tiga puluh sembilan

5.9K 997 45
                                    

Aku merasa sedikit baikan usai dipijat plus-plus oleh Edward. Benar, aneh sekali. Mungkin aku bukan masuk angin, tapi kurang belaian. Ya, apapunlah itu, aku sudah agak baikan dan kami sedang bersiap-siap menjemput Elliot juga Yona yang memanfaatkan kesempatan ini supaya bisa melihat Edward.

Saat tiba di sekolah, Edward menjadi pusat perhatian ibu-ibu karena ketampanannya. Kaus putih pas badan yang ia kenakan juga semakin membuatnya kelihatan bersinar. Jelas saja ia menjadi tontonan. Aku mengabaikan tatapan ibu-ibu di sekolah yang bergantian menatap kami berdua. Dari awal Elliot masuk ke playgrup, aku tak pernah nampak dekat dengan laki-laki mana pun dan itu jelas membuat mereka khawatir awalnya.

Seorang wanita pertengahan dua puluh yang masih muda dan cantik, memiliki kafe dan seorang anak yang lucu membuatku kelihatan seperti karakter utama drama. Dan mereka khawatir suami-suami mereka malah menyukaiku, walau memang ada beberapa yang menggangguku. Sangat menyebalkan, tetapi aku bisa menangani mereka sejauh ini.

"Mereka wanita-wanita yang mengganggumu?" tanya Edward membuatku meliriknya.

"Kau tahu soal itu juga?" balasku heran.

"Aku mendengar semua percakapanmu dengan Loey dari awal. Kau pasti banyak mengalami masa sulit," kata Edward pelan sambil menatapku. Ia mengulurkan tangan, mengusap rambutku lembut dan tersenyum. "Kali ini, tak akan kubiarkan siapapun mengganggumu."

Aku tersenyum tipis. Selama ini, aku berjuang sendirian melindungi Elliot dari ucapan-ucapan orang mengenai dirinya. Aku juga selalu berusaha keras menutup mulut kotor mereka supaya tidak membuat anakku mendengar hal-hal konyol dari mulut mereka. Memiliki Edward di sisiku saat ini membuatku merasa lega. Seolah ada tameng lain yang melindungiku dan juga Elliot.

"Ayaaaahh!"

Kami berdua menoleh, mendapati Elliot yang berlari kegirangan dengan tangan direntangkan ke arah Edward. Edward langsung menunduk, menyambut Elliot dengan senyum bahagia dan langsung menggendongnya. Ia berkali-kali mengecup pipi Elliot sayang, membuat anak itu tertawa. "Bagaimana sekolah?"

"Tidak menyenangkan. Aku lindu Ayah," balas Elliot membuatku menghela napas.

"Apa aku orang ketiga di sini?" keluhku kesal.

Yona berjalan mengarah padaku yang berwajah masam, melirik Edward yang sedang bercanda dengan Elliot dan langsung menghampiriku untuk mencubit lenganku. "Kau benar-benar sudah sinting karena bersembunyi dari pria seseksi ini!" desisnya kesal sambil melotot padaku.

"Aw! Sakit, bodoh!" protesku kesal.

Namun, Yona mengabaikan protesku. "Aku sangat ingin mencekikmu! Bisa-bisanya kau biarkan ikan besar begini di dalam jaringmu padahal kau hanya perlu menariknya!"

Aku berdecak kesal, melirik Edward yang kini menatap pada Yona dengan wajah bertanya. Aku segera memperkenalkan mereka. "Edward, ini Yona sepupuku. Dan Yona, ini-"

"Aku tahu! Pria super seksi yang memenuhi fetishmu dan sangat kau rindukan selama lima tahun terakhir," sembur Yona tanpa filter membuatku melotot kesal padanya.

Edward tertawa, menatapku dengan wajah nampak senang dan beralih pada Yona. "Apa ia merindukanku?"

"Kau harus tahu betapa muaknya aku mendengar keluhannya setiap kali ia rindu padamu!" bocor Yona membuatku menggeram pelan.

"Kuharap, kau tutup mulutmu kalau tak mau kubuat tertutup selamanya," ancamku jengkel. "Jangan dengarkan dia-"

Namun, Edward segera memotong ucapanku. "Aku juga rindu padamu," katanya lembut sambil tersenyum sumringah.

Aku mengedipkan mataku beberapa kali, mengalihkan pandanganku pada Elliot dan berpura-pura tak mendengar ucapan Edward. Yona ada di sini, ia tak perlu mempermalukanku di depan sepupuku yang bermulut sepuluh. "Ayo pulang. Ibu akan buatkan smoothie untuk Elliot," ujarku mengulurkan tangan dan menggandeng Elliot.

Elliot langsung menyambut tanganku dengan patuh dan tersenyum kegirangan. "Elliot mau smoothie lasa stlawbely ya Bu?"

Aku mengangguk, membuka pintu depan penumpang dan memangku Elliot. Sejenak, aku melirik Edward yang masih tersenyum dan Yona yang menatapku kesal. "Cepat naik. Kita ke kafe."

Yona langsung mendumal, tetapi aku segera menutup pintu mobil supaya tak perlu mendengar yang ia ucapkan. Ia sempat menggerutu pada Edward dengan wajah masam, membuat pria itu tertawa bahagia dan melirikku sekilas dari balik kaca. Kemudian, Edward dan Yona masuk ke dalam mobil.

"Aku akan memberitahu semua yang dia lakukan begitu kita tiba di kafe," kata Yona membuatku menoleh kepadanya dan menatapnya kesal. Ia mengabaikan tatapanku dan melanjutkan, "ah, dan soal Elliot juga. Ia selalu jadi sasaran ibu-ibu yang tidak menyukai Miu!"

"Hei-"

"Aku akan meminta data lengkap mereka," kata Edward tenang. "Kau pasti punya kan?"

"Tentu saja," kata Yona.

"Kau tidak berpikiran menuntut mereka kan?" Aku mengerutkan kening.

"Kita lihat saja apa yang bisa kulakukan," balas Edward datar membuatku menghela napas panjang.

Aku memang ingin membalas ulah wanita-wanita tua yang mengganggu Elliot, tetapi dengan cara yang menyebalkan. Kalau Edward yang sampai turun tangan begini, paling tidak akan ada lima keluarga yang jatuh bangkrut. Aku memilih diam. Aku bukan malaikat, jadinya akan kubiarkan saja Edward bertindak. Lagi pula, Edward hanya melenyapkan harta mereka bukan nyawa.

Yona masih mendumal sepanjang perjalanan menuju kafe, mengadu semua kelakuanku selama ini. Juga mengadu tentang ia yang memaksaku untuk memberitahu Edward tentang Elliot.

"Diamlah. Tidak ada gunanya kau menyebutkan itu," desisku kesal.

"Itu sangat berarti bagiku," balas Edward. "Paling tidak, aku tahu jika kau merindukanku selama kau meninggalkanku."

"Wow, dia pria yang romantis!" komentar Yona.

Aku mendengus. "Dia membuatku ingin muntah." Aku menatap Edward sinis. "Jangan bicara hal-hal yang menjijikan. Kau tahu aku alergi pada sesuatu yang romantis."

"Hhh, aku bertanya-tanya kenapa kau mengejar Miu setengah mati. Jiwa wanitanya sudah mati, yang tersisa cuma buah dadanya yang tidak besar-besar amat dan-"

"Oi, kau mau mati?" potongku, berbalik menatap Yona kesal.

Edward tertawa, menatapku sejenak dengan senyum manis. "Mungkin, memang benar yang dikatakan oleh orang-orang," gumamnya.

Aku mengangkat alis bertanya. Edward melirikku sekali lagi, sambil berkata, "kata orang cinta itu buta. Kupikir, aku memang sudah buta sejak lama karena mencintaimu."

"Semakin tua, kau semakin cheesy!" Aku bergidik geli.

Aku tidak berada di usia labil yang akan membuatku mati melayang-layang mendengar pick-up line seperti itu. Aku punya seorang anak dan usiaku lebih tua dari saat pertama aku bertemu Edward. Bukan berarti aku tak mencintai Edward. Aku cinta pada Edward tapi sewajarnya saja.

Elliot sudah tertidur di pangkuanku sejak tadi. Jadi ia tak mendengarkan pembicaraan kami.

"Lalu, apa kalian berdua akan hidup terpisah begini?" Yona kembali bersuara.

"Kenapa kau sangat ingin tahu?" ketusku jengkel.

"Kami akan menikah, sebelum Miu hamil lagi," jawab Edward kalem.

Aku mendelik pada Edward, melirik Yona yang tutup mulut. Kemudian, ia menatapku dengan mata berkilat. Oh, tentu saja ia akan menggangguku setelah tiba di kafe.

Twenty OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang