dua belas

13K 1.7K 143
                                    

Sudah lewat beberapa hari sejak aku bertengkar dengan Edward. Tidak bisa dikatakan bertengkar juga sebenarnya. Ia tak menghubungiku selama beberapa hari belakangan. Baguslah. Kalau ia menghubungiku, aku akan menendang selangkangannya.

Aku menghela napas, menatap kelas yang hampir kosong usai digunakan untuk satu mata kuliah yang kuhadiri. Aku meraih tasku, beranjak keluar dari kelas dengan langkah malas. Syukurlah besok sudah akhir pekan. Aku butuh sekali yang namanya istirahat.

Aku berniat berjalan menuju area parkir ketika bertemu pandang dengan seorang pria berambut abu-abu dan pria lain yang wajahnya tak kalah tampan dari Edward. Tentu saja mereka adalah Loey dan Jeffrey. Mereka berdua berdiri di lorong, seolah memang menungguku. Aku memutuskan untuk berpura-pura tak melihat dan berjalan melewati kedua orang itu.

Mereka berdua tak menahanku, tetapi membuntutiku yang melangkah menuju area parkir. Kemudian, Jeffrey menarik tanganku tepat sebelum aku tiba di depan motorku.

"Berhenti bertingkah. Ikut aku menemui Tuan Edward sebelum dia sendiri yang menemuimu," katanya datar.

Aku hendak memberontak dan menghempaskan tangannya ketika Loey menahan Jeffrey sambil menggeleng. "Bukan begitu cara memperlakukannya."

Jeffrey menatap Loey sejenak dengan wajah datar, melepaskan tanganku dan memilih mengalah. Loey menarik napas, menatapku dengan senyum di wajahnya.

"Jangan tersenyum. Wajahmu kelihatan menyebalkan," ketusku.

Loey menghela napas dan menatapku serius. "Aku ingin membicarakan tentang Edward dan masalah yang membuatmu marah."

"Aku tidak mau tahu lagi," balasku sambil berbalik hendak pergi.

Loey buru-buru menyusul dan berdiri menghadang jalanku. "Tapi, kau harus! Paling tidak dengarkan penjelasanku dan pikirkan lagi keputusanmu."

"Tidak perlu. Aku tidak mau berurusan dengan suami orang."

"Dia sudah cerai," sambung Jeffrey yang kubalas dengan lirikan tajam.

"Dia baru cerai beberapa hari lalu," ketusku. "Sikap seperti itu membuatku merasa seperti perempuan rendahan."

"Bukankah kau memang perempuan rendahan?" celetuk Jeffrey membuatku otomatis menendang tulang keringnya kuat-kuat.

Jeffrey langsung meloncat kesakitan sementara Loey menjaga jarak denganku. Berhati-hati kalau saja ia membuatku merasa tak senang dengan ucapannya. Aku menatap Loey dan Jeffrey yang kesakitan dengan sinis, berbalik meninggalkan keduanya sekali lagi.

"Miu, tunggu! Tunggu dulu!" cegah Loey yang benar-benar kuabaikan. Aku menaiki motorku, bersiap menyalakan mesinnya ketika Loey berdiri di sebelahku. "Paling tidak dengarkan Edward kalau kau tak mau mendengarku."

Aku menyalakan mesin motorku, membuat Loey berteriak kesal. "Ayolah! Ia hampir memecatku gara-gara ini. Nasib Jeffrey bahkan lebih buruk."

"Itu urusan kalian berdua."

Aku melajukan motorku, meninggalkan kedua orang bodoh itu. Suasana hatiku sudah memburuk begitu tiba di kontrakan. Aku memutuskan untuk membersihkan diri dan tak keluar lagi dari kamar hingga pada pukul setengah delapan malam, Lucas menjemputku paksa untuk pergi ke Polar Bar.

Mau tak mau, aku mengikuti Lucas karena anak itu terus merengek dan memaksa. Seperti biasa, aku sudah menyandarkan diriku di sofa dengan sebotol vitamin C sambil menatap malas ke luar jendela. Sesekali, aku memperhatikan obrolan Lucas dan Jamie yang baru tiba. Jeno dan Harley masih merokok di lantai dua. Mungkin Yvone juga di sana karena aku melihat wanita itu datang beberapa menit lalu kemudian menghilang begitu saja.

Twenty OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang