delapan

15.8K 1.7K 69
                                    

Aku terbangun dengan hampir seluruh tubuh terasa lelah dan pegal. Bahkan saat kecelakaan kemarin, tubuhku tidak sesakit dan senyeri ini. Sedikit mengerang, aku mendudukan diri di atas ranjang, mendapati betapa berantakannya kamar yang kutempati. Pakaianku tersebar di mana-mana, tak bisa dikenakan lagi. Edward Drew bajingan. Ia bilang akan membiarkanku, tapi nyatanya ia membangunkanku tiap beberapa jam sekali dan membuatku bercinta dengannya dalam keadaan setengah bangun. Tubuhku sudah penuh dengan berbagai ukiran berupa hickey dan memar kemerahan yang baru akibat ulah Edward. Aku masih tidak mengerti makan apa si bajingan itu sampai-sampai tidak bisa dipuaskan sekali saja.

Ngomong-ngomong soal Edward, ia tidak ada di sini. Mungkin ia sudah pergi bekerja. Si keparat itu! Paling tidak, ia seharusnya memikirkan keadaanku jika ia tak mau membantu memandikanku atau sekedar memapahku ke kamar mandi. Aku hampir tak bisa bangun dan berjalan sendiri ke kamar mandi gara-gara ulahnya semalam.

"Sudah bangun?"

Aku membeku ketika melihat Edward keluar dari kamar mandi, mengenakan kemeja dan celana panjang. Dia tampan sekali. Ia menatapku begitu lekat dan intens, membuatku mendadak merasa khawatir jika ia bisa membaca pikiranku. Aku kan baru saja mengumpatinya. Aku menurunkan kakiku dari ranjang perlahan, mencoba berdiri tanpa melirik ke arah Edward.

"Diam di tempatmu," perintahnya sebelum aku bahkan benar-benar bergerak, membuatku langsung diam bagai patung.

Aku menatap Edward yang melangkah ke arahku. Ia mendudukan diri di sisi kosong tempat tidur, mengarahkan tangannya ke wajahku dan mengecup bibirku sekilas. Ia menyeringai ketika matanya bertemu langsung dengan mataku, meraih tubuhku dan menggendongku ke kamar mandi seolah aku anak kecil. Aku akan menarik ucapanku tentang ia yang tak mempedulikanku. Meski begitu aku masih ingin protes, tapi belum menemukan keberanian untuk melakukannya. Tubuhku masih polos tanpa sehelai pakaian, akan sangat mudah baginya mencumbuku kalau aku membuat kegaduhan. Dan aku tidak mau ia menghajarku lagi seperti semalam. Inti tubuhku terasa sakit dan tak nyaman.

Edward menurunkanku di bathtube yang sudah terisi air hangat dan aroma terapi. Wangi strawberry yang manis langsung menyergap indera penciumanku. Edward berjongkok di sisi bathtube, menggosok tubuhku lembut dengan sabun. Aku sedikit terperanjat geli ketika ia menyentuh beberapa bagian sensitif dari tubuhku. Dan itu membuatnya menyeringai, lalu dengan sengaja menggosok bagian yang sama.

"Jangan!" protesku membuat senyum puas kembali muncul di wajahnya.

Senyum puas yang sama dengan yang kulihat semalam. Seolah ia merasa menang mengetahui jika ia berhasil menjinakanku. Namun, itu membuatku merasa geram. Aku benci sekali melihatnya menang. Tak akan kubiarkan dia menang lain kali.

"Pakaianmu hancur," katanya memberitahuku.

Aku mendengus. Aku bisa lihat pakaianku yang sudah layak dimasuka ke tong sampah karena ulahnya. Dan aku bahkan tak punya pakaian ganti. Edward mungkin melihat keningku yang berkerut-kerut sehingga ia kembali berujar.

"Aku sudah berencana mengoyak pakaianmu, jadi sudah kubelikan gantinya," sambungnya membuatku melotot menatapnya. "Jangan memasang wajah begitu. Kau akan sangat sering berada di apartemenku setelah ini."

"Kau sangat menyebalkan," desisku membuatnya terkekeh.

Edward membantuku mencuci rambut, kemudian membawaku keluar dari bathtube dengan hati-hati dan mengeringkan tubuhku. Ia masih bertingkah menyebalkan, menyentuh bagian-bagian sensitif yang ia temukan di sekujur tubuhku dan sesekali menyentuh payudaraku.

"Hentikan!" seruku hampir merengek yang akhirnya membuat Edward berhenti kemudian memakaikan pakaian untukku. Aku bersyukur ia membelikan kaus longgar dan celana pendek yang kupakai sehari-harinya. Hanya saja, ia tak membelikan bra untukku.

Twenty OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang