tiga puluh empat

11.1K 1.6K 180
                                    

Aku terpaksa tak kembali ke rumah orang tuaku. Edward tak mau pulang sebelum ia bertemu Elliot, tetapi aku juga tak mungkin membawanya pulang pada jam ini. Orang tuaku sudah cukup lelah menjadi bahan gosip tetanggaku, jadi aku tidak akan menambah gosip yang aneh-aneh. Kubiarkan Edward menginap di ruanganku malam ini.

Kami sempat berkeliling mencari toko suvenir yang masih buka sekedar untuk membeli baju ganti untuk Edward. Untungnya, ada toko suvenir yang juga menjual pakaian dalam sekalian untuk pria itu. Kami kembali ke kafeku yang sudah kukunci. Terpaksa kubuka lagi karena Edward akan menginap.

"Kau tinggal di sini bersama Elliot?" tanya Edward menatapku dengan kening berkerut.

"Iya," jawabku singkat. Aku malas menjelaskan jika kami hanya menginap di sini saat kafe tutup larut. "Masuklah, aku akan mengunci pintu."

Edward masuk ke dalam kafe, aku menutup rolling door dan menguncinya dari dalam. Kemudian, aku menyalakan lampu supaya kami bisa melihat. Aku tidak mau jatuh tersandung kaki kursi.

"Tidakkah berbahaya?"

Aku melirik Edward sambil menggeleng. "Kafeku punya rolling door, dilengkapi alarm maling dan pemadam kebakaran. Lalu ada penjaga yang berkeliling tiap dua jam sekali di sini. Aku aman. Elliot juga," ocehku membuat Edward tutup mulut. "Ruanganku berada di balik pintu putih. Bersihkan dirimu, aku harus menelepon Ibu."

Aku menyerahkan kantung plastik berisi pakaian dan perlengkapan mandi, berbalik memunggungi Edward hendak menghubungi Ibu. Namun, Yona sudah meneleponku sebelum aku sempat menghubungi Ibu.

"Ha-"

"Jam berapa ini? Elliot menunggumu dan tidak mau tidur!" teriak Yona nyaring membuatku menjauhkan ponsel dari telinga.

"Jangan berteriak, sialan! Kau di rumahku?"

"Iya! Anakmu tidak bisa tidur kalau tidak ada kau! Ayah dan Ibumu sampai memanggilku supaya ia bisa tidur, tetapi matanya tak mau menutup sebelum kau pulang!"

"Berikan teleponnya pada Elliot," pintaku. Yona mendengus di seberang, kemudian memberikan telepon pada Elliot.

"Ibuuu, kenapa Ibu belum pulang?" Suara manis Elliot membuatku tersenyum kecil.

"Elliot, Ibu masih punya pekerjaan sedikit. Malam ini, tidurlah dengan Kakek dan Nenek. Kalau Elliot tidur nyenyak, Ibu akan buatkan cookies keju. Oke?"

"Aku tidak mau cookies keju, aku mau Ayah. Kalau aku tidul nyenyak, Ibu akan bawa Ayah kan?"

Aku berbalik, menatap Edward yang masih belum beranjak dari tempatnya. Sepertinya, ia masih berdiri di sana sejak awal aku menerima telepon. Aku berujar pelan, "iya. Ayahmu sedang bersama Ibu. Elliot bisa bertemu dengannya besok."

Edward mendekat, ingin bicara pada Elliot tetapi aku menahannya. "Ia semakin tak bisa tidur kalau mendengar suaramu," tegurku membuat Edward berhenti dan mengalah.

"Benalkah, Bu? Apa Ayah sudah di sini? Kenapa Ayah tidak langsung pulang saja? Elliot mau tidul belsama Ayah juga!"

"Uh, Ayahmu masih ada pekerjaan juga. Kami akan kembali besok, oke?"

"Apa pekeljaan lebih penting dari Elliot?"

"Tidak Sayang. Elliot lebih penting, tapi kami tak bisa kembali karena beberapa hal. Ibu janji akan mengajak Ayah pulang dan membuatkan cookies keju juga asal Elliot tidur nyenyak."

Elliot menghela napas, membuatku merasa bersalah. "Baiklah, Bu. Elliot akan tidul nyenyak."

Aku tersenyum tipis, membiarkan telepon diambil alih Yona sampai ia kembali berteriak, "pria itu bersamamu? Sungguhan bersamamu?"

Twenty OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang