33. Kehilangan Lagi?

186 21 66
                                    

Ananya menghampiri Abhi yang duduk sambil makan camilan di depan televisi. Wajah Ananya tampak kesal, semenjak terbakarnya gedung pertunangannya dan Abhi, ada saja yang menanyainya, bagaimana bisa terbakar, kau pasti punya musuh, dan lainnya.

"Ada apa?" Abhi menoleh sebentar.

"Kau punya musuh?" tanya Ananya.

"Apa tampangku seperti penjahat?" Abhi balik bertanya.

"Benar 'kan dugaanku, dia tidak pernah berkaca," guman Ananya, sangat pelan hampir tak terdengar.

"Aku dengar, Ananya." Abhi menyahut.

Ananya meringis, pendengaran Abhi rupanya sangat tajam.

"Lalu siapa? Kau tidak punya musuh, aku tidak punya musuh, kakak dan kak Kavya apalagi. Lalu siapa pelakunya?" oceh Ananya.

"Abhi, apa mungkin ini perbuatan mantan kekasihmu?"

Abhi menoleh, "untuk apa Kavya bunuh diri mengajak banyak orang?" ucapnya datar.

Ananya memincingkan matanya, "maksudmu?"

"Kau bilang mantan kekasihku. Mantan kekasihku siapa lagi kalau bukan Kavya?" kata Abhi santai.

"Jangan bilang mantan kekasihmu hanya kakak ipar?"

"Ya, memang hanya Kavya. Kenapa? Bukankah seharusnya kau senang?"

"Oh," gumam Ananya.

"Kenapa?" heran Abhi.

"Tidak ada. Sudahlah, ayo ke rumah sakit. Aku ingin bertemu keponakan baruku." Ananya berdiri dan mengambil tas-nya yang tergeletak dimeja.

"Ayo, Abhi!"

-
-
-

Veer saat ini berada diruang bayi, selain Kavya, dia harus rajin menemui bayinya. Memanfaatkan waktu yang ada untuk menjenguknya. Syukurlah bayinya termasuk sehat, walaupun lahir sebelum waktunya dan masih harus tetap tinggal di dalam inkubator.

"Sayang-nya Papa, sedang apa?" ucap Veer sambil menggendong bayi mungilnya itu.

Bayi itu memukul-mukul wajah Veer. Entah apa yang diinginkannya.

"Kau ingin bertemu Mama, nak? Doakan agar Mamamu cepat bangun ya, kita berdua sangat menyayanginya, dan kita membutuhkannya." Ucap Veer.

Bayinya itu seperti mengerti, diam dan menatap wajah Veer dengan kedipan lucunya. Wajahnya sangat mirip dengan Kavya. Melihatnya, membuat Veer teringat sesuatu dan semakin rindu pada istrinya itu.

"Veer," panggil Kavya sambil duduk dipangkuan Veer yang saat ini sedang membaca koran.

"Ada apa, sayang? Kau butuh sesuatu?" tanya Veer sembari meletakkan korannya, berganti memeluk Kavya dari belakang.

"Aku tidak mau anakku mirip denganmu," kata Kavya yang sepertinya tengah kesal saat ini, tidak tahu juga apa yang membuatnya kesal.

"Apa? Kenapa? Aku ayahnya, tidak lucu juga jika anak kita mirip tetangga, kan?" balas Veer bercanda.

Kavya berdiri sambil berkacak pinggang menghadap Veer, "apa maksudmu mirip tetangga? Aku ibunya, kau ayahnya, kenapa harus mirip tetangga?"

Veer ikut berdiri, lalu meraih kedua tangan Kavya dan menggenggamnya.

"Bukan itu maksudku, kau bilang tidak boleh mirip denganku, lalu mirip siapa lagi, sayang?" ucap Veer hati-hati, karena emosi Kavya yang berubah-ubah.

"Tentu saja mirip denganku. Aku yang mengandungnya, aku juga yang nanti melahirkannya, tidak adil jika dia mirip denganmu."

"Ya ya, tapi tanpaku, tidak akan ada dia juga disini." Ucap Veer dengan senyum dipolos-poloskan, tangannya bergerak maju hendak menyentuh perut Kavya.

MUSHKIL PYAAR (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang