07. Rasa Ini

273 24 7
                                        


Hari-hari berikutnya Veer lalui dengan menjadi pangeran Kavya. Kemanapun Kavya akan pergi, Veer lah yang mengantarnya. Tidak, bukan mengantar, lebih tepatnya selalu menggendong Kavya kemanapun. Kaki Kavya masih belum sembuh, dan dokter juga melarang Kavya berjalan dulu. Jadilah Veer yang mengurus semuanya.

Kavya awalnya sempat ragu-ragu, takut merepotkan Veer katanya. Tapi Veer yang terus meyakinkan Kavya, bahwa mereka itu teman, sahabat, suami istri, dan tinggal serumah. Apalagi dalam sebulan ini keduanya libur kerja, tentu mereka hanya akan menghabiskan waktu di rumah saja. Dan itu sama sekali tidak masalah bagi Veer. Veer juga bilang kalau sampai kembali ke India, dan Kavya belum juga sembuh, maka pasti keluarganya akan memarahinya habis-habisan. Kenapa kau tidak bisa menjaganya? Kenapa kau membuat menantuku terluka, Veer? Dan semacamnya. Veer yang tidak mau pusing memikirkan itu nantinya.

Sebenarnya Kavya juga sudah bosan terus-terusan begitu. Mau bagaimana lagi, terkilir nya memang sudah pada tingkat parah. Dan butuh waktu sedikit lebih lama untuk benar-benar memulihkan kakinya seperti sedia kala.

Tapi dengan terkilirnya kaki Kavya, membuat hubungan Veer dan Kavya semakin dekat. Keduanya jadi lebih dekat dan selalu bersama sepanjang hari. Kavya juga sudah nyaman dan tidak canggung atau semacamnya pada Veer. Keduanya sudah terlihat sangat dekat, tidak kalah romantis dari pasangan-pasangan saling mencintai lainnya. Walau entah cinta sudah hadir atau belum diantara Veer dan Kavya.

Seperti sekarang ini, Veer akan mencarikan tongkat untuk Kavya berjalan, karena ya, Kavya sudah bosan terus duduk ataupun berbaring. Dan tentunya tidak mau membuat Veer terus-terusan jadi pelayannya.

"Veer, cepat kembali ya!" ucap Kavya.

"Tentu saja, Kavya. Apa kau takut dirumah sendiri? Rumah bibi Bharti dekat dengan rumah kita, kan?" balas Veer sambil bersiap, mengganti bajunya.

"Bukan begitu. Hanya saja aku tidak suka dirumah sendiri. "

"Baiklah, istriku." Veer tersenyum menggoda Kavya, setelahnya keluar dari balik pintu.

"Entah mengapa aku rasanya tidak mau Veer pergi. Tuhan, semoga tidak ada apa-apa." gumam Kavya. Sekarang dia ada di rumah sendirian.

Jujur saja Kavya merasa kesepian, biasanya ada Veer yang akan mengoceh banyak hal. Veer yang terlihat dingin dan tegas itu bisa jadi manusia paling cerewet saat bersama Kavya. Mengingatnya, Kavya jadi tersenyum sendiri. Tidak tahu kenapa hatinya terasa tenang saat melihat senyum Veer. Melihat Veer baik-baik saja dan selalu disampingnya. Mungkinkah Kavya sudah mulai mencintai Veer? Kavya masih tidak tahu soal itu. Kavya rasa belum, tapi entahlah. Perlahan, Kavya mulai bisa melupakan Abhi, dengan hadirnya Veer yang selalu mengisi hari-harinya, membuatnya tertawa, melakukan apapun agar Kavya bahagia. Itu yang membuat Kavya selalu teringat Veer, dan bahagia ketika meningatnya.

Kavya kemudian berbaring dan memejamkan matanya. Kelihatannya tidur lebih bagus untuk menunggu hingga Veer kembali. Baru saja Kavya menempelkan kepalanya di bantal, telfonnya sudah berdering minta di angkat. Disana tertera nomor asing yang Kavya tidak tahu.

"Hallo..?"

"Dengan nyonya Kavya Veer Malhotra?"

Kavya sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya, dia menatap aneh pada layar ponsel itu.
"Iya, ada apa? Dan kau siapa?"

"Kami dari pihak kepolisian Zurich, menemukan mobil yang di kendarai suami anda mengalami kecelakaan. "

"Apa?! Tidak tidak, tolong jangan bercanda pak, mana mungkin Veer kecelakaan?!"

"Itulah yang terjadi nyonya. Sekarang tuan Veer sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit Zurich."

Kavya langsung mematikan telfonnya, tidak tidak, lebih tepatnya menjatuhkan ponsel itu. Dia terkejut, nafasnya memburu, tubuhnya mendadak lemas. Veer kecelakaan? Rasanya Kavya tidak percaya itu. Dadanya terasa sakit, Kavya begitu takut akan kehilangan Veer. Kavya tidak mau itu terjadi.

MUSHKIL PYAAR (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang