04. Ananya?

406 25 30
                                    


Satu minggu telah berlalu dengan cepatnya, dan hari ini adalah hari kembalinya Ananya ke London. Terpaksa Ananya meminta izin satu hari lagi, ia belum puas tinggal dirumahnya bersama keluarganya. Ananya memutuskan untuk masuk kuliah besok saja.

Dan sekarang, Ananya sedang kesal karena keluarganya bersikeras ingin mengantarkannya ke bandara, padahal Ananya ingin pergi sendiri. Keluarganya selalu menganggap dirinya hanyalah anak kecil yang manja, bagaimana dia akan bisa menjaga diri? Padahal keluarganya pun tahu, di London Ananya juga tinggal sendiri. Ya, hanya dengan satu orang sahabatnya saja.

"Jika kalian terus memaksa ingin mengantarku, lebih baik aku tidak kembali saja!" putus Ananya.

"Tapi, Nak, kau ... bagaimana jika terjadi sesuatu padamu?" Chandni khawatir pada keponakannya yang keras kepala itu.

"Tidak, Bibi! Di London aku sendiri, dan lihat, bukankah aku baik-baik saja?!" Ananya menatap sebal semua orang.

"Iya, iya baiklah. Pergilah sendiri, dan jangan merengek-rengek jika terjadi sesuatu nanti, oke?" Ayahnya sudah bingung, bagaimanapun putrinya yang satu ini tidak bisa dipaksa.

"Ok, bye!" Ananya langsung menyeret kopernya keluar begitu saja, tanpa meminta doa keluarganya. Ya, begitulah Ananya saat sudah kesal.

"Ananya!"

Panggilan itu membuat Ananya menoleh melihat siapa yang memanggilnya. Kavya, yang hendak berangkat bekerja juga.

"Kakak ipar? Kakak mau ke mana?" tanya Ananya ramah.

Gadis itu hanya bisa leleh dengan kakak barunya itu. Satu minggu di rumah, banyak sekali ulah Ananya. Seperti berpesta di malam hari dengan musik super keras. Semua keluarganya sudah membujuk Ananya agar memelankan musiknya, tetapi Ananya tidak mendengar. Katanya, "aku hanya di sini seminggu, biarkan aku puas dengan semingguku ini". Dan ... semua orang menyerah, lalu Kavya yang baru pulang dari tempatnya bekerja yang mencoba  membujuknya.

Kavya bilang akan mengajaknya ke pesta rekan dokternya saja besok jika Ananya ingin berpesta, kalau tetap di rumah, itu akan mengganggu semua tetangga mengingat keadaannnya yang di malam hari. Ananya menurut, ia mematikan musik kerasnya, lalu pergi tidur. Kemudian lusanya, Ananya membeli banyak sekali petasan dan kembang api, lalu membakarnya di malam hari, yang membuat semua tetangganya heboh. Tidak ada pesta atau perayaan apa pun, dan Ananya membakar kembang api besar-besaran. Dan apa lagi, Kavya lah yang turun tangan.

"Pergi bekerja, kita berangkat bersama, ayo?" tawar Kavya.

Ananya mengangguk, pada akhirnya keduanya berangkat bersama.

"Hanya Kavya yang bisa membujuk gadis keras kepala itu," gumam ayahnya seraya terkekeh pelan, lalu masuk, disusul yang lainnya.

-----

"Ananya, kau hati-hati, ya. Jaga dirimu di sana, jangan sampai telat makan, istirahat yang cukup, dan ... cepat kembali.."

"Oowh kakak ipar Kavya ... aku mencintaimu, Kak!"

"Hey, kau bilang apa??"

"I love you."

"Anak nakal!" Kavya dan Ananya sudah sampai di bandara, dan saling berpelukan ria, karena entah kapan bisa bertemu lagi.

"Sekarang berangkatlah, hati-hati, ya ...?"

"Iya, Kakak ipar." Setelah saling melepas pelukan dan melambaikan tangan, Ananya masuk juga dalam pesawat yang akan membawanya ke London.

Mood Ananya sudah berubah baik, ia mengambil tempat duduknya pun dengan gembira. Bahkan menyapa seseorang yang duduk di sampingnya.

"Hai," sapa Ananya.

MUSHKIL PYAAR (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang