tiga puluh enam

11.7K 1.6K 154
                                    

Usai sarapan, Edward memandikan Elliot sementara aku menyirami bunga di halaman.

Elliot Aldrich, anak itu! Bisa-bisanya ia lebih menempel pada Ayahnya dibandingkan aku yang bertahun-tahun membesarkannya! Aku mendumal pelan tanpa menyadari jika Ibu sudah berada di sampingku untuk menyirami bunga juga.

"Berhentilah menggerutu! Elliot begitu karena kau tak pernah mempertemukan mereka selama ini. Wajar saja ia ingin menghabiskan waktunya lebih lama dengan Ayahnya," kata Ibu membuatku tersenyum masam.

Suara tawa Elliot terdengar hingga ke halaman rumah. Kelihatannya, ia bersenang-senang dengan Edward. Membuatku makin jengkel.

"Lalu, karena sudah membawanya pulang kemari, apa kau tak memikirkan rencana ke depannya?" tanya Ibu tanpa menatapku. Aku mengerjap, melirik ke arah Ibu yang masih sibuk menyirami bunga. "Apa kalian tidak akan menikah dan memilih terpisah seperti ini?"

Aku tak menjawab, menatap bunga-bunga milik Ibu yang mulai bermekaran. Apa aku boleh memikirkan pernikahan sekarang? Apa jika menikah, semuanya akan baik-baik saja? Edward bilang tidak akan meninggalkanku, tapi apakah aku sanggup bertahan dan setia sepertinya? Aku mempercayai Edward, tentu saja. Aku hanya tak mempercayai diriku sendiri. Bagaimana kalau aku yang tiba-tiba selingkuh?

"Kalian jelas harus menikah," kata Ibu memecah lamunanku. "Ibu tak mau punya cucu kedua yang lahir tanpa ayah yang jelas."

Ucapan Ibu kontan membuatku menatapnya terkejut. Apa wajahku aneh? Apa aku kelihatan kurang tidur? Atau ada hickey di leherku? Aku langsung menunduk, memeriksa diri sendiri untuk mencari hal yang salah.

"Kau membersihkan jejak kalian dengan baik, tapi tetap saja Ibu tahu," lanjut Ibu lagi, menatapku setengah kesal. "Kalian bermalam bersama di kafe. Aroma sabunmu juga tercium dari tubuhnya saat Ibu menggandengnya. Tidak mungkin kalian tidak bercinta lagi begitu bertemu."

"Kami tidak begitu," sangkalku tanpa menatap Ibu.

Ibu mengumpat, "lihat anak ini! Kau bahkan tak berani menatap Ibu ketika menyangkal! Lagi pula, wajahmu merona sejak Ibu melihatmu, apanya yang tidak begitu?" Ia menghembuskan napas kesal. "Menikahlah dengannya. Minta pertanggung jawabannya. Bukan demi nama baik kami, tapi demi kebahagiaanmu."

Ibu berbalik pergi sambil mendumal. "Lagi pula, nama kami sudah lama tercoreng sejak kau hamil di luar nikah! Anak perempuanku memang membuat pusing!"

Aku berdecak. Ibu tidak perlu mendumal keras-keras begitu juga, kan! Aku berbalik hendak masuk ke rumah ketika beberapa tetangga berjalan melewati rumahku seolah tak terjadi apa-apa, tetapi mata mereka terus melirik padaku.

Wah, akting yang luar biasa. Mereka harusnya dapat oscar untuk akting yang luar biasa buruk itu!

Aku mendecih pelan, melangkah masuk ke dalam rumah. Aku berkeringat dan harus mandi lagi. Edward dan Elliot sepertinya sudah keluar dari kamar mandi, jadi aku segera membersihkan diri dan berganti pakaian dengan kaus longgar dan celana pendek yang nyaman.

Edward sedang bermain bersama Elliot saat aku keluar dari kamar. Ia tak lagi mengenakan kemeja dan celana kain yang senada dengan warna jasnya tadi. Kaus berkerah dengan motif garis horizontal lebar berwarna hijau gradien melekat pas di tubuhnya. Ia juga mengenakan celana abu-abu panjang yang agak longgar.

"Kenapa kau pakai baju Ayah?" tanyaku heran.

"Pakaianku basah karena bermain air dengan Elliot," jawabnya sambil mengelus rambut Elliot lembut.

Aku menatapnya lekat. Entah kenapa, pakaian Ayah kelihatan cocok untuknya. Berbeda dengan saat Ayah mengenakannya, Edward kelihatan sangat luar biasa menggoda. Aku ingin menerkamnya lagi andai Elliot tak berada di sini. Wah, kenapa aku tiba-tiba mirip tante girang begini?

Twenty OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang