sana saja aku tak mau. Suasana hatiku rusak parah. Aku sama sekali tak berniat melakukan apa-apa selain berbaring di ranjangku. Kamar-kamar kontrakan di sekelilingku masih berisik karena hari masih sore, masih cukup terang untuk tidur. Aku meraih ponselku dan menyalakannya. Edward Drew sinting itu masih mengirimiku pesan dan aku mengabaikannya. Aku lebih memilih membuka pesan yang dikirimkan Lucas dalam grup chat kami.

Lucas
Polar bar, 7 malam?

Jeno
Ayo

Harley
Mereka punya minuman baru

Miu
Berhenti minum. Jemput aku.

Harley
Kau tidak kuliah?

Miu
Bolos. Biar Mark yang isi absenku

Jeno
Itu tindakan yang tidak patut ditiru

Jamie
Dasar pembolos

Miu
Berkacalah, bajingan

Aku mendengus, meletakan ponsel di meja dan beranjak mandi. Kemudian aku pergi membeli makan malam dan bersiap-siap menunggu salah satu dari empat anak itu menjemputku. Biasanya, Lucas yang menjemput. Dan memang benar. Ia sudah meneleponku tiga puluh menit sebelum pukul tujuh. Aku keluar dari kamar kontrakanku, menaiki mobil wrangler hitam yang sudah menunggu di depan dan melirik Lucas.

"Kenapa kau bolos?" tanya Lucas heran sembari melajukan mobilnya.

Aku mengikat rambutku asal dan bersandar di kursi. "Kau tahu Edward Drew?"

Lucas menggeleng. "Siapa dia?"

"Pria tampan yang kita lihat beberapa waktu lalu."

"Yang culun itu?"

"Tidak culun juga. Dia mau aku jadi sugar babynya."

"Kau bercanda?" teriak Lucas terkejut. "Pria itu?"

"Tidak. Aku bertemu dengannya di bank. Ia meminta nomor teleponku dan terus menerorku dengan pesan-pesannya," kataku lelah.

"Lalu kenapa kau berikan nomor ponselmu?" pekik Lucas jengkel. "Kau kan bisa memberi nomor asal."

"Masalahnya, aku sudah berikan nomor ponsel acak. Dan sialnya, ia tahu nomorku yang sebenarnya. Dan lebih sial lagi, pria itu sangat kaya sampai-sampai aku memikirkan tawaran menjadi sugar babynya," ujarku membuat Lucas menatapku horor.

"Kau pasti sudah sinting. Tunggu sampai Jeno mendengar ini dan dia akan menghajar lelaki itu untukmu."

"Sebaiknya tak usah," pangkasku. "Separuh kota ini miliknya. Jeno bisa saja jadi debu kalau bermasalah dengan orang semacam itu. Lagi pula, aku kan tidak sebodoh kalian."

Yah, aku tidak sepolos gadis-gadis pemeran utama dalam cerita. Aku tahu ke mana aku akan melangkah dan aku tahu apa yang kulakukan. Aku bisa menggodanya, membuatnya penasaran, lalu menguras hartanya mungkin? Yah, walau sepertinya tidak mungkin karena nampaknya harta pria itu tak akan habis sekalipun aku memintanya membuatkan pulau beserta jet pribadi dan kapal pesiar untukku.

Twenty OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang