47. Kabur

155 17 73
                                        

Malam harinya, Abhi dan Veer memutuskan ikut menginap di rumah itu bersama yang lainnya. Karena disana hanya ada 3 kamar, jadi terpaksa Abhi harus tidur sendiri di luar. Sebenarnya bisa saja Abhi tidur di kamar yang ditempati Ananya—tapi Veer tidak mengizinkannya.

Tepat tengah malam, Abhi terbangun karena merasa lapar. Salahnya sendiri sore tadi ikut makan.

Dengan terkantuk-kantuk Abhi berjalan ke dapur. Ia tidak melihat apapun disana kecuali mie instan. Abhi mengambil satu kemudian memasaknya. Dia akan minta izin Tara atau Siya besok saja.

"Hei Tuan Abhi, sedang apa kau?"

Abhi membuka lebar matanya setelah mendengar suara menyapa, "Siya? Mau kemana?"

"Inilah kebiasaan burukku, aku selalu haus di malam hari. Jadi mau tidak mau aku harus menjeda dulu mimpiku, " kata Siya agak kesal. 

Abhi tersenyum, "boleh aku bertanya sesuatu?"

"Bukankah itu termasuk bertanya?" Siya tertawa. "Baiklah, tanya apa?"

"Kenapa kau mau melakukan hal sebesar ini, padahal Kavya hanya menolongmu dari hujan deras?" tanya Abhi.

"Kau tidak tahu, aku hampir mati ketakutan saat itu. Dan Tuhan mengirim Kavya untuk menolongku seperti malaikat. Hujan badai adalah ketakutan terbesarku, saat itu terjadi dan aku hanya sendiri, aku bisa mati ketakutan. Dan jika waktu itu Kavya tidak menolongku, aku pasti sudah ada di rumah Tuhan, " papar Siya.

Abhi mengangguk mengerti, semua orang punya ketakutan masing-masing.

"Dan... bagaimana jika ada yang memberitahu Priya kita semua disini? Maksudku... kita semua telah menipu Priya?" untuk kesekian kali Abhi bertanya.

"Soal itu kau tenang saja, aku mata-mata kalian sekaligus Priya. Priya dapat informasi apapun, itu semua dariku. Sementara kita semua ada disini, kuberitahu saja Priya Kavya tidak melakukan apapun. Lagipula Priya kan ada di dalam penjara." Jelas Siya.

"Kau benar. Tapi Priya tidak seperti yang kau duga. Bisa saja dia tahu dari orangnya yang lain, dan khususnya kau... nyawamu bisa terancam," cemas Abhi.

"Memang benar. Kadang... aku juga merasa sangat bersalah pada Priya, dia sangat baik padaku, memperlakukanku seperti keluarganya sendiri, tapi aku? Aku malah mengkhianatinya, " sesal Siya.

"Hei, kau tidak bersalah. Kau berada di pihak yang benar, jadi itu bukan kesalahan. Priya saja yang sudah berteman bertahun-tahun dengan Kavya tega menyakitinya, mungkin setelah ini dia akan sadar, apa yang dia lakukan adalah salah." Ujar Abhi dengan sebaris senyum simpul yang ia perlihatkan.

"Ya, semoga saja."

"Kau.. tidak pernah mencemaskan nyawamu? Maksudku, selama ini kau ada di sekitar para penjahat, mereka bisa saja melakukan hal buruk padamu, kan?" Abhi kembali bersuara, entah kenapa Abhi mendadak jadi sangat cerewet.

"Hei Tuan, kenapa kau sangat mencemaskanku?" goda Siya.

Abhi mendadak gugup, "tidak, maksudku, kau tidak ada hubungannya dengan masalah ini, tapi malah masuk ke dalamnya. Dan jika sampai terjadi sesuatu padamu, kami yang merasa bertanggung jawab untuk itu."

"Tidak tidak, aku akan baik-baik saja."

Keduanya lalu saling tersenyum. Dan tanpa mereka sadari, Ananya memperhatikan mereka berdua di depan pintu.

Ananya meremas jemarinya, dia tidak suka melihat itu—kedekatan Siya dan Abhi—yang seperti sudah lama saling kenal.

Ananya berjalan tanpa ekspresi menuju kamar mandi tanpa mempedulikan 2 orang yang masih tidak sadar akan kehadirannya itu.

MUSHKIL PYAAR (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang