20. "Janji?"

217 19 18
                                        


Sejuknya angin malam, dengan bintang-bintang terang benderang sebagai pelengkap, dan bulan bulat yang seolah tersenyum di atas sana. Veer dan Kavya duduk di halaman belakang apartemen mereka dengan posisi Kavya terduduk didepan Veer, menyandar pada dada Veer dan tangan Veer yang memeluk Kavya dari belakang.

"Tetaplah seperti ini," ucap Veer.

"Hm, kenapa?" Kavya mendongak menatap Veer.

"Karena........aku suka." jawab Veer.

"Hanya itu?"

Veer mengangguk.

Kembali hening, keduanya sibuk diam menikmati momen yang tidak setiap hari mereka lakukan.

"Veer," panggil Kavya manja.

"Ada apa, sayang?"

"Jika misalnya suatu saat nanti aku tiada, bagaimana?" tanya Kavya.

"Aku akan ikut." jawab Veer.

"Dan anak kita?"

"Biarkan dia menangis sendiri, karena ibunya tega meninggalkannya." ucap Veer.

"Jahat sekali. Kau kan ayahnya, seharusnya temani dia."

"Dan kau? Kenapa berfikiran begitu? Tiada tiada, apa maksudmu tiada?" Veer memasang wajah kesal.

"Jangan begitu, Veer. Aku tidak ingin lihat kau kesal begitu, aku hanya ingin bisa terus menerus melihat senyummu.."

"Senyumku, kebahagiaanku, hidupku, adalah kau. Selama kau ada bersamaku, senyuman ini akan tetap ada." Veer mengeratkan pelukannya pada Kavya.

"Kenapa memelukku erat sekali?" tanya Kavya.

"Supaya kau tidak kabur," jawab Veer tanpa melonggarkan pelukannya, malah semakin erat saja.

"Sesak, Veer.. Aku bisa mati nanti.." Kavya berontak, lalu Veer sedikit melonggarkan pelukannya.

"Hey nak, apa yang kau lakukan di dalam sana?" tanya Veer sambil mengelus perut Kavya.

"Aku sedang berfikir, apa ayah menyayangiku?" ucap Kavya mewakili bayinya.

Veer menatap Kavya datar,
"Pertanyaan macam apa itu?"

Kavya meringis, kemudian mencubit gemas pipi Veer sampai mengaduh kesakitan, dan dia tertawa penuh kemenangan.

Main tenu samjhawan ki..
Na tere bina lagda jee..

Kavya mendadak mengerucutkan bibirnya kesal, baru saja ia bisa mencubiti Veer dengan puas, dan lihat sekarang, ada yang telfon.

"Sayang, ku angkat dulu ya telfonnya. Takutnya itu penting." ucap Veer hati-hati.

"Terserah," Kavya berdiri dan berjalan ke sofa, melemparkan dirinya disana lalu mengambil remote dan menyalakan televisi.

"Iya hallo?"

"...."

"Benar, ada apa ya?"

"...."

"Be-besok?? Sungguh??"

"...."

"Baiklah, terima kasih."

Veer berlari ke arah Kavya, dan mengangkat tubuh Kavya lalu memutar-mutarnya.

"Veer, turunkan! Bagaimana kalau aku jatuh, Veer!" Kavya memukul pundak Veer yang tidak dihiraukan oleh pria itu.

"Ada apa? Katakan sesuatu," ucap Kavya.

MUSHKIL PYAAR (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang